Program Pembinaan Profesi Dasar Insinyur: Langkah Persiapan menyambut MEA 2015

Oleh Mega Liani Putri

Editor Mega Liani Putri

BANDUNG, itb.ac.id - Pada bulan Desember 2015, Indonesia akan secara resmi menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini akan menjadi sebuah tonggak baru dari perkembangan ASEAN dimana sudah tidak akan ada lagi batasan bagi aliran komoditas dan tenaga kerja. Sebagai sebuah perguruan tinggi berbasis teknologi yang mayoritas lulusannya merupakan sarjana teknik, ITB harus mempersiapkan para lulusannya agar dapat bersaing secara global. Untuk meningkatkan kualitas lulusan, terdapat banyak program yang dijalankan oleh ITB, salah satunya adalah mengadakan program pembinaan terkait keprofesian.

"Materi yang diberikan di perkuliahan memang sudah cukup komprehensif, tapi akan dibutuhkan juga pemahaman yang baik mengenai keprofesian. Dua hal ini adalah hal yang berbeda," tutur Dr. T.M.A. Ari Samadhi selaku Kepala Prodi Teknik Industri & Manajemen Rekayasa Industri saat memberi sambutan pembukaan Program Pembinaan Profesi Dasar Insinyur hari Kamis (21/5/15) lalu. Program ini diadakan oleh Program Studi Teknik Industri dan Manajemen Rekayasa Industri yang bekerja sama dengan Badan Nasional Kejuruan Teknik Industri Persatuan Insinyur Indonesia (BNKTI-PII) selama 2 hari (21-22/5/15), bertempat di ruang 9231 GKU Timur.

Selama 2 hari, sebanyak lebih dari 200 mahasiswa/i sarjana Teknik Industri, Manajemen Rekayasa Industri, dan mahasiswa/i magister Teknik & Manajemen Industri (TMI), mengikuti pembekalan materi keprofesian yang mencakup pengenalan organisasi Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Undang-Undang Keinsinyuran, Etika Profesi, Sistem Keamanan, Kesehatan Kerja & Lingkungan (K3L), Pendidikan Anti Korupsi, Komunikasi Efektif, serta Teknik Presentasi. Rangkaian materi ini diberikan oleh berbagai narasumber yang didatangkan dari berbagai latar belakang.

Pentingnya Peran Insinyur Bagi Perkembangan Industri Indonesia


"Menurut BAPPENAS, diproyeksikan bahwa industri Indonesia akan tumbuh sebanyak 8% pada tahun 2019. Sehubungan dengan berkembangnya perindustrian, maka kebutuhan insinyur juga semakin meningkat," papar Ir. Rudianto Handojo selaku pembicara. Rudianto memaparkan bahwa rasio jumlah insinyur dan penduduk Indonesia masih termasuk salah satu yang paling rendah di ASEAN. Hal ini seharusnya menjadi bahan evaluasi dan menjadi titik tolak untuk meningkatkan jumlah insinyur di Indonesia.

"Insinyur berada pada posisi yang mampu untuk berkompetisi secara global, dengan kompetensi berbasis IPTEK. Dalam mengembangkan IPTEK, Indonesia harus memiliki sumber daya manusia yang kuat. Dalam 15 tahun terakhir, hal ini kurang diperhatikan dan sudah terjadi de-industrialisasi," tambah Rudianto. Insinyur diharapkan dapat melakukan transfer IPTEK ke Industri Kecil & Menengah (IKM) yang mayoritas SDM-nya berpendidikan rendah.

Selanjutnya, dipaparkan mengenai konten dari Undang-Undang Keinsinyuran yang disahkan pada Februari 2014 lalu. UU ini berisikan hak dan kewajiban seorang insinyur dan dapat dijadikan landasan untuk berkompetisi. Tidak hanya itu, UU ini dapat merangsang penguatan penumbuhan pengembangan dan pemanfaatan teknologi di bidang industri agar dapat berdaya saing dalam kompetisi global.

Yasmin Aruni
ITB Journalist Apprentice 2015