Pertemuan Guru Besar Enam PT BHMN: Menggagas Etika Sains PT

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Tanggal 31 Maret-1 April lalu, Majelis Guru Besar (MGB)/Dewan Guru Besar (DGB) dari enam Perguruan Tinggi (PT) yang telah berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) bertemu dan bertukar ide mengenai etika sains di Perguruan Tinggi. Keenam PT itu adalah Institut Teknologi Bandung (ITB) -sebagai tuan rumah-, Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Sumatera Utara (USU). Dalam pertemuan dua hari yang diselenggarakan di Gedung BPI, Jl Surapati 1 itu, setiap MGB/DGB mewakilkan satu guru besarnya untuk memberikan pemikiran mengenai etika dalam PT. ITB sendiri mewakilkan dua guru besarnya, Prof. M.T. Zen dan Prof. Imam Buchori. Menurut, Prof. Asis Djajadiningrat, Ketua MGB ITB, yang juga salah satu Guru Besar dari Departemen Teknik Lingkungan, pertemuan ini dinilai sangat signifikan dan strategis karena peran guru besar dalam sebuah sivitas akademika adalah sebagai 'guardian of values and moral duty'. "We are the flag carrier", ungkapnya. 'Values' semuanya terangkum dalam etika. Utamanya, dalam dunia pendidikan Indonesia di mana pendidikan etika sangat kurang diperhatikan, penggagasan kembali etika dalam PT akan memberikan sumbangan mendalam bagi kehidupan akademik. Apalagi, keenam PT yang berkumpul ini adalah enam PT yang telah berstatus BHMN; artinya, PT yang dianggap mandiri, mampu mengolah semua sumber dayanya dan diharapkan menjadi meningkatkan rate of competitiveness Indonesia dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi internasional. Dalam pertemuan ini, etika yang hendak digagas kembali meliputi etika dalam dunia sains, seni, penelitian, dan pendidikan. Yang juga unik dalam pertemuan ini, setelah pembukaan oleh Prof. Asis selaku Ketua MGB ITB dan Prof. Adang Surahman sebagai wakil dari Rektorat ITB, acara dimulai dengan pembicara tamu, KH AA Gym. AA Gym memberikan pencerahan mengenai etika. Di akhir kotbahnya, AA Gym menekankan bahwa 'harus mulai dari yang kecil' dan 'mulai dari sekarang.' Presentasi gagasan pertama diawali oleh Prof. Hardjono Sastrohamidjojo dari MGB UGM. Dalam presentasinya, beliau memberikan pemaparan secara universal mengenai etika dan moral, mulai dari sudut etimologis hingga peranannya dalam dunia modern serta hubungannya dengan aturan agama. Secara khusus, dibahas mengenai etika dalam penelitian serta diangkat isu plagiarisme. Prof. M.T. Zen dari MGB ITB memberikan pemaparan unik mengenai penentuan 'code of conduct in science' secara tidak langsung. Dalam presentasinya, beliau menekankan perlunya sistem perkumpulan guru besar yang baik dan sehat serta pentingnya peran profesor dalam memimpin penelitian. Tiap PT harus mengembangkan 'code of conduct'nya masing-masing dengan mulai bergerak dari kelompok kecil hingga ke skala institusi. Kelak, dalam sistem akademik PT itu, 'code of conduct' akan tumbuh sebagai 'build-in mechanism'. Prof. M.T. Zen juga mengusulkan agar MGB/DGB dari setiap PT mendesak transparansi sistem penilaian Dosen dari Dikti serta peningkatan gaji serta sistem keamanan sosial dosen. Prof. Kamanto Sunarto dari DGB UI hadir dengan kode etik guru besar UI. Selain itu, beliau juga mengangkat isu plagiarisme dengan menyajikan draft pedoman penyelesaian masalah plagiarisme di UI. Pada hari kedua, Prof. Rudy T. dari MGB IPB memberikan pandangan etika dari MGB IPB. Dalam presentasinya, beliau memberikan pedoman mengnai norma, etika, dan disiplin dosen, mulai dari prinsip ketika kerja, nilai dan prinsip moral, prilaku dosen, hingga sanksinya. Ketua Senat Akademik UPI, Prof. Asmawi Zainul memberikan pemaparan menganai etika sebagai 'moral driving force'. Masih dalam kaitannya dengan hal itu, dalam dunia pendidikan, menurutnya, ikatan antara norma etika pendidik terhadap profesi pendidikan itu tidak kuat. Karenanya, dorangan moral penting dalam pendidikan tinggi. Presentasinya juga mengusulkan pengembangan dua aspek etika secara simultan, yaitu (1) pengembangan etika pendidik (dosen/pengajar) -mencakup kualitas diri pendidik- serta (2) pengembangan etika profesi pendidikan -mencakup standar kemampuan dan komitmen pada kemajuan peserta didik serta kepada profesi. Selain itu, Prof. Asmawi mengusulkan bentuk jaringan masyarakat dosen dan guru besar lintas PT. Tujuannya adalah membentuk nilai-nilai moral yang menjadi orientasi tiap warga akademis PT. Prof. Jusmin dari MGB USU memberikan pemaparan mengenai posisi etika dalam kerangka pencerdasan manusia yang berkualitas dan berkarakter serta pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Beliau menghubungkannya dengan visi USU, yaitu sebagai 'University for Industry'. Dalam presentasinya, Prof. Jusmin mencoba mengangkat ekses dari efek Information and Communication Technology (ICT) dalam dunia akademik. Terakhir, Prof. Imam Buchori dari MGB ITB memberikan suatu pemaparan yang komprehensif dan lengkap mengeni pertimbangan dalam penyusunan etika akademis. Dalam makalahnya yang tebal, setelah pandangan dari sudut etimologis etika, Prof. Imam memulai perjalanan idenya dengan kesadaran bahwa etika itu unik dalam tiap budaya, termasuk budaya Indonesia. Contoh yang unik adalah masalah 'meniru'. Dalam budaya tradisional Indonesia, meniru tidak selalu identik dengan plagiat. Karya seni batik, ukiran, justru mencapai puncak refinement karena ditiru, diperbaiki, dan disesuaikan secara estafet dari generasi ke generasi. Kontroversi timbul saat Indonesia mulai terhegemoni oleh nilai Barat, mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Friksi etika juga terjadi dalam persinggungan antara agama dan sains. Masalah yang diangkat antara lain mengenai rekayasa genetik, menggambar model 'nude' dalam kuliah seni rupa, penggunaan kontrasepsi, dsb. Prof. Imam mengusulkan suatu bagan yang menggambarkan elaborasi misi tridharma PT. Bagan ini berisi empat aspek: penelitian, pendidikan, pengembangan teknologi, dan pengabdian masyarakat. Antar aspek mempunya hubungan satu sama lain, membentuk interaksi akademis, profesional, dan sosial. Dalam pemaparannya beliau mengusulkan pentingnya rumusan etika yang tertulis; beliau juga memberikan contoh etika akademis perkuliahan dalam sebuah bagan. Setelah rangkaian presentasi dari wakil keenam MGB/DGB PT BHMN, diadakan diskusi panel dan dilanjutkan dengan rekomendasi. Pertemuan ini ditutup setelah ibadah sholat Jumat, dengan farwell lunch. Keragaman ide mengenai etika dari pertemuan ini diharapkan menjadi sarana untuk saling melengkapi. Selanjutnya, disarikan rekomendasi pedoman etika yang berguna bagi kehidupan akademik keenam PT BHMN ini khususnya, dan kehidupan akademik PT lainnya di Indonesia. antonius krisna murti