Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Berbasis Gender

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami

BANDUNG, itb.ac.id – Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan, mengisi kuliah umum KU-4078 Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Rabu (24/2/2021). Kuliah umum ini kembali dilakukan secara daring melalui Zoom dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Institut Teknologi Bandung. Kuliah umum yang bertema “Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Berbasis Gender” ini dibuka oleh Prof. Dr.-Ing. Ir. Widjaja Martokusumo dan dipandu oleh Ardhana Riswarie S.Sn., M.A.

Siti memulai pemaparannya dari latar belakang terbentuknya Komnas Perempuan. Komnas Perempuan didirikan setelah terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa pada 1998. Hal ini tidak mendapat respons dari pemerintah sehingga menyulut semangat para perempuan untuk melakukan gerakan guna mendorong pemerintah saat itu.

Siti menjelaskan bahwa Komnas Perempuan ini bukan termasuk dalam lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, melainkan termasuk kedalam Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM).

Komnas perempuan memiliki beberapa tugas seperti meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya hak asasi perempuan dan melakukan pemantauan serta melaporkan kekerasan terhadap perempuan kepada lembaga yang berwenang.

Secara umum, Siti mengatakan bahwa kekerasan berbasis gender ini sama dengan kekerasan terhadap perempuan karena seringkali menyasar terhadap perempuan. Namun, bukan berarti kekerasan berbasis gender ini tidak terjadi pada laki-laki. “Kekerasan berbasis gender terjadi pada laki-laki, tetapi laporannya sedikit. Menurut data, kasusnya sangat mengalami ketimpangan terhadap perempuan,” tambah Siti.

Dilansir Rekomendasi Umum CEDAW no.19, Kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan yang langsung ditujukan pada perempuan karena ia perempuan, atau kekerasan yang memengaruhi perempuan secara proporsional. Kekerasan terhadap perempuan dibagi menjadi empat yaitu kekerasan terhadap fisik, seksual, psikologis, serta ekonomi. Kekerasan ini dapat terjadi di berbagai ranah seperti rumah tangga, komunitas, hingga negara.

Bukan Masalah Sepele

Kekerasan berbasis gender tidak bisa dianggap sepele karena memiliki dampak yang besar terhadap fisik, mental, seksual, dan ekonomi. Kekerasan ini bisa mengakibatkan korban mengalami cedera, depresi, hingga kematian.

Siti mengatakan bahwa kekerasan berbasis gender yang sering dialami perempuan merupakan manifestasi dari hubungan historis yang menempatkan perempuan tidak setara dengan laki-laki sehingga menghasilkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan. Bahkan dominasi ini membuat laki-laki melakukan pencegahan terhadap kemajuan perempuan. Hal – hal ini dianggap hal yang wajar karena hal ini dilanggengkan oleh beberapa individu, keluarga, hingga masyarakat. “Jadi secara inti kekerasan ini terjadi karena perempuan berada dalam posisi subordinasi (dinomor dua-kan),” ujarnya.

Setelah mengetahui dampak dan penyebabnya, tentu perlu dilakukan pencegahan, penanganan, hingga pemulihan terhadap korban yang mengalami kekerasan berbasis gender. Namun, untuk melakukan hal tersebut, perlu dilakukan sinergis antara individu, keluarga, komunitas, hingga negara. “Pencegahan, penanganan, dan pemulihan ini tidak bisa dilakukan individi per individua tau negara saja,” tutur Siti.

Dalam hal ini, Siti memaparkan pencegahan dan penanganan yang bisa dilakukan dalam konteks negara. Misalnya, memasukkan asas persamaan antara laki-laki dan perempuan dan membuat peraturan perundang-undangan yang tepat. Kemudian yang tak kalah penting, negara wajib menahan diri untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan.

Di akhir, Siti juga menjelaskan Tindakan yang harus dilakukan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan penanganan. Tidak hanya penanganan, pencegahan, pemulihan, tetapi juga perlindungan. Seperti pernyataan sebelumnya, diperlukan sinergis antara individu, keluarga, komunitas, hingga negara untuk mengambil peran dalam penanganan dan pencegahan kekerasan berbasis gender ini.

Reporter : Kevin Agriva Ginting, (TPB 2020)