Publikasi Jurnal ITB di Scopus Meningkat pada Tahun 2020

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami


BANDUNG,itb.ac.id—Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB, Prof. Ir. I Gede Wenten, M.Sc., Ph.D., menyampaikan terdapat peningkatan jumlah publikasi jurnal yang terindeks Scopus pada tahun 2020 sebanyak 302 publikasi menjadi 1074 jurnal.

Akan tetapi publikasi proceeding turun sebesar 745 publikasi menjadi 1025 publikasi. Hal tersebut disebabkan keterbatasan dalam mengikuti konferensi-konferensi yang ada pada tahun 2020 lalu. Meskipun demikian, publikasi jurnal di Scopus meningkat diikuti jumlah sitasi kumulatif di Scopus yang menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun.

Hal tersebut ia sampaikan pada acara Temu Awal Semester I Tahun Akademik 2021/2022 dalam rangka ITB Talks ke-8, Kamis (2/9/2021) lalu. Prof. Wenten mengutarakan paparan dengan tajuk “Penguatan Budaya Ilmiah Unggul”.

“Jika berbicara tentang High Quality Research maka parameter yang kita pakai itu ya parameter yang dianut dunia saja, yaitu tentang publikasi di Scopus,” ujarnya.
Prof. Wenten juga menunjukkan grafik jumlah publikasi dosen fakultas/sekolah yang ada di ITB.

Beliau juga menjelaskan tentang ekosistem inovasi berkelanjutan ITB. Berdasarkan data, jumlah produk inovasi sangat melebihi target pada tahun 2020 kemarin meski ada pandemi. Kemudian riset inovasi, bisnis startup, serta paten juga sama-sama menunjukkan tren positif pada tahun 2020 yang lalu. “Nah, ini rohnya semua ada di paten,” ucap beliau saat ingin masuk ke masalah paten.

Menyoal paten, Prof. Wenten memulai penjelasannya dengan data dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). DJKI mengumumkan bahwa negara mengalami kerugian 150 miliar karena pemilik-pemilik paten dari 7600 paten. Kemudian berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan keuangan DJKI tahun 2013 terdapat piutang batal demi hukum (BDH) paten sebanyak 8.258 ID paten dan pada tahun 2020 meningkat sebanyak 16.835 ID paten.

Beliau mengatakan hal seperti ini memang sudah terjadi sejak lama bahkan sejak ia mengurus hal terkait paten. Banyaknya paten ini terjadi karena paten berlaku sebagai syarat naik pangkat. Menurut beliau seharusnya paten tidak dijadikan sarana komersil karena implikasinya sangat banyak. “Jadi, paten itu tidak cocok untuk naik pangkat, kita memang menuju ke sana, ke penguatan budaya ilmiah unggul,” ujar beliau. Di akhir paparan, Prof. Gede berharap ITB menjadi excellence in research.


Reporter: Kevin Agriva Ginting (Teknik Geodesi dan Geomatika, 2020)