Seminar “Peran Media dalam Proses Pembangunan Bangsa dan Karakter Bangsa”, Sebuah Pencerahan Bangsa
Oleh Krisna Murti
Editor Krisna Murti
Hari Rabu tanggal 29 Maret 2006 lalu Majelis Guru Besar ITB menggelar seminar sehari berjudul “Peran Media dalam Proses Pembangunan Bangsa dan Karakter Bangsa”. Acara yang dimulai pukul 09.00-16.00 WIB ini mengambil tempat di Aula Barat ITB. Acara ini merupakan kerjasama antara Majelis Guru Besar ITB dengan media yang tergabung dalam TV club. Majelis Guru Besar ITB yang memprakarsai acara ini semula menggagas ide dari keinginan Komisi Kebangsaan untuk memberikan kontribusi nyata bagi bangsa. Maka rekan-rekan media yang nasionalis turut bergabung dan membentuk TV club.
Pembicara yang hadir dalam acara ini antara lain Jakob Oetama, Peter F. Gontha, Ishadi S.M dan M.T. Zen. Sedangkan moderator yang memandu acara tersebut ialah Sudjana Sapiie dan Gede Raka. Acara ini sengaja menghadirkan para profesional media yang memiliki idealisme terhadap kemajuan bangsa. Para profesional ini bekerjasama dengan guru-guru besar ITB memberikan pandangan-pandangan baru mengenai peran media dalam pendidikan bangsa. Seminar kali ini merupakan acara awal untuk mengusung sebuah proses pembaharuan media. Proses untuk mengubah media yang selalu mengacu pada profit menjadi media yang edukatif dan entertaining.
Pada sesi pertama Jakob Oetama dan Peter F. Gontha memberikan paparan mengenai kondisi media saat ini. Pengaruh media terutama televisi di Indonesia saat ini sangat besar. Media merupakan sarana informasi dan pembentuk mental bangsa. Menurut Peter F. Gontha, sebuah penelitian menemukan bahwa penduduk Indonesia menonton televisi 50 jam per minggu, anak-anak Indonesia menonton televisi selama 20 jam per minggu. Bisa dibayangkan bagaimana tayangan televisi berpengaruh pada pemikiran dan mentalitas masyarakat Indonesia.
Padahal tayangan televisi Indonesia saat ini bisa dibilang hampur 70 % hanya berupa drama, bukan tayangan yang mendidik. Tayangan drama yang ditampilkan sepuluh televisi nasional juga hanya melulu pada tema kekerasan, kejahatan, mistik dan pelecehan (seksual maupun profesi). Jika tayangan televisi Indonesia terus minim kualitas pendidikan seperti saat ini, akal dan mental bangsa pun ikut minim. Oleh karena itu, media perlu “pagar” atau frame yang mengatur kebebasan media yang seringkali kebablasan.
Sesi kedua yang digelar usai makan siang bersama menghadirkan Ishadi S.M., direktur utama Trans TV dan seorang pengamata teknologi-pembangunan, M.T. Zen. Kedua pembicara banyak berbicara mengenai bangsa Indonesia saat ini butuh pencerahan untuk bangkit dan maju. Salah satu cara yang efektif untuk pencerahan ialah kontribusi media dalam pendidikan dan pencerdasan bangsa. Menurut Ishadi S.M., pihak media terdiri atas dua yaitu pihak yang memiliki idealisme dan pihak bisnis (selalu memikirkan profit). Keseimbangan antara dua pihak ini dapat menjadi kunci bagi kemajuan bangsa. Kedua pembicara pun sepakat bahwa pihak akademisi dan media harus berada dalam satu langkah bersama mencerdaskan anak bangsa demi masa depan bangsa yang lebih baik. Akan tetapi langkah ini harus didukung bersama, karena pembangunan bangsa tidak semata tanggung jawab media.
(Ima N.P.)