Prof. Ade Sjafruddin: Angkutan Umum, Solusi Kunci Kemacetan Jakarta

Oleh Ahmad Furqan Hala

Editor Ahmad Furqan Hala

BANDUNG - itb.ac.id, Permasalahan kemacetan Jakarta belakangan kembali terdengar semakin nyaring bagi masyarakat Indonesia terutama warga Jakarta. Berbagai solusi telah dikemukakan dan bahkan sudah mulai dilaksanakan oleh pemerintah kota Jakarta, seperti pembangunan Jalan Layang Non Tol (JLNT) serta rencana pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Selain itu beberapa tokoh nasional juga sudah melemparkan solusi untuk permasalahan ini. Prof. Ade Sjafruddin, guru besar rekayasa transportasi, Fakultas Teknologi Sipil dan Kelautan ITB angkat bicara mengenai permasalahan ini.

Kemacetan dapat didefinisikan sebagai kondisi di mana kebutuhan lebih besar dibanding fasilitas yang menunjang pemenuhan kebutuhan tersebut. Misalnya pada suatu angkutan umum, hanya terdapat 10 seat saja, sedangkan terdapat 15 penumpang yang ingin naik, maka terjadi kemacetan. Begitu pula dengan kondisi jalan. Fasilitas jalan raya yang ada di Jakarta tidak dapat mengakomodasi banyaknya kendaraan yang akan melewati jalan tersebut, sehingga terjadi kemacetan. Hal ini dapat terjadi akibat laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang jauh lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan fasilitas jalan raya.

Sampai saat ini, sudah ada beberapa rancangan penyelesaian masalah kemacetan yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta, seperti pembangunan Jalan Layang Non Tol (JLNT) yang baru saja disetujui oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) Rabu (24/04/13) lalu. Dengan adanya pembangunan JLNT, pemerintah DKI mengharapkan dapat mengurangi kemacetan yang terjadi. Akan tetapi, pilihan ini sebenarnya bukanlah pilihan yang efisien untuk mengatasi permasalahan kemacetan yang terjadi di Jakarta. Pembangunan JLNT tentu saja dapat mengurangi kemacetan, tapi hanya akan berlaku efektif selama beberapa tahun ke depan saja jika tidak dilakukan penekanan terhadap laju peningkatan jumlah kendaraan.

Selain JLNT, beberapa solusi lain yang sudah dilemparkan ke masyarakat adalah pemberlakuan disinsentif terhadap kendaraan pribadi, seperti peningkatan pajak kendaraan dan harga BBM serta adanya batasan jumlah penumpang dalam satu kendaraan. Selain itu juga dilakukan penerapan insentif bagi kendaraan umum seperti subsidi oleh pemerintah sehingga tarif kendaraan umum bisa menjadi lebih murah. Akan tetapi metode ini tidak sepenuhnya berhasil dilakukan. Masih terdapat kecurangan-kecurangan yang terjadi seperti ditemukannya joki-joki insentif dan pelanggaran terhadap larangan yang sudah diberlakukan. Hal ini juga berlaku untuk metode contra flow, yang hanya efektif pada beberapa ruas jalan saja namun masih tetap menimbulkan kemacetan pada beberapa titik.

Solusi lain yang sempat mencuat di kalangan masyarakat adalah program motor masuk tol dan gratis tol. Saat ditanyai mengenai solusi ini, Ade berpendapat bahawa solusi ini sebaiknya tidak dilaksanakan.  Pengendara motor umumnya tidak terlalu berhati-hati dalam mengendarai motornya pada kecepatan tinggi sehingga dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas akibat motor. Jika program motor masuk tol dilaksanakan, hal ini dapat mengarah pada tingkat kecelakaan lalu lintas yang lebih besar. Untuk program gratis tol, Ade menerangkan bahwa program ini bergantung pada kemampuan dan kesiapan pemerintah dalam mengelola tol.

"Jalur tol adalah program kerjasama antara pihak pemerintah dan swasta, sehingga dilakukan upaya pengembalian modal melalui tarif tol. Biasanya ada konsesi yang dilakukan pada awal kerjasama, sekitar 30-40 tahun. Jika setelah itu pemerintah mampu mengelola dan menjaga kualitas jalan tol, barulah program gratis tol ini dapat dijalankan," kata Ade.

Pengembangan Kualitas Angkutan Umum

Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi didominasi oleh kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum. Akibatnya, kebanyakan warga lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum. Padahal, jika saja 50% pengguna kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum, permasalahan kemacetan ini dapat dihindarkan. Secara teknis, peningkatan penggunaan angkutan umum dapat menjadi solusi kunci permasalahan kemacetan Jakarta.

"Penggunaan kendaraan umum sebagai alternatif perjalanan tentu saja harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kualitas layanan untuk menarik minat warga. Pilihan kendaraan umum yang sesuai adalah angkutan umum massal yang berbasis rel, seperti Mass Rapid Transit (MRT), monorail dan lainnya. Kapasitasnya besar dan jalur yang dilewatinya pun berbeda dengan kendaraan lainnya", jelas Ade.

Peningkatan kapasitas dan kualitas layanan angkutan umum sebaiknya ditimpali dengan edukasi yang baik untuk masyarakat. Masyarakat, yang akan menggunakan fasilitas umum ini sebaiknya diberi pemahaman bahwa fasilitas ini adalah fasilitas bersama, milik bersama. Masyarakat juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk memperlancar program peningkatan kualitas dan kapasitas angkutan umum, seperti tidak merusak dan ikut memelihara fasilitas tersebut.

"Pemerintah tidak bisa terus menerus disalahkan dalam hal ini. Masyarakat juga memiliki porsi tanggung jawab yang tidak kalah besar dibandingkan pemerintah," kata Ade.

Sumber foto: kompasiana.com, urbanrail.net