Peneliti ITB Inovasikan Cangkang Biosilika Mikroalga untuk Material Pengurai Limbah dan Enkapsulasi Obat
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — LPPM ITB kembali mengadakan Workshop Series sebagai bagian dari pengenalan kontribusi ITB dalam dunia sains dan teknologi kepada masyarakat luas. Workshop Series Volume 15 kali ini mengangkat tema “Microalgae as a Source of Functional Biomaterials” yang disampaikan oleh Rindia Maharani Putri, Ph.D., dari KK Biokimia pada Kamis (16/3/2023).
BANDUNG, itb.ac.id — LPPM ITB kembali mengadakan Workshop Series sebagai bagian dari pengenalan kontribusi ITB dalam dunia sains dan teknologi kepada masyarakat luas. Workshop Series Volume 15 kali ini mengangkat tema “Microalgae as a Source of Functional Biomaterials” yang disampaikan oleh Rindia Maharani Putri, Ph.D., dari KK Biokimia pada Kamis (16/3/2023).
Mikroalga atau ganggang berukuran mikroskopis merupakan komponen ekosistem yang paling berperan dalam ketersediaan oksigen di atmosfer melalui proses fotosintesis. Berbeda dengan mikroorganisme lain atau tumbuhan pada umumnya yang memiliki dinding sel dari karbon, beberapa spesies mikroalga memiliki dinding sel yang tersusun atas cangkang biosilika. Jenis mikroalga berdinding biosilika ini kerap disebut diatom. Dengan teknologi yang tepat, ternyata cangkang biosilika dari diatom dapat diubah menjadi berbagai produk inovasi tepat guna yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang potensi pemanfaatan cangkang biosilika tersebut, Rindia dan tim melakukan penelitian menggunakan spesies diatom dari pantai di Kepulauan Seribu. Ekstraksi cangkang biosilika dari diatom dilakukan melalui proses oksidasi dan pembakaran pada suhu 550oC untuk menghilangkan seluruh unsur organiknya. Biosilika yang didapat dari proses ini memiliki struktur yang unik dengan permukaan yang luas dan berpori.
“Di bagian tepi permukaan biosilika terdapat pori-pori utama dengan ukuran ratusan nanometer. Di dalam pori-pori besar tersebut ada lagi pori-pori yang ukurannya lebih kecil yaitu sekitar 3 nanometer saja. Ini dinamakan sistem porihirarkis,” ujarnya.
Struktur porihirarkis memungkinkan biosilika untuk menyerap senyawa lain, salah satunya adalah nanopartikel titania. Titania sendiri adalah adalah salah satu senyawa fotokatalis yang dapat mempercepat laju reaksi dengan bantuan cahaya. Sehingga penyerapan titania oleh porihirarkis menghasilkan komposit biosilika nanotitania yang dapat digunakan dalam proses degradasi limbah pengolahan kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) dengan bantuan cahaya dari lampu xenon.
Rindia menjelaskan, “fotokatalis dalam penelitian kami dapat mendegradasi limbah POME dua kali lipat lebih banyak dibandingkan katalis tanpa menggunakan biosilika, yaitu sekitar 47% limbah yang dapat didegradasi dalam penelitian ini.”
Selain bermanfaat bagi lingkungan, struktur unik dari biosilika yang dimiliki diatom juga banyak digunakan sebagai bahan dalam proses enkapsulasi senyawa obat. Hal ini dikarenakan sifat biosilika yang stabil sehingga dapat melindungi senyawa obat dari degradasi maupun agregasi. Ke depan, laboratorium biokimia ITB akan mengembangkan pemanfaatan biosilika untuk proses enkapsulasi obat-obatan kompleks yang berbasis senyawa peptida, misalnya insulin. Penggunaan biosilika dalam proses enkapsulasi diharapkan mampu melindungi struktur insulin dari degradasi dalam sistem pencernaan sehingga efektivitasnya dapat dioptimalkan.
Rindia menutup pemaparannya denga berpesan, “dari proses penelitian ini kita diingatkan kembali untuk terus mempelajari dan memanfaatkan kekayaan alam Indonesia. Karena plankton kecil di laut kita sendiri seperti mikroalga ini ternyata punya manfaat besar jika bisa diproses dengan teknologi yang tepat.”
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)