Pagelaran Seni Budaya ITB 2010 : Talkshow dan Pemutaran Film Under The Tree
Oleh Vernida Mufidah
Editor Vernida Mufidah
BANDUNG, itb.ac.id- Film adalah hasil produksi industri hiburan tetapi di sisi lain film dapat menjadi produk budaya. Hal inilah yang membuat sebuah acara "Talkshow dan Pemutaran Film Under The Tree" diselenggarakan dalam rangkaian acara Pagelaran Seni Budaya (PSB) ITB 2010. Acara ini diselenggarakan di Campus Center Barat ITB dengan menghadirkan Arturo, Creative Director Film Under The Tree dan Budi Sasono sebagai pembicara juga dipandu oleh Tata Subowo dari Liga Film Mahasiswa (LFM) ITB.
Pemutaran Film Under The Tree
Under The Tree merupakan salah satu film karya sutradara Garin Nugroho. Film ini lolos seleksi pada beberapa festival film internasional dan mendapatkan penghargaan di Festival Film Indonesia (FFI). Film ini mampu menjadi duta kebudayaan untuk memperkenalkan identitas bangsa Indonesia.
Under the tree mengisahkan tiga sosok wanita bermasalah yakni Maharani, Nian, dan Dewi yang harus menentramkan dirinya tinggal di Pantai Kuta Bali. Maharani (Marcella Zalianty) pergi ke Bali setelah mengetahui dirinya adalah anak angkat dari ibunya yang berasal dari seorang penari Bali. Di tengah kebencian pada ibunya, ia justri bertemu dengan peristiwa yang menyeretnya berupa praktek penjualan anak. Lain lagi dengan yang dialami Nian (Nadia Saphira) yang berasal dari keluarga kaya raya. Ia lari ke Bali karena malu saat ayahnya seorang pejabat tinggi ditangkap KPK karena terlibat skandal korupsi. Sedangkan Dewi (Ayu Laksmi) seorang penyiar radio menghadapi konflik batin antara mengaborsi janin anaknya atau melahirkan bayinya. Meski bayi tersebut menderita penyakit otak mengecil dan tidak bisa hidup lama.
Konten film yang sarat akan budaya bangsa terlihat dengan adanya pertunjukan Calon Arang yang mengisahkan kecintaan ibu kepada anaknya. Pertunjukan ini memang jarang dilakukan di Bali karena sangat mistis. "Garin Nugroho menampilkan budaya secara utuh pada film ini." tutur Arturo.
Representasi Budaya Melalui Film
Menurut Arturo film ini dibuat dengan melihat potensi maestro Bali dan ditambahkan dengan isu sosial yang sedang merebak yaitu traficking di Bali. Mengenai film yang agak berbeda dengan film yang lain, contohnya dengan pemutaran scene yang lama. Arturo menegaskan bahwa untuk mendapatkan realitas adegan dan daya emosi, maka dibuatlah scene yang berdurasi lama.Hal ini berbeda jauh dengan pola film hollywood yang hanya mengejar cerita.
Salah satu peserta yang menghadiri talkshow ini menyatakan bahwa kepunahan suatu budaya bukan karena budaya asing masuk, tetapi lebih kepada pelaku budaya yang memegang budaya itu meninggal sebelum mewariskan budaya tersebut kepada generasi selanjutnya. Dan menurut peserta yang juga merupakan pembuat film Kuda Renggong, film bisa menjadi video tutorial untuk generasi selanjutnya agar tetap mewarisi kebudayaan tersebut.
Selain hal-hal tersebut, sebelum membuat sebuah film yang sarat akan budaya terlebih dahulu harus ada sebuah riset agar film yang dibuat menggambarkan realitas yang ada. Contohnya cara duduk, cara berbicara di suatu daerah, sehingga film yang dibuat tidaklah asal-asalan dan bisa merepresentasikan budaya yang ada.
Under The Tree merupakan salah satu film karya sutradara Garin Nugroho. Film ini lolos seleksi pada beberapa festival film internasional dan mendapatkan penghargaan di Festival Film Indonesia (FFI). Film ini mampu menjadi duta kebudayaan untuk memperkenalkan identitas bangsa Indonesia.
Under the tree mengisahkan tiga sosok wanita bermasalah yakni Maharani, Nian, dan Dewi yang harus menentramkan dirinya tinggal di Pantai Kuta Bali. Maharani (Marcella Zalianty) pergi ke Bali setelah mengetahui dirinya adalah anak angkat dari ibunya yang berasal dari seorang penari Bali. Di tengah kebencian pada ibunya, ia justri bertemu dengan peristiwa yang menyeretnya berupa praktek penjualan anak. Lain lagi dengan yang dialami Nian (Nadia Saphira) yang berasal dari keluarga kaya raya. Ia lari ke Bali karena malu saat ayahnya seorang pejabat tinggi ditangkap KPK karena terlibat skandal korupsi. Sedangkan Dewi (Ayu Laksmi) seorang penyiar radio menghadapi konflik batin antara mengaborsi janin anaknya atau melahirkan bayinya. Meski bayi tersebut menderita penyakit otak mengecil dan tidak bisa hidup lama.
Konten film yang sarat akan budaya bangsa terlihat dengan adanya pertunjukan Calon Arang yang mengisahkan kecintaan ibu kepada anaknya. Pertunjukan ini memang jarang dilakukan di Bali karena sangat mistis. "Garin Nugroho menampilkan budaya secara utuh pada film ini." tutur Arturo.
Representasi Budaya Melalui Film
Menurut Arturo film ini dibuat dengan melihat potensi maestro Bali dan ditambahkan dengan isu sosial yang sedang merebak yaitu traficking di Bali. Mengenai film yang agak berbeda dengan film yang lain, contohnya dengan pemutaran scene yang lama. Arturo menegaskan bahwa untuk mendapatkan realitas adegan dan daya emosi, maka dibuatlah scene yang berdurasi lama.Hal ini berbeda jauh dengan pola film hollywood yang hanya mengejar cerita.
Salah satu peserta yang menghadiri talkshow ini menyatakan bahwa kepunahan suatu budaya bukan karena budaya asing masuk, tetapi lebih kepada pelaku budaya yang memegang budaya itu meninggal sebelum mewariskan budaya tersebut kepada generasi selanjutnya. Dan menurut peserta yang juga merupakan pembuat film Kuda Renggong, film bisa menjadi video tutorial untuk generasi selanjutnya agar tetap mewarisi kebudayaan tersebut.
Selain hal-hal tersebut, sebelum membuat sebuah film yang sarat akan budaya terlebih dahulu harus ada sebuah riset agar film yang dibuat menggambarkan realitas yang ada. Contohnya cara duduk, cara berbicara di suatu daerah, sehingga film yang dibuat tidaklah asal-asalan dan bisa merepresentasikan budaya yang ada.