Pidato Guru Besar ITB: Pengelolaan Air Tambang: Aspek Penting Dalam Pertambangan yang Berwawasan Lingkungan
Oleh
Editor
Bandung, itb.ac.id – Majelis Guru Besar ITB kembali menggelar pidato Ilmiah dua anggotanya di Balai Pertemuan Ilmiah ITB pada hari Jumat lalu (9/3). Salah satu diantaranya adalah Prof. Rudy Sayoga Gautama dari prodi Teknik Pertambangan ITB. Judul pidato ilmiah beliau adalah “Pengelolaan Air Tambang : Aspek Penting Dalam Pertambangan yang Berwawasan Lingkungan”. Sarjana Teknik Pertambangan ITB tahun 1981 ini merupakan ketua Kelompok Keahlian Teknik Pertambangan ITB dan saat ini aktif sebagai anggota Tim Teknis pada Tim Independen Kementrian Lingkungan Hidup.
Secara garis besar, pidato beliau dapat dikelompokkan menjadi empat bagian utama. Yang pertama adalah perkembangan pertambangan Indonesia. Kegiatan pertambangan telah berlangsung selama beberapa ratus tahun yang lalu, namun pertambangan yang signifikan baru terjadi sejak awal tahun 1970-an dipicu oleh masuknya invetor pertambangan dunia dan semakin berkembangnya tenaga ahli pertambangan Indonesia. Menurut USGS (http://www.minerals.usg.gov/mineral/pubs/commodity) pada tahun 2005, produksi timah Indonesia menduduki peringkat ke-2 pada tingkat dunia, tembaga di peringkat ke-3, nikel di peringkat ke-4, dan emas di peringkat ke-8. Bahkan Indonesia juga menduduki peringkat ke-2 sebagai negara pengekspor batubara uap.
Selanjutnya beliau membahas dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan. Pertambangan selalu mempunyai dua sisi, yaitu sebagai pemicu kemakmuran ekonomi dan berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Rangkaian kegiatan pertambangan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan eksplorasi, penambangan atau eksploitasi serta pengolahan dan pemurnian. Kegiatan penambangan memiliki beberapa dampak penting, seperti dampak sosial, ekonomi, dan budaya serta menurunnya kualitas air sebagai akibat erosi yang dipicu oleh terbukanya lahan serta reaksi pelindian air tambang dengan batuan (air asam tambang) dan karena limbah.
Bagian yang selanjuntya dibahas adalah air asam tambang (acid mine drainage). Air asam tambang (AAT) terbentuk sebagai hasil oksidasi mineral sulfide tertentu yang terkandung dalam batuan oleh oksigen di udara pada lingkungan berair. Di Indonesia penelitian dan pengembangan AAT belum terkoordinasi dengan baik. Penelitian dan pengembangan AAT yang intensif terutama dilakukan oleh perusahaan pertambangan internasional, seperti PT Freeport Indonesia (PTFI), dengan melibatkan peneliti maupun konsultan internasional. Atas inisiatif Prof. Rudy Sayoga Gautama bekerja sama dengan Departemen Pertambangan dan Energi RI, pada tahun 1996 dilaksanakan Seminar “Air Asam Tambang di Indonesia” yang pertama di Aula Barat ITB. Lingkup penelitian dan pengembangan tentang AAT mencakup, a) prediksi pembentukan asam, b) metode pencegahan dan mitigasi air asam tambang. Metode prediksi yang digunakan adalah uji statik dengan memperhitungkan kesetimbangan material pembentuk asam (pirit) dan penetral asam (alkali) yang dikenal dengan Acid-Base Accounting (ABA). Uji kenetik dikembangkan untuk memprediksi kualitas air lindian dari batuan yang berpotensi membentuk asam (PAF). Selain itu pemodelan reaksi pembentukan AAT juga dikembangkan terutama untuk menjelaskan reaksi kimia pembentukan AAT, katalisasi oleh mikroorganisme dan proses pelindian. Penelitian dan pengembangan mengenai upaya-upaya pencegahan dan mitigasi AAT terfokus pada: pencegahan secara kimiawi pembentukan AAT, pencegahan katalisasi pembentukan AAT oleh mikroba, dan pengelolaan PAF dengan pendekatan geoteknik serta pengolahan AAT baik secara aktif maupun pasif.
Pada bagian terakhir pidato, beliau menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan air tambang dan integrasi pada perencanaan tambang. Mengingat bahwa lebih dari 95% tambang di Indonesia adalah tambang terbuka, maka pemahaman tentang karakteristik hujan di wilayah pertambangan yang pada umumnya memiliki intensitas hujan yang tinggi tentunya sangat diperlukan. Sektor pertambangan merupakan salah satu sector yang masih dapat diandalkan untuk pembangunan Indonesia ke depan. Tantangan terbesar adalah upaya berkelanjutan untuk menyempurnakan praktek pertambangan yang baik (Good Mining Practices/GMP) dengan focus meminimalkan, atau jika mungkin, meniadakan dampak terhadap lingkungan, terutama dampak terhadap lingkungan perairan.
Secara garis besar, pidato beliau dapat dikelompokkan menjadi empat bagian utama. Yang pertama adalah perkembangan pertambangan Indonesia. Kegiatan pertambangan telah berlangsung selama beberapa ratus tahun yang lalu, namun pertambangan yang signifikan baru terjadi sejak awal tahun 1970-an dipicu oleh masuknya invetor pertambangan dunia dan semakin berkembangnya tenaga ahli pertambangan Indonesia. Menurut USGS (http://www.minerals.usg.gov/mineral/pubs/commodity) pada tahun 2005, produksi timah Indonesia menduduki peringkat ke-2 pada tingkat dunia, tembaga di peringkat ke-3, nikel di peringkat ke-4, dan emas di peringkat ke-8. Bahkan Indonesia juga menduduki peringkat ke-2 sebagai negara pengekspor batubara uap.
Selanjutnya beliau membahas dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan. Pertambangan selalu mempunyai dua sisi, yaitu sebagai pemicu kemakmuran ekonomi dan berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Rangkaian kegiatan pertambangan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan eksplorasi, penambangan atau eksploitasi serta pengolahan dan pemurnian. Kegiatan penambangan memiliki beberapa dampak penting, seperti dampak sosial, ekonomi, dan budaya serta menurunnya kualitas air sebagai akibat erosi yang dipicu oleh terbukanya lahan serta reaksi pelindian air tambang dengan batuan (air asam tambang) dan karena limbah.
Bagian yang selanjuntya dibahas adalah air asam tambang (acid mine drainage). Air asam tambang (AAT) terbentuk sebagai hasil oksidasi mineral sulfide tertentu yang terkandung dalam batuan oleh oksigen di udara pada lingkungan berair. Di Indonesia penelitian dan pengembangan AAT belum terkoordinasi dengan baik. Penelitian dan pengembangan AAT yang intensif terutama dilakukan oleh perusahaan pertambangan internasional, seperti PT Freeport Indonesia (PTFI), dengan melibatkan peneliti maupun konsultan internasional. Atas inisiatif Prof. Rudy Sayoga Gautama bekerja sama dengan Departemen Pertambangan dan Energi RI, pada tahun 1996 dilaksanakan Seminar “Air Asam Tambang di Indonesia” yang pertama di Aula Barat ITB. Lingkup penelitian dan pengembangan tentang AAT mencakup, a) prediksi pembentukan asam, b) metode pencegahan dan mitigasi air asam tambang. Metode prediksi yang digunakan adalah uji statik dengan memperhitungkan kesetimbangan material pembentuk asam (pirit) dan penetral asam (alkali) yang dikenal dengan Acid-Base Accounting (ABA). Uji kenetik dikembangkan untuk memprediksi kualitas air lindian dari batuan yang berpotensi membentuk asam (PAF). Selain itu pemodelan reaksi pembentukan AAT juga dikembangkan terutama untuk menjelaskan reaksi kimia pembentukan AAT, katalisasi oleh mikroorganisme dan proses pelindian. Penelitian dan pengembangan mengenai upaya-upaya pencegahan dan mitigasi AAT terfokus pada: pencegahan secara kimiawi pembentukan AAT, pencegahan katalisasi pembentukan AAT oleh mikroba, dan pengelolaan PAF dengan pendekatan geoteknik serta pengolahan AAT baik secara aktif maupun pasif.
Pada bagian terakhir pidato, beliau menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan air tambang dan integrasi pada perencanaan tambang. Mengingat bahwa lebih dari 95% tambang di Indonesia adalah tambang terbuka, maka pemahaman tentang karakteristik hujan di wilayah pertambangan yang pada umumnya memiliki intensitas hujan yang tinggi tentunya sangat diperlukan. Sektor pertambangan merupakan salah satu sector yang masih dapat diandalkan untuk pembangunan Indonesia ke depan. Tantangan terbesar adalah upaya berkelanjutan untuk menyempurnakan praktek pertambangan yang baik (Good Mining Practices/GMP) dengan focus meminimalkan, atau jika mungkin, meniadakan dampak terhadap lingkungan, terutama dampak terhadap lingkungan perairan.