Peserta KKN Tematik ITB Gerakan Bisnis Berbasis Masyarakat di Desa Kebonturi dan Geyongan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id — Peserta KKN Tematik ITB dari tema bisnis dan pengembangan masyarakat yang diwakili kelompok 10 dan kelompok 11 melakukan berbagai program kerja di Desa Kebonturi dan Geyongan, Kab. Cirebon. Program kerja yang dilakukan secara umum bertujuan untuk menghidupkan kembali bisnis berbasis masyarakat dalam bentuk pembaruan ide dan inovasi.
Ide pengembangan bisnis yang dibawakan oleh kelompok 10 adalah penciptaan produk khas Desa Kebonturi berupa bolu dengan campuran daun turi yang dikeringkan. Produk asli Desa Kebonturi ini dipasarkan dengan merk “Boluri”.
Inisiasi pengembangan Boluri dimulai dari kelompok ibu-ibu PKK sebelum diproduksi secara luas oleh masyarakat Desa Kebonturi. Tak hanya berupa bolu, kelompok 10 juga menghasilkan produk olahan lain dari turi berupa kue kering yang juga dipasarkan dengan merk dagang Boluri.
Muhammad Agil Farhandi (12120094) selaku ketua kelompok 10 menjelaskan, “UMKM di Kebonturi hanya didominasi warung dan pihak ketiga, yaitu distributor serta dropshipper. Jadi untuk produk khas Kebonturi tidak ada sama sekali, baik makanan maupun produk lainnya. Dari sini kami mencoba membuat inovasi produk yang menonjolkan ciri khas Desa Kebonturi yaitu Boluri.”
Selain produk utama yaitu Boluri, kelompok 10 juga menawarkan alternatif olahan lain dari tanaman turi seperti pecel, keripik, dan urap yang semuanya merupakan olahan bunga turi. Banyaknya variasi produk yang ada diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk semakin kreatif dan cermat dalam membaca peluang.
*Pelatihan budikdamber dengan RWS KOCI Masaro, dokumentasi kelompok 11 (Dok. Panitia KKN Tematik ITB)
Sementara itu, peserta KKN Tematik ITB dari kelompok 11 yang menangani bisnis dan pengembangan masyarakat Desa Geyongan juga menginisiasi inovasi bisnis baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan warga. Inovasi tersebut hadir dalam bentuk budidaya ikan dalam ember (budikdamber) yang mengintegrasikan sistem perikanan dengan pertanian sayur hidroponik. Ide budikdamber dipilih karena sebagian besar masyarakat Desa Geyongan bekerja pada sektor agraris yang sudah tidak asing dengan pertanian dan peternakan.
Budikdamber yang dibawakan kelompok 11 menggunakan ikan lele yang dikombinasikan dengan Red Water System (RWS). Sistem budidaya ini menggunakan Konsentrat Organik Cair Istimewa (KOCI) Masaro hasil temuan Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D. Dalam memberikan pelatihan kepada masyarakat, kelompok 11 turut mengundang Tri Hardono, alumni UGM yang sukses beternak lele menggunakan RWS KOCI Masaro.
“Untuk sistem pelatihannya kami mengundang dua kelompok besar, yang pertama Kelompok Wanita Tani (KWT), dan satu lagi adalah kelompok Majelis Nurul Jadid. Setelah pelatihan kami memberikan 40 paket budikdamber kepada warga yang terdiri dari ember besar, pot hidroponik, bibit kangkung, bibit lele, dan buku panduan budikdamber yang kami susun sendiri,” ungkap ketua kelompok 11, Alfi Syahrul Miftahul Huda (11420020).
Selain menciptakan peluang dalam bentuk inovasi bisnis baru, kedua kelompok KKN tersebut juga melakukan pelatihan bisnis digital untuk menunjang keberjalanan industri yang sudah ada di masyarakat. Digitalisasi bisnis dinilai sangat penting bagi keberlanjutan UMKM di kedua desa karena pergeseran preferensi dan perilaku konsumen menuju ke arah solusi berbelanja online yang lebih mudah dan praktis. Melalui berbagai upaya yang telah dilakukan, masyarakat di kedua desa diharapkan mampu mengembangkan UMKM yang stabil sesuai potensi yang ada guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat desa ke arah yang lebih baik.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)