Pentingnya Kualitas Ruang Publik untuk Dorong Masyarakat Rajin Bergerak

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id - Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sudah tidak menjadi kondisi darurat kesehatan global sejak Jumat (5/5/2023). Artinya, per tanggal tersebut, status pandemi telah resmi berakhir.

Namun, data pada bulan Mei 2023, menyatakan pandemi Covid-19 telah menyebabkan 6.932.591 jiwa di seluruh dunia meninggal dunia. Dengan demikian, hingga Mei 2023, rata-rata kematian akibat pandemi Covid-19 adalah 2.310.864 jiwa per tahunnya.

Jumlah korban akibat pandemi Covid-19 memang terbilang cukup tinggi, akan tetapi jika dibandingkan dengan pandemi perilaku kelembaman fisik (inactivity pandemic), hal tersebut pun tak kalah memprihantinkan.

Menurut data Nature (2017), kematian yang disebabkan perilaku kelembaman dapat mencapai 5.300.000 kematian per tahunnya di dunia. Bahkan, hingga kini pun masih berlangsung.

Sebagai informasi, kelembaman fisik merupakan perilaku keengganan bergerak warga masyarakat yang berdampak buruk bagi kesehatan. Hal ini pun dapat menurunkan harapan hidup seseorang.

"Hal ini terjadi, misalnya ketika seseorang lebih banyak duduk, tiduran di sofa sambil menonton tv atau banyak duduk di depan meja komputer," kata salah satu tim peneliti dari Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur (KK PA) SAPPK ITB, Dr. Ir. Mochamad Prasetiyo Effendi Yasin, M.Arch., M.A.UD., melalui keterangan resminya.

WHO pun menyatakan fenomena kelembaman fisik ini adalah pandemi bagi warga dunia. Bahkan, penyebab kematian utama di dunia, yakni stroke serta serangan jantung, dapat disebabkan oleh perilaku kelembaman fisik yang tidak sehat.

Masalah Kelembaman Fisik di Indonesia

Sayangnya, beliau menuturkan bahwa Indonesia menjadi negara yang mempunyai masalah kelembaman fisik yang serius. Menurut studi yang dilakukan oleh peneliti di Stanford, penduduk Indonesia memiliki masalah serius mengenai aktivitas berjalan kaki.

"Berdasarkan data penghitung langkah akselerometer dari ratusan ribu ponsel di seluruh dunia, rata-rata orang di Indonesia mengambil langkah paling sedikit per hari dibandingkan negara mana pun yang ditinjau oleh para peneliti," begitu menurut studi yang dilakukan peneliti Stanford.

Sebagai pembanding, penduduk China umumnya berjalan sebanyak 6.189 langkah per harinya, sementara masyarakat Indonesia hanya sebanyak 3.513 langkah per hari. Jumlah ini pun masih lebih rendah dibandingkan negara tetangga, Filipina, dengan jumlah 4.008 per harinya.

"Upayanya merubah perilaku masyarakat agar lebih sehat semestinya menjadi masalah kita semua. Baik pihak pemerintah, pihak swasta dan warga masyarakat," ujarnya.

Tingkatkan Kualitas Ruang Publik untuk Atasi Masalah Kelembaman Fisik

Salah satu yang hal yang dapat mengatasi masalah kelembaman fisik adalah membangun kebiasaan berjalan kaki. Indonesia perlu lebih mengkampanyekan berjalan kaki, sebagai aktivitas utama di dalam kota. Agar masyarakat pun lebih sehat dan sejahtera.

Dr. Prasetiyo menjelaskan ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan perannya agar masyarakat semakin leluasa. Pertama adalah soal kebijakan. "Keberpihakan dan pemberian insentive hendaknya diberikan pada moda transportasi yang dapat meningkatkan kesehatan bagi masyarakat, tidak menghasilkan polusi, dan berkelanjutan," ungkapnya.

Menurutnya kebijakan peraturan juga hendaknya mendukung serta memberikan perlindungan maksimal bagi non motorized transportation mode, seperti untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda.

Kemudian yang perlu diperhatikan adalah kualitas ruang publik, yang hendaknya dibangun dengan material serta kualitas pekerjaan yang prima. Tujuannya untuk makin menjamin keberlanjutan serta keselamatan pengguna.

Lalu integrasi sistem jalur pejalan kaki dan sepeda yang juga perlu diperhatikan dalam perencanaan strategis pemanfaatan ruang publik. Dalam perencanaan transportasi perlu pula memasukkan fasilitas pejalan kaki serta sepeda sebagai salah satu moda transportasi yang terintegrasi dengan jaringan perkotaan.

Ruang publik juga perlu memiliki ambience atau suasana dan karakter yang menyenangkan bagi pejalan kaki. Salah satu unsur yang penting adalah dengan kehadiran pohon-pohon di sekitarnya.

Tak hanya dapat melindungi diri dari panas matahari, semakin teduh pepohonan juga dapat membangun suasana yang menyenangkan bagi para pejalan kaki. Sehingga mereka juga dapat beraktivitas lebih lama di ruang publik.

ITB sebagai perguruan tinggi yang juga mengusung eco-campus dapat menjadi wadah yang strategis bagi perubahan perilaku masyarakat untuk lebih aktif bergerak.

Selain itu, mengoptimalkan fungsi ruang publik juga dapat menjadi cara untuk masyarakat lebih termotivasi lebih banyak bergerak dan beraktivitas di ruangan terbuka.

Hal ini sejalan dengan ITB yang juga telah mendukung langkah Pemerintah Kota Bandung (Pemkot Bandung) dalam program revitalisasi Jalan Ganesa. Jalan Ganesa sendiri merupakan salah satu ruang hijau sekaligus kawasan pendidikan yang ada di Kota Bandung.

Kawasan hijau di Jalan Ganesa dan kampus ITB, tidak hanya dapat menjadi contoh ruang publik yang nyaman bagi masyarakat. Namun dapat membangun perubahan perilaku serta gaya hidup masyarakat yang lebih sehat. Selain itu, ruang hijau di sini pun dapat membuat masyarakat lebih nyaman beraktivitas serta bersosialisasi.