Pameran Sumatera Utara Lustrum VI UKSU ITB

Oleh alitdewanto

Editor alitdewanto

BANDUNG, itb.ac.id- Salah satu rangkaian acara dari Lustrum VI Unit Kesenian Sumatera Utara (UKSU) ITB ialah Pameran Sumatera Utara. Dalam pameran ini, ditampilkan berbagai ragam kebudayaan, kerajinan tangan, adat daerah, kesenian, dan berbagai ragam sentuhan khas Sumatera Utara. Pameran ini mengambil lokasi di Campus Center timur ITB, pada Jumat-Sabtu (01-02/10/09).

Multietnik

Sumatera Utara sendiri dikenal sebagai kawasan yang identik dengan suku Batak, yakni Batak Toba, Karo, Madailing, Pesisir Tapanuli Tengah, Simalungun, Pak-Pak Dairi, serta Nias. Selain itu, terdapat pula etnik perantauan seperti suku Jawa, Tamil, Cina, ataupun Melayu. Keragaman ini tak pelak mempengaruhi jenis-jenis kesenian yang dimiliki masing-masing etnik. Sebagai contoh, Batak Toba memiliki ensambel musik Gondang Sabangunan yang menggunakan alat musik gendang Toba. Gendang ini terbuat dari kayu nangka yang dilobangi di bagian dalamnya, kemudian ditutup dengan kulit lembu. Lain lagi dengan Karo yang memiliki ensambel Gendang Lima sedalen, dengan piranti yang lebih bervariasi.

Kebudayaan Batak juga identik dengan ulos. Ulos, secara harafiah, diartikan sebagai pemberi kehangatan badaniah dari udara dingin. Mangulosi berarti memberikan ulos untuk melambangkan pemberian kasih sayang dan kehangatan kepada penerima ulos. Dalam pameran, disuguhkan beragam motif dari ulos yang memiliki makna tersendiri, seperti kapan digunakan, disampaikan kepada siapa, atau dalam upacara adat yang bagaimana. Beberapa ulos yang dipamerkan seperti Sibolang, Bintang Maratur yang bermotifkan jejeran bintang teratur, Sitoluntuho-Bolean yang digunakan sebagai ikat kepala atau selendang wanita, dan Tarutung.


Disumbangkan untuk Danau Toba


Selain ajang memperkenalkan kebudayaan Batak, Pameran ini juga digunakan sebagai jembatan untuk membantu pengembangan daerah pariwisata di Danau Toba. Hingga saat ini, Danau Toba menjadi kawasan yang masih kurang diperhatikan sebagai daerah pariwisata, jelas Arion, salah satu guide pameran. Hal ini menjadi sangat disayangkan bila menilik keindahan dan potensi Danau Toba yang cukup potensial bila mendapatkan perhatian yang selayaknya.

Untuk itu, panitia bekerjasama dengan tiga pelukis/fotografer Batak yakni, Charlie M. Sianipar, Togar M. Sianipar, dan Palty O. Silalahi. Lukisan fotografi karya mereka dipajang dan dijual dengan harga dua juta rupiah per item. Hampir semua lukisan mengambil obyek tempat maupun kebudayaan Batak sendiri, seperti Salib Nomensen, Perahu Toba, dan Ukiran Patung Raja Sidabutar.

Terdapat pula pameran kuliner yang menyajikan masakan-maskaan khas Batak, seperti Bika Ambon, Ikan Arsik, Mantura, Lappet, Ombus-Ombus, dan Kacang Sibohuk. Ada pula miniatur Jabubolon, rumah adat Batak yang berbentuk rumah panggung. Keunikan dari rumah ini daalah adanya ruang kosong di bawah sebagai tempat beternak, dan tidak ada penyekat kamar atau ruangan-ruangan kecil di dalamnya.

Rangkaian kegiatan Lustrum dilanjutkan dengan Festival Vokal Grup, Pagelaran Sumatera Utara, serta Temu Alumni UKSU di Aula Barat ITB.

Beberapa lukisan fotografi: