Orasi Ilimah Prof. Heru Purboyo: Perspektif Transportasi dalam Ruang Wilayah dan Kota

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id — Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menggelar Orasi Ilmiah Guru Besar ITB, Sabtu (27/01/2024). Salah seorang guru besar yang menyampaikan orasinya adalah Prof. Dr. Ir. Heru Purboyo Hidayat Putro, D.E.A., dari Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB. Beliau menyampaikan orasi berjudul “Mobilitas di Ruang Wilayah dan Kota serta Transportasinya: Perspektif Transportasi”.

Prof. Heru menjelaskan tentang fenomena turistifikasi yang banyak terjadi di masa sekarang. Turistifikasi merupakan proses transformasi suatu tempat menjadi ruang wisata serta dampak yang terkait dengan hal tersebut. Dalam hal ini, pariwisata berperan sebagai agen katalis globalisasi dalam ruang lokal yang membantu transformasi di wilayah tuan rumah dalam berbagai aspek. Fenomena turistifikasi dapat dipahami sebagai dampak dari semakin mudahnya akses transportasi dan komunikasi dalam hubungan sosial masyarakat. Selain itu, proses ini berkaitan erat dengan proses sejarah dan relasi kekuasaan dari tingkat global hingga lokal.

“Antusiasme yang semakin tinggi membuat demand wisata melonjak. Indikasinya adalah saat acara tertentu seperti libur panjang, maka kemacetan akan ditemui pada lokasi-lokasi turistik,” ujarnya.

Prof. Heru pun menjelaskan tentang ruang wilayah dan kota dalam perspektif transportasi, terutama infrastruktur transportasi darat. Sebaran dan konfigurasi jaringan transportasi darat yang ada hingga saat ini merupakan warisan dari masa kolonial. Setelah kolonialisasi berakhir, jaringan transportasi yang masih tersisa menimbulkan kesenjangan antar wilayah. Kondisi kesenjangan juga dipengaruhi pola penggunaan lahan pada masa lalu. Sebagai dampak dari adanya perkebunan skala besar pada masa kolonial, wilayah di bagian Selatan Pulau Jawa hingga kini masih memiliki konsentrasi kawasan lindung dan perkebunan yang jauh lebih luas daripada wilayah di bagian utara. Di sisi lain, bagian utara Pulau Jawa yang dilintasi Jalan Daendels (Pantura) sebagai akses utama transportasi darat kini semakin terurbanisasi.

   

Beliau pun menyampaikan tentang ekonomi empat sektor. Sektor jasa yang merupakan sektor tersier dalam ekonomi tiga sektor diuraikan menjadi sektor urbanisasi dan sektor pengendalian. Penguraian sektor jasa merupakan respons dari perkembangan kedua sektor lain yang semakin mengalami kemajuan dan modernisasi, yaitu sektor ekstraktif (primer) dan manufaktur (sekunder). Contohnya di dalam sektor ekstraktif kini ada agropolitan dan kota tambang sedangkan di sektor manufaktur ada kawasan industri. Perkembangan ini mendorong perluasan kawasan perkotaan atau urbanisasi yang masif sehingga perlu dikendalikan agar dampak negatifnya dapat diminimalkan.

“Perluasan tersebut terkait dengan sektor kontrol atau pengendalian, yang dalam hal ini berupa modal, informasi, dan atau ilmu pengetahuan teknologi,” tuturnya.

Beliau menyimpulkan bahwa kesenjangan yang ada saat ini membutuhkan campur tangan negara. Pembangunan jalan berbayar yang semakin marak harus diimbangi dengan mempertahankan kinerja jalan nasional. Selain itu, pemerintah perlu membantu pendanaan daerah dalam meningkatkan aksesisibilitas tempat wisata melalui modernisasi jaringan jalan, perbaikan, pelebaran, dan penambahan panjang jalan.

“Pihak swasta tidak akan tertarik dengan sektor publik yang bersifat sosial. Tugas pemerintahlah terkait dengan faktor aksesibilitas dan konektivitas wilayah,” ujarnya.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)