Orasi Ilmiah Prof. Heni Rachmawati, Intervensi Teknologi dalam Obat

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Foto: Dok. e-learning ITB

BANDUNG, itb.ac,id - Perkembangan teknologi telah memengaruhi seluruh aspek dalam kehidupan termasuk bidang kesehatan dan farmasetika. Teknologi dapat merekayasa obat untuk menjadi lebih aman dan efisien ketika dikonsumsi oleh konsumen. Topik inilah yang dibahas oleh Prof. Dr. Heni Rachmawati Apt., M.Si dalam orasi ilmiahnya pada Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Sabtu, 12 April 2019 di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganesha No. 10 Bandung.


Guru Besar pada Kelompok Keahlian Farmasetika, Sekolah Farmasi (SF) ITB ini mengangkat tema tentang “Intervensi Teknologi dalam Mendukung Pengembangan Bentuk Sediaan Farmasi dan Sistem Penghantarannya Menjadi Lebih Efektif dan Lebih Aman”. Ia mengungkapkan bahwa perkembangan obat dapat dipercepat dengan hadirnya teknologi. Hal tersebut selain dapat mengurangi efek samping, juga bisa mempercepat proses penyembuhkan pasien.

Dalam dunia farmasi, senyawa aktif memiliki arti suatu molekul kimia organik maupun anorganik yang menunjukkan aktivitas biologi. Senyawa ini memiliki berbagai peran dalam tubuh seperti penyembuh penyakit dan mempertahankan kesehatan. “Namun, keberagaman senyawa aktif dalam bentuk maupun senyawa kimianya menjadi masalah dalam hal sistem penghantarannya ke dalam tubuh. Tidak sedikit senyawa aktif sukar larut, sukar terabsorbsi, mudah terurai, dan lain-lain. Keterlibatan teknologi sangat diperlukan untuk membentuk sistem yang efektif,” ujarnya.

Sedangkan sistem penghantaran senyawa aktif adalah cara membawa senyawa tersebut ke dalam tubuh dengan efektif. Bentuk senyawa aktif, karakteristik pengguna, dan durasi aksi obat menjadi faktor yang memengaruhi sistem ini. “Kegagalan senyawa aktif atau obat meliputi kegagalan mencapai target dan kerumitan struktur tubuh karena tubuh manusia sangat selektif terhadap senyawa asing. Sifat selektif ini membuat hambatan yang dalam dunia farmasi disebut dengan barrier,” jelasnya.

Intervensi Teknologi

Karena adanya masalah yang telah dituliskan di atas, teknologi datang sebagai solusi untuk membuat sistem penghantaran dan bentuk sediaan obat yang efisien. Intervensi teknologi meliputi pengembangan bentuk sediaan obat dan sistem penghantarannya. “Dalam bidang bentuk sediaan obat,  teknologi berguna untuk memperbaiki kelarutan obat melalui modifikasi sifat fisik yaitu memperkecil ukuran partikel hingga ukuran nano yang akan memperluas ukuran partikel. Hal ini sesuai dengan persamaan Noyes-Whitney yang menjelaskan bahwa laju pelarutan obat akan meningkat apabila luas permukaan partikel juga meningkat,” ujar Prof. Heni.

*Foto: Dok. e-learning ITB

Ukuran nano dari sediaan obat dapat dilakukan dengan cara milling atau penggerusan. Penelitian Prof. Heni Rachmawati dalam bidang reduksi ukuran partikel ini bertujuan memperbaiki kelarutan senyawa obat glikasid (obat diabetes) dengan dispersi (penyebaran) padat dengan polimer hidrofilik. Sebelumnya obat glikasid sukar larut dalam cairan lambung, modifikasi bentuk sediaan obat yang diuji pada kelinci galur albino New Zealand menunjukkan kelarutan yang lebih baik daripada bentuk sediaan yang tidak dimodifikasi.

Tak hanya senyawa sintesis, senyawa alam juga dapat dilakukan modifikasi bentuk sediaan pada tanaman kurkumin, silimarin, resveratrol. Biomolekul tersebut berguna untuk antioksidan (anti kanker dan anti inflamasi) yang susah untuk larut. “Saya telah meneliti kurkumin sejak 2009 dengan modifikasi ukuran nanometer dengan teknik homogenisasi bertekanan tinggi pada suatu reaktor dengan berbagai jenis surfaktan. Modifikasi ini diujikan ke tikus galur Wistar dan hasilnya sangat luar biasa meningkatkan kelarutannya dalam saluran pencernaan,” ungkapnya.

Selain modifikasi ukuran, dilakukan juga intervensi teknologi untuk sistem penghantaran obat dengan cara modifikasi pelepasan obat. Pelepasan obat dikontrol pada lokasi dan waktu yang diinginkan. Adanya bahan nonaktif dalam formula seperti polimer berperan penting untuk mengontrol pelepasan obat. Terdapat beberapa sistem pelepasan obat yang terkenal yaitu sistem monolitik, sistem salut dan kombinasi kedua sistem. 

“Pada penelitian yang saya lakukan menggunakan protein cacing Lumbrikus Rubellus dengan bentuk tablet matriks pelet. Obat dibuat dengan bentuk pelet (tablet terkompresi dengan bentuk bulat). Dengan mode pelepasan tersebut disimpulkan bahwa area pelepasan protein dari bentuk sediaannya terjadi di usus halus karena protein tersebut lebih stabil di sana,” jelas Prof. Heni.

Selain itu, Prof. Heni menyatakan bahwa pengembangan sistem penghantaran merupakan riset mutakhir dalam dunia farmasi dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas obat. Sistem ini mengondisikan bahwa obat secara spesifik akan mengobati bagian tubuh yang dirasa bermasalah. “Namun perlu dilakukan penelitian mendalam mengenai sistem ini,” tambahnya.

Dalam akhir orasinya, Prof. Heni menyatakan bahwa potensi Indonesia sangat besar untuk mengembangkan obat. “Adanya tumbuhan tradisional dan jamu seharusnya bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan obat dengan kearifan lokal,” katanya. Selain itu, ia menuturkan bahwa kerjasama antara perguruan tinggi sebagai pemenuh tenaga ahli, pemerintah sebagai regulator, perusahaan sebagai pelaku bisnis, dan masyarakat harus terjalin dengan baik. 

“Pemenuhan tenaga ahli dan support dari pemerintah sangat berarti sehingga kita dapat mendapatkan SDM yang berkualitas. Pemerintah juga harus membuat iklim bersahabat untuk para pengusaha menjalankan bisnisnya. Sedangkan masyarakat sebagai pengguna harus lebih bijak untuk menggunakan obat dan lebih terlibat aktif. Sinergisasi ini harus diwujudkan agar harapan serta cita-cita Indonesia sebagai negara yang mandiri dan berdaulat dapat terwujud,” jelasnya.

Reporter: Billy Akbar Prabowo (Teknik Metalurgi 2016)