PAMERAN FOTOGRAFI “LALU KINI NANTI”, Untuk Regina dari 10 Seniman Jakarta

Oleh Unit Sumber Daya Informasi

Editor Unit Sumber Daya Informasi

Sepuluh orang seniman asal Jakarta yang sebelumnya mengadakan workshop fotografi, pada tanggal 19-28 Agustus 2004 ini telah menggelar hasil karyanya di Galeri Soemardja FSRD ITB. Pameran yang bertajuk “LALU KINI NANTI”-Untuk Regina dari 10 seniman Jakarta terselenggara atas kerjasama Goethe Institut Jakarta dengan Galeri Soemardja FSRD ITB. Nurdian Ichsan, Wakil Ketua Departemen Seni Murni FSRD pada saat menyampaikan sambutan pembukaannya, menyatakan bahwa nama Regina yang dimaksud adalah Regina Schmeken seorang fotografer wanita asal Jerman yang pernah menggelar karya-karyanya pada akhir februari 2004 yang lalu di Galeri Oktagon Jakarta Karya-karya Regina telah menginspirasi Alex Supartono untuk mengadakan workshop fotografi dimana hasilnya bias kita nikmati dalam pameran ini. Disela-sela pameran pada tanggal 20 Agustus 2004 dilakukan diskusi mengenai fotografi hasil karya Bela Ginanjar, Christina Phan, Evelyn Pritt, Heri Hermawan, Maya Ibrahim, Paul Kadarisman, Stefany Imelda, Timur angina, Trika J. simanjuntak dan Widya Sartika Amrin. Pada diskusi tersebut hadir sebagai pembicara Bapak Bambang S dosen Fotografi Universitas Pasundan. Kurator Galeri Soemardja Aminudin TH Siregar menyampaikan bahwa karya-karya foto dalam pameran kali ini, cukup menarik untuk disimak. Seperti layaknya foto garapan Regina Schmeken, foto-foto yang dipamerkan banyak menampilkan kepekaan seorang pribadi dalam meningkahi peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di sekitarnya. “Jika Regina Schmeken memiliki peristiwa tembok Berlin di Jerman, maka 10 fotografer Jakarta diwarisi peristiwa reformasi 1998, sebagai suatu ingatan, suatu fenomena yang pernah terjadi di Indonesia “, demikian menurut aminudi Kurator Galeri Soemardja dalam pengantarnya. Sebut saja “Mobet” karya Trika JS yang dibuat seolah-olah bergerak dari satu frame ke frame lainnya, “untitled” karya Paul K yang benar-benar mengusung sebuah subjektifitas dalam karyanya, atau juga karya Timur Angin yang menunjukkan kesuraman, karena menjadikan orang gila sebagai objek fotonya. Semuanya ini diramu dalam warna hitam putih yang seolah-olah berusaha menampilkan pesimisme fotografernya dalam memandang masa depan bangsa ini. (karina)