Peringatan Hari Lingkungan Hidup; STOP Polusi Cekungan Bandung

Oleh prita

Editor prita

BANDUNG, itb.ac.id - Aksi damai mewarnai peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada sabtu (06/06/09) lalu. Berbagai elemen masyarakat (KAMMI, WALHI, dsb) termasuk mahasiswa ITB - diantaranya berasal dari Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB, Himpunan Mahasiswa  Teknik Lingkungan ITB, dan Ikatan Mahasiswa Arsitektur ITB, turut berpartisipasi dalam aksi long march dan penanda tanganan spanduk. Long march dimulai dari Babakan Siliwangi, menyusuri Jalan Ir. H. Juanda, dan berakhir di depan Bandung Indah Plaza. Mengatasnamakan Koalisi Masyarakat untuk Udara Bersih, mereka menyerukan pada masyarakat dan pemerintah Bandung untuk menghentikan pencemaran udara di cekungan Bandung.

Aksi damai tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan lingkungan Bandung yang kian tercemar. Masyarakat dihimbau untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Pemerintah pun diminta untuk memberikan peraturan yang memperketat pemakaian kendaraan bermotor serta masuknya wisatawan dari luar kota yang menambah padat kota Bandung. Di atas kain putih panjang yang dibentangkan di pintu masuk BIP, dukungan untuk membentuk Bandung yang berwawasan lingkungan dari para peserta aksi dan pengunjung mall dinyatakan dalam bentuk tanda tangan.

 

Bandung Saat Ini

Menurut Rahmat, salah satu anggota komunitas masyarakat peduli lingkungan hidup, saat ini jumlah kendaraan bermotor di kota Bandung semakin meningkat. Sementara itu, dimensi jalan tidak sesuai untuk menampung banyaknya kendaraan tersebut. Keadaan diperparah saat akhir minggu ketika Bandung dibanjiri kendaraan dari luar kota. Mayoritas kendaraan yang ada di kota Bandung sendiri, menurut Rahmat, adalah kendaraan berpelat B. Polutan yang berasal dari asap kendaraan bermotor kian meningkat, yang - ironisnya, justru tidak berasal dari kendaraan warga Bandung sendiri.

Selain itu, faktor geografis dan topografi Bandung turut berpengaruh. Terletak di cekungan dan dikelilingi gunung-gunung, kondisi demikian rupanya mempengaruhi atmosfir Bandung. Sirkulasi udara tidak lancar: terperangkap di antara gunung-gunung tersebut. Maka, saat kadar polutan mulai tinggi, udara tercemar akan terus terperangkap dan kembali lagi dihirup penduduk Bandung. Berbeda dengan Jakarta yang meskipun memiliki kadar polutan lebih tinggi namun udara dapat leluasa mengalir ke laut.

Belum lagi dengan kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Pertamanan, luas RTH Bandung sebesar 1.466 ha atau sekitar 8,76% dari seluruh luas wilayah Kota Bandung. Jauh dari kondisi ideal yaitu 30% luas. Lahan-lahan hijau dan pepohonan di kota Bandung kini banyak yang kehilangan fungsinya sebagai penyejuk kota dan peredam pencemaran; berganti dengan bangunan-bangunan komersial. Lingkungan Bandung semakin memprihatinkan.

Dampak lingkungan semakin terasa, terutama pencemaran udara. Jumlah penderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) kian meningkat. Lebih jauh kata Rahmat, dana yang dikeluarkan pemerintah untuk menangani masalah kesehatan masyarakat akibat polusi kota sepanjang tahun 2008 mencapai angka milyaran rupiah. Selain masalah degradasi lingkungan dan polusi, Bandung masih memiliki permasalahan utama yaitu sampah.