Pidato Wisuda, Prof. Reini Wirahadikusumah Berbagi Pandangan tentang Lifelong Learning

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Wisuda Ketiga Tahun Akademik 2020/2021 pada Sabtu (17/7/2021). Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D. menyambut wisudawan sekaligus menyampaikan pidato secara daring. Wisuda belum bisa digelar tatap muka disebabkan masih dalam situasi pandemi Covid-19.

Prof. Reini membuka pidatonya dengan mengucapkan selamat kepada wisudawan dari berbagai jenjang, baik Program Doktor, Program Magister, Profesi Insinyur, maupun Program Sarjana. Dia kemudian berbagi pandangannya tentang pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning). Menurutnya, lifelong learning merupakan sebuah kearifan. Belajar tidak begitu saja berhenti saat mahasiswa menempuh studi formal.

“Dengan perkataan lain, belajar merupakan hal yang baik untuk terus-menerus kita jalani dalam berbagai area kehidupan, baik di tempat kerja, dalam interaksi sosial, maupun di lingkungan keluarga,” ujar Rektor ITB yang menjabat sejak 2020 itu.

Prof. Reini juga menjelaskan bahwa lifelong learning memiliki perbedaan dari formal learning yang ditempuh di sekolah atau kampus. Pembelajaran di sekolah atau kampus memiliki kurikulum yang telah dirancang, tahapan pembelajaran yang terstruktur, serta tujuan dan target yang telah ditetapkan. Sementara lifelong learning pada umumnya berbentuk infomal, relatif tidak berstruktur, dengan tahapan yang berpola zig-zag, dan tanpa tujuan atau target yang tetap.

Lifelong learning sendiri termasuk praktik pembelajaran yang dilakukan secara sukarela. Hal ini didorong oleh motivasi tertentu yang berkaitan dengan lingkungan atau keadaan hidup seseorang. Seseorang yang menjalankan ini boleh jadi mendapat manfaat yang relatif luas.

Kendati demikian, lifelong learning bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Seseorang yang menjalaninya akan menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan-tantangan itu setidaknya berkaitan dengan masalah waktu, biaya, dan motivasi diri. Sebab, dalam kehidupan sehari-hari, ketiga hal itu memiliki batasnya masing-masing.
“Selain ini semua, kita tidak bisa bersandar pada penilaian dan pengakuan publik atas capaian yang kita raih lewat informal learning. Tidak ada gelar baru dan ijazah. Di sini diperlukan cara-cara kreatif untuk mendemonstrasikan keterampilan atau pengetahuan yang kita raih, agar dapat diterima oleh orang-orang lain,” tambah Guru Besar dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB itu.

Pada kesempatan yang sama, Rektor ITB menjelaskan tentang volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity (VUCA). Secara singkat, volatility berkaitan dengan perubahan-perubahan cepat yang terjadi tanpa terduga; uncertainty berkenaan dengan keterbatasan dalam memprediksi dan mengantisipasi masa depan; complexity merujuk pada adanya keterkaitan antara satu hal dengan hal yang lain, sehingga perubahan satu menimbulkan perubahan lain; dan ambiguity berkenaan dengan nilai-nilai, ukuran-ukuran, yang tidak lagi berpola ‘hitam-putih’, sehingga pendekatan ‘one size fits all’ dan ‘best practice’ tidak bisa sepenuhnya berlaku.

Menurut Prof. Reini, beberapa kondisi saat ini memenuhi konsep VUCA. Apalagi pandemi Covid-19 tengah melanda dunia. Namun, sebagai konsep, VUCA bukanlah sebuah ancaman. VUCA justru berkaitan dengan paradigma tentang hubungan antara manusia, pengetahuan, dan tatanan kehidupan.

“Pengetahuan manusia adalah hal yang fundamental bagi perkembangan peradaban. Tanpa pengetahuan tidak akan terjadi perkembangan peradaban,” ujar Prof. Reini. “Yang ingin disampaikan melalui konsep VUCA tersebut adalah bahwa kita tidak bisa terlalu dini menyimpulkan bahwa pengetahuan manusia telah mencapai kebenaran yang final, bahwa kriteria penilaian manusia telah mencapai kebaikan yang final.”

Prof. Reini mengatakan, kesadaran akan adanya peristiwa-peristiwa yang bercirikan VUCA tersebut telah mendorong dirumuskannya program-program riset baru yang semakin berpola multidisiplin, yang dilaksanakan secara kolaboratif. Peristiwa-peristiwa itu juga berguna dalam pengembangan program-program studi baru sekaligus menegaskan pentingnya lifelong learning.

Prof. Reini kemudian mengucapkan terima kasih kepada para orang tua, karena telah memercayakan anak-anaknya untuk menempuh pendidikan di ITB. Prof. Reini juga berpesan agar lulusan ITB bisa terus berkarya. Prestasi wisudawan adalah prestasi ITB. Begitu pun sebaliknya. Pada Wisuda Juli 2021, ITB mewisuda sebanyak 1.901 wisudawan dengan rincian wisudawan Program Doktor sebanyak 45 orang, Program Magister sebanyak 595 orang, Program Profesi Insinyur sebanyak 107 orang, dan Program Sarjana sebanyak 1.154 orang.