Pemenuhan Kebutuhan Air Minum, Sanitasi, dan Hygiene (WASH) di Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Dosen Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Arief Sudrajat, Ph.D., menjadi salah satu narasumber dalam webinar “Exchange Forum Inclusive Evidence-Based Advocacy for Water, Sanitation, Hygiene (WASH) Development” pada (6/8/2020). Arief membawakan tema “Pemenuhan Kebutuhan Air Minum, Sanitasi, dan Hygiene (WASH) di Indonesia (Selayang Pandang)”.

Webinar tersebut diselenggarakan oleh Stichting Nederlandse Vrijwilligers (SNV) Netherland Development, sebuah organisasi internasional nonprofit dari Belanda yang memfasilitasi peningkatan pendapatan dan mempermudah akses pada basic service, dengan keahlian pada bidang agriculture, energy, water sanitation, and hygiene (WASH). SNV telah bekerja sama dengan banyak negara, salah satunya Indonesia.

Arief menjelaskan, mengapa WASH penting sebab merupakan hak asasi manusia secara global. Di Indonesia, sudah diakui namun hanya air minum saja yang diatur dalam UUD dan UU 17/2019: Air Minum. Sisi lainnya adalah WASH untuk penjagaan kesehatan masyarakat dari sudut Hak Kesehatan dan Lingkungan yang Sehat (UU 36/2009) dan Hak Lingkungan Hidup Baik Sehat (UU 32/2009). WASH juga penting karena termasuk urusan dan tugas pemerintahan, sebagaimana tercantum dalam UU No. 23/2014, UU No. 17/2019, Perpres No. 59/2017, dan Perpres No. 18/2020.

“Kita ingin mencapai masa depan yang berkelanjutan. Maka aspek WASH ini tidak dapat ditinggalkan, dan kita perlu terus bersama-sama mengadvokasi hal ini agar terlihat pentingnya pemenuhan kebutuhan WASH,” ujarnya.

Dalam pemenuhan WASH, Arief mengatakan, bahwa ia tidak ingin seorang pun tertinggal dalam pemenuhan WASH baik karena lokasi geografis, kelompok sosial-ekonomi, atau karakteristik individual. “Di sinilah peran pemerintah, bekerja sama dengan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut secara jelas dan terukur (isu equity),” jelasnya.
Pada tahun 2018, pemakaian AMDK serta isi ulang sangat tinggi pada beberapa provinsi dan terus meningkat (36,28%). Selain itu, dari aspek jaringan perpipaan, 10% air ledeng digunakan sebagai air minum. Sekitar 50% masyarakat juga menggunakan air tanah sebagai air minum.


“Di sini terlihat bahwa ternyata peran mandiri masyarakat dalam pemenuhan air minum dominan. Contohnya, kompetisi untuk pengeboran sumber air yang semakin dalam antarmasyarakat. Dalam hal ini, pemerintah harus tetap mendukung dalam kemandirian masyarakat (isu equity). Poin lain yang perlu diperhatikan adalah soal pencemaran air. Selain pencemaran industri, perlu diperhatikan bahwa pencemaran domestik juga berperan dalam kualitas air,” tambahnya.

Arief juga menjelaskan tentang konsep Pentahelix dalam isu WASH ini. Konsep ini menjelaskan bagaimana pelibatan pemangku kepentingan dalam keseluruhan proses yang mampu dan mau, konstruktif, memiliki jejaring, dan mewakili. Anggotanya adalah pemerintah, kampus, Organisasi Masyarakat Setempat (OMS), masyarakat, serta industri. Dalam konsep ini, diperlukan platform seperti media online untuk menjaring seluruh elemen, atau alat seperti Causal Loop Diagram (CLD).

“Berbagai isu penting lain terkait dengan WASH seperti penyakit, kualitas air, pengamanan air minum dan sanitasi. Permasalahan ini membimbing saya untuk merancang riset ke depan yaitu pengurangan air limbah domestik dan lumpur tinja yang tidak terolah, stop BABS, memastikan equity, pencapaian akses universal, pengembangan kapasitas nasional, pendanaan kreatif, peningkatan layanan, lingkungan, dan penguatan partisipasi masyarakat,” tutupnya.

Webinar lengkap dapat dilihat pada link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=0eX8Qin_Lis&feature=youtu.be

Reporter: Christopher Wijaya (Sains dan Teknologi Farmasi 2016)