Orasi Ilmiah Prof. Wawan Dhewanto: Kewirausahaan sebagai Pilar Ekonomi Bangsa
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Guru Besar dari Kelompok Keahlian Kewirausahaan dan Manajemen Teknologi, Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB, Prof. Wawan Dhewanto, S.T., M.Sc., Ph.D., menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Pengembangan Ekosistem Kewirausahaan sebagai Solusi Pemulihan Ekonomi Bangsa” dalam Forum Guru Besar ITB pada Sabtu (17/9/2022).
Prof. Wawan merupakan lulusan Teknik Industri ITB tahun 2000. Setelah lulus dari ITB, beliau melanjutkan studi magister di Delft University of Technology dengan mengambil jurusan Systems Engineering, Policy Analysis and Management. Baru pada tahun 2012 Prof. Wawan mendapatkan gelar doktor jurusan Management dari Monash University.
Sebagai seseorang yang sudah lama berkecimpung dalam ilmu kewirausahaan, Prof. Wawan telah banyak menghasilkan berbagai penelitian di bidang digital start up, UMKM scale up, dan inovasi bisnis. Penelitian Prof. Wawan telah dipublikasikan ke dalam bentuk jurnal, prosiding, maupun buku berskala nasional dan internasional yang berjumlah lebih dari 160 publikasi.
Dalam orasinya, Prof. Wawan memberikan gambaran bahwa salah satu celah paling penting yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki ekonomi bangsa adalah kewirausahaan. Pengembangan ekosistem kewirausahaan membutuhkan jaringan relasi dan kerja sama yang baik antarsektor dalam kegiatan wirausaha.
“Ketika mengembangkan ekosistem kewirausahaan, kita berusaha menjalin kerja sama di antara supplier, consumer, mitra bisnis, dan komunitas dalam ekosistem tersebut. Ibaratnya ketika ada tanah yang subur, maka benih akan tumbuh dengan baik. Ketika ada ekosistem kewirausahaan yang menunjang, maka para wirausaha, para pelaku startup akan tumbuh dengan baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Wawan mengungkapkan bahwa perwujudan ekosistem kewirausahaan yang baik harus didukung oleh pilar-pilar penting di dalamnya. Pilar pertama adalah kebijakan kewirausahaan yang mengatur skema usaha dan program-program pemerintah di dalamnya. Pilar kedua merupakan akses pasar yang memungkinkan penilaian performa sistem produksi oleh pengusaha. Pilar ketiga terkait dengan kemampuan pengusaha untuk menciptakan jaringan bisnis dalam lingkup wirausaha yang dijalaninya.
Ia melanjutkan, pilar keempat berupa modal insani (human capital) yang merupakan input produksi paling krusial dalam keberjalanan wirausaha. Kemudian pilar kelima adalah faktor dukungan budaya di mana wirausaha itu berkembang.
Pilar pembangunan ekosistem kewirausahaan yang keenam merupakan akses pembiayaan melalui pihak-pihak penyedia modal usaha. Sementara pilar ketujuh menyinggung tentang pendidikan dan pelatihan kewirausahaan yang didasarkan pada tren untuk menjawab tantangan kewirausahaan di masa depan melalui peningkatan sumber daya manusia. Sedangkan pilar terakhir merupakan inkubator dan akselerator bisnis di mana para pengusaha dapat mendapatkan bantuan sesuai permasalahannya dalam mengembangkan usaha.
Prof. Wawan menambahkan, “Ketika mengembangkan ekosistem kewirausahaan kita perlu melihat lebih detail ke dalam pilar-pilarnya. Dalam pelaksanaannya perlu melibatkan berbagai pihak dalam model quadruple helix yang terdiri dari unsur akademisi, pelaku bisnis, perusahaan, dan asosiasi atau komunitas.”
Pola interaksi pihak-pihak ini dijelaskan dalam model quadruple helix yang menunjukkan kolaborasi antarpihak dalam menciptakan ekosistem usaha yang ideal bagi pembangunan ekonomi.
Dalam model quadruple helix, setiap pihak memiliki perannya masing-masing dalam mewujudkan ekosistem kewirausahaan. Perusahaan berperan sebagai produsen yang merupakan tokoh sentral dalam kegiatan produksi. Pemerintah sebagai pihak yang membuat kebijakan dan regulasi, akademisi sebagai evaluator dan penggerak komunitas, sedangkan masyarakat berperan dalam menyeimbangkan peran ketiga pihak lainnya.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)