Orasi Ilmiah Prof. Irwan Meilano: Pentingnya Memahami Sumber Gempa untuk Menyelamatkan Lebih Banyak Nyawa

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh


BANDUNG, itb.ac.id — Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., menyampaikan Orasi Ilmiah Guru Besar yang dilangsungkan pada Sabtu (16/03/2024) di Aula Barat, Institut Teknologi Bandung. “Memahami Sumber Gempa, Mengurangi Risiko Bencana” menjadi tajuk pembahasan yang disampaikan Prof. Irwan.

Lahir pada 18 Mei 1974, Prof. Irwan meraih gelar sarjana di bidang Teknik Geodesi pada tahun 1997. Beliau kemudian melanjutkan studi magister hingga doktoralnya pada bidang yang sama di Nagoya University, Jepang dan rampung pada tahun 2006. Pria yang menggandrungi long running dan long riding ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB sejak 2020 sampai sekarang. Bidang penelitian yang beliau tekuni adalah gempa bumi. Prof. Irwan terbilang produktif jika ditilik dari 159 publikasi internasional berindeks Scopus yang telah diterbitkan, 5 buku referensi yang memiliki ISBN, 20 dana penelitian, serta 3 karya yang dicatatkan memiliki hak cipta.

Dalam orasinya, Prof. Irwan memberikan gambaran bahwa setiap tahunnya Indonesia mengalami kerugian akibat bencana alam. Selama kurun waktu 42 tahun terakhir, kerugian terbesar disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami. Nilai kerugiannya menembus angka Rp6,16 triliun. Sayangnya, gempa bumi belum bisa diprediksi layaknya prakiraan cuaca.

“Meskipun belum mampu memprediksi kejadian gempa, kita dapat melakukan kuantifikasi potensi dan laju kejadian gempa jangka panjang (long term expected rate), mengestimasi kekuatannya untuk peringatan dini gempa, dan mengestimasi nilai percepatan goncangan gempa di masa depan/PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis) dan risikonya,” ujarnya. Hal ini sejalan dengan peran geodesi dalam studi tektonik untuk memahami siklus gempa, deformasi transien dan seketika.

   

Pada tahun 2018, Prof. Irwan bersama dengan mahasiswa doktoralnya dan sejumlah peneliti lain berhasil menghitung laju regangan dan memetakan potensi gempa bumi di wilayah timur Indonesia. “Hasilnya memetakan akumulasi gempa bumi di daerah Ambon, NTT, dan daerah Kepala Burung Papua. Hasilnya dibuktikan dengan kejadian gempa Ambon 2019 berkekuatan 6,5 SR dan gempa Laut Flores 2021 dengan magnitudo 7,4 SR. Namun, gempa belum mengguncang daerah Kepala Burung Papua. Mudah-mudahan tidak terjadi, tapi tetap harus kita waspadai,” ujarnya.

Analogi yang diungkapkan Prof. Irwan adalah jika ingin belanja, kita perlu menabung terlebih dahulu. “Kita mampu melihat wilayah yang masih menabung (menyimpan potensi gempa/stress) ditinjau dari pergerakan tektoniknya dan daerah yang sudah belanja (laju regangan/strain). Gap antara nilai tabungan dengan nilai yang sudah dibelanjakan itu disajikan dalam bentuk histogram agar lebih mudah dipahami. Dari situ kami memetakan wilayah yang sudah menabung, tapi belum belanja. Kami menghitung wilayah mana yang stress-nya bertambah, tapi belum terjadi gempa,” ujarnya.

Di sisi lain, data geodesi juga berguna untuk sistem peringatan dini gempa. Prof. Irwan dengan penelitiannya bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menghitung estimasi cepat magnitudo gempa Lombok dan Palu 2018. Hasilnya cukup menjanjikan sebagai pelengkap dari early warning system. Tidak hanya menghitung kekuatannya, Prof. Irwan juga menghitung momen tensor untuk menentukan potensi tsunami dari gempa yang dihasilkan.

Kolaborasi riset multidisiplin yang dilakoni Prof. Irwan dalam tiga tahun terakhir ini tidak hanya berbicara sumber gempa, tetapi juga mengulik bahaya dan kerentanannya.

“Penelitian yang mendalam dan akurat mengenai sumber gempa bukan hanya pencapaian akademik semata, tapi untuk mengurangi risiko bencana. Pemahaman mengenai sumber gempa ini memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan kontribusi yang signifikan dalam pengambilan kebijakan. Diperlukan pengembangan strategi mitigasi risiko yang lebih efektif, perancangan infrastruktur yang lebih tahan gempa, dan pada akhirnya menyelamatkan lebih banyak nyawa serta mengurangi kerugian ekonomi,” kata Prof. Irwan.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)