Seminar Biosafety
Oleh Muhammad Arif
Editor Muhammad Arif
Bandung,itb.ac.id- Pusat Ilmu Hayati ITB dan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi) Cabang Bandung, bekerjasama dengan PT MERCK mengadakan seminar sehari "Laboratory Biological Safety And Update On Media Validation And Verification" pada hari Rabu (23/05) di Auditorium Campus Center Timur ITB. Seminar ini menghadirkan Sri Harjati Suhardi (Pusat Ilmu Hayati ITB), Dwi Kusuma (PT Merck) dan Debbie S Retnoningrum (Sekolah Farmasi ITB). Para peserta kebanyakan datang dari universitas-universitas lain, Dinas Kesehatan Kota, lembaga-lembaga penelitian dan mahasiswa.
Seminar ini membahas keselamatan kerja dalam laboratorium, terutama yang berhubungan dengan microbiological hazards atau mikroba-mikroba yang berbahaya. Keselamatan kerja menjadi faktor utama dalam laboratorium, terutama pada laboratorium yang mengandung senyawa-senyawa kimia berbahaya dan mikroorganisme yang dapat menginfeksi penyakit berbahaya. “Seberapa pentingnya pekerjaan yang dilakukan, yang paling penting ialah safety atau keselamatannya,” terang Sri Harjati S. dalam presentasinya. Seminar ini terbagi dalam beberapa sesi dengan materi Basic Principle of Biological Safety, Laboratory Acquired Infection (LAI), Microbiological Hazard, Health and safety microbiology, Validation and Verification of Media According to ISO 11133, Comparison of International Methods (ISO, FDA, AOAC) and Position of New Rapid Media.
Dalam biosafety, faktor yang harus diperhatikan ialah fasilitas keselamatan seperti jas lab, pengaman mata, sarung tangan; teknis kerja yang aman; pengetahuan keselamatan dari tiap personel dan prosedur penyelamatan pertama. Pengetahuan biosafety yang harus dimiliki tiap personel, termasuk pengetahuan mengenai mikroorganisme patogen yang berbahaya seperti ebola, ‘Salmonella typhii’ dan sebagainya. Fasilitas biosafety yang ada di laboratorium wajib tersedia dan digunakan. Menurut Sri Harjati, kebanyakan laboratorium di Indonesia telah memiliki fasilitas yang memadai tapi kondisinya masih bagus dan rapi atau dalam arti lain, tidak pernah dipakai.
Debbie S. Retnoningrum juga mengatakan bahwa resiko bahaya pada mikroorganisme cukup tinggi. “Tingkat bahaya dari mikroorganisme tergantung pada perspektif patogen, perspektif kesehatan masyarakatnya dan perspektif produk,” jelasnya. Agen mikroba yang berbahaya telah banyak diketahui, tapi sayangnya di Indonesia belum ada pengklasifikasian mikroba berdasarkan tingkat bahayanya. Padahal klasifikasi ini penting untuk menentukan tingkat biosafety yang harus diterapkan. Pengetahuan biosafety di Indonesia memang kurang mendapatkan perhatian serius, akan tetapi para pembicara mengharapkan biosafety menjadi faktor utama yang diperhatikan peneliti. Apalagi buku pedoman biosafety dalam bahasa Indonesia akan segera diterbitkan.
Seminar ini membahas keselamatan kerja dalam laboratorium, terutama yang berhubungan dengan microbiological hazards atau mikroba-mikroba yang berbahaya. Keselamatan kerja menjadi faktor utama dalam laboratorium, terutama pada laboratorium yang mengandung senyawa-senyawa kimia berbahaya dan mikroorganisme yang dapat menginfeksi penyakit berbahaya. “Seberapa pentingnya pekerjaan yang dilakukan, yang paling penting ialah safety atau keselamatannya,” terang Sri Harjati S. dalam presentasinya. Seminar ini terbagi dalam beberapa sesi dengan materi Basic Principle of Biological Safety, Laboratory Acquired Infection (LAI), Microbiological Hazard, Health and safety microbiology, Validation and Verification of Media According to ISO 11133, Comparison of International Methods (ISO, FDA, AOAC) and Position of New Rapid Media.
Dalam biosafety, faktor yang harus diperhatikan ialah fasilitas keselamatan seperti jas lab, pengaman mata, sarung tangan; teknis kerja yang aman; pengetahuan keselamatan dari tiap personel dan prosedur penyelamatan pertama. Pengetahuan biosafety yang harus dimiliki tiap personel, termasuk pengetahuan mengenai mikroorganisme patogen yang berbahaya seperti ebola, ‘Salmonella typhii’ dan sebagainya. Fasilitas biosafety yang ada di laboratorium wajib tersedia dan digunakan. Menurut Sri Harjati, kebanyakan laboratorium di Indonesia telah memiliki fasilitas yang memadai tapi kondisinya masih bagus dan rapi atau dalam arti lain, tidak pernah dipakai.
Debbie S. Retnoningrum juga mengatakan bahwa resiko bahaya pada mikroorganisme cukup tinggi. “Tingkat bahaya dari mikroorganisme tergantung pada perspektif patogen, perspektif kesehatan masyarakatnya dan perspektif produk,” jelasnya. Agen mikroba yang berbahaya telah banyak diketahui, tapi sayangnya di Indonesia belum ada pengklasifikasian mikroba berdasarkan tingkat bahayanya. Padahal klasifikasi ini penting untuk menentukan tingkat biosafety yang harus diterapkan. Pengetahuan biosafety di Indonesia memang kurang mendapatkan perhatian serius, akan tetapi para pembicara mengharapkan biosafety menjadi faktor utama yang diperhatikan peneliti. Apalagi buku pedoman biosafety dalam bahasa Indonesia akan segera diterbitkan.