SAPPK Selenggarakan Webinar Menuju Pencapaian SDGs

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) menyelenggarakan webinar kedua dengan topik SDGs, Kamis, 10 September 2020. Webinar ini diisi oleh beberapa narasumber ekspertis yang berkaitan dengan topik di antaranya, Amalia Adininggar Widyasanti S.T., M.Si., M.Eng., Ph.D., Prof. Arief Anshory Yusuf, Dr.Ir. Tito Prakoso, M.Eng. dan dipandu oleh Ir. Teti Armiati Argo, MES., Ph.D. sebagai moderator.

Pada sesi pertama Amalia menyampaikan paparan mengenai SDGs dalam perencanaan pembangunan Indonesia pascapandemi COVID-19. Menurutnya dampak pandemi bagi pembangunan di Indonesia memang sudah tidak dapat dipungkiri lagi, perekonomian Indonesia diprediksi akan tumbuh negatif sebesar 3% atau mengalami resesi. Arus modal keluar (capital outflow) dari Indonesia Januari – Maret 2020 mencapai Rp145,28 triliun.

“Walaupun Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal 2 tetapi Indonesia tidak sendiri, karena negara lain pun mengalaminya seperti Filipina yang mengalami kontraksi sebesar -16.48% dan India mengalami kontraksi sebesar -23,9%,” ujar Amalia.

Ada beberapa dampak COVID-19 terhadap target SDGs di beberapa poin seperti memengaruhi tingkat kemiskinan dan kelaparan juga berpengaruh pada ketidaksetaraan di mana jumlah pengangguran semakin meningkat. Saat ini, pemerintah sudah memberikan respons kebijakan dalam rangka menghadapi COVID-19 yang dijalankan dalam empat tahap yaitu penguatan fasilitas kesehatan, melindungi kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha, mengurangi tekanan sektor keuangan, dan melakukan program pemulihan pasca COVID-19.

Tidak hanya merespons kebijakan saat pandemi saja, pemerintah juga sudah memiliki rencana pembangunan pasca COVID-19 dengan menjadikan COVID-19 sebagai transformasi atau radical change. Terdapat empat aspek yang akan dilakukan transformasi yaitu, percepatan, pemulihan industri, pariwisata dan investasi, reformasi sistem kesehatan nasional, reformasi sistem perlindungan sosial, dan reformasi sistem ketahanan bencana.

Pada sesi webinar kedua, Prof. Arief menyampaikan paparan mengenai tantangan pencapaian agenda SDG-8 (pertumbuhan ekonomi) dan SDG-16 (kelembagaan). Prof. Anshor menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang sustained (terus menerus) dan inklusif sangat sentral dalam pencapaian SDGs. Hal-hal yang sentral untuk mencapainya adalah pengetahuan, produktivitas, inovasi, sains dan teknologi riset atau disebut dengan new growth theory.“Ketika membicarakan pertumbuhan ekonomi dalam konsep SDGs adalah pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang, Ini bukan tentang ukuran besarnya ekonomi tapi tentang kesehjateraan,” ujar Prof. Arief.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi bisa dengan inovasi yang terus-menerus dikembangkan, ada beberapa faktor yang memengaruhi untuk malas berinovasi yaitu luck hypothesis, geography hypothesis negara yang ada di ekuator cenderung kurang berinovasi karena terlalu terlena dengan sumber daya yang dimiliki, culture hypothesis, dan institution hypothesis yang sebenarnya bisa dikontrol. Menurut Rodrik dkk. (2004) hanya faktor institusi yang robust dalam menentukan pertumbuhan. Solusi yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan konsep keadilan untuk pertumbuhan sebagai prasyarat memperoleh pertumbuhan ekonomi tinggi.

Pada sesi webinar yang terakhir, Tito menyampaikan paparan mengenai penguatan SDG-7 untuk lingkungan binaan yang berkelanjutan. Ada beberapa capaian SDG-7 secara global di antaranya, populasi global tanpa akses ke listrik menurun menjadi sekitar Rp840 juta pada 2017 dari 1.2 miliar pada 2010, populasi tanpa akses ke solusi memasak bersih (clean cooking berjumlah 2.9 miliar pada tahun 2017 berkurang dari 2.96 pada tahun 2010, total konsumsi energi final dari energi terbarukan per 2016 adalah 17.5% dari 16.6% pada tahun 2010, dan intensitas energi prime rglobal adalah 5.1 megajoule per dolar AS (MJ/USD) pada tahun 2016 dari 5.9 MJ/USD pada tahun 2010.

Di akhir webinar ini Teti Armiati sebagai moderator menyampaikan kesimpulan bahwa perlunya akselerasi dalam bertindak agar bisa terlibat dalam pemulihan dan transformasi yang lebih baik sehingga pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.

Reporter: Diah Rachmawati (Teknik Industri, 2016)