SITH ITB Bangun Instalasi Teknologi Biofilter untuk Tingkatkan Kualitas Air Budidaya Udang Putih di Subang

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Perikanan budi daya merupakan bagian penting dari sektor perikanan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi perikanan tanah air selalu meningkat setiap tahun. Pada 2010, perikanan Indonesia memproduksi 11.662 ribu ton dan meningkat menjadi 20.817 ribu ton pada tahun berikutnya.

Prof. Dr. Gede Suantika dari SITH ITB mengungkapkan bahwa subsektor perikanan juga memiliki 10 komoditas ekspor strategis, misalnya udang vannamei (udang putih). “Provinsi Jawa Barat berada di peringkat ketiga produsen utama setelah Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kontribusi Jawa Barat adalah sebesar 14,98% dari produksi udang vannamei nasional,” sebutnya.

Kabupaten Subang adalah salah satu wilayah dengan produksi udang vannamei terbesar di provinsi tersebut. Luas lahan budidaya tambak potensial di sana berkisar 14.300 hektar, namun baru sebagian kecil yang dimanfaatkan. KKP mencatat pada 2012, rata-rata produksi udang di Kabupaten Subang adalah sebesar 1.223,24 ton.

Besarnya potensi luas lahan budidaya tambak membuat kabupaten tersebut, khususnya di Kecamatan Blanakan, ditetapkan sebagai wilayah implementasi program revitalisasi udang vannamei oleh KKP sejak akhir 2012.

Meskipun demikian, beberapa tahun terakhir ini, produksi udang di Kecamatan Blanakan terus menurun. Fenomena ini diduga terjadi akibat adanya risiko produksi, seperti fluktuasi produktivitas yang cukup besar. Menurut beberapa kajian, kualitas sumber air yang terus memburuk juga turut menurunkan kelulushidupan udang yang dibudidayakan.

Berdasarkan kondisi di atas, sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat, Prof. Dr. Gede Suantika beserta peneliti lainnya dari SITH ITB berkomitmen untuk menganalisis tingkat keberlanjutan usaha budidaya udang vannamei di Kecamatan Blanakan pada 2022. Analisis dilakukan dengan menilai berbagai indikator keberlanjutan yang kemudian dikonversi menjadi sebuah skala menurut kriteria yang telah ditentukan secara saintifik.

“Budi daya perairan yang berkelanjutan adalah budi daya yang memproduksi organisme perairan secara cost-effective sekaligus masih menjalin keharmonisan dengan ekosistem dan komunitas yang ada di lingkungannya, tetapi tetap profitable sehingga dapat terus berjalan dan memberikan manfaat,” Prof. Dr. Gede menjelaskan.

Hasil observasi menunjukkan bahwa pada salah satu lokasi tambak budidaya udang di Kecamatan Blanakan, air yang digunakan hanya melalui pemeliharaan secara fisik. Air dilewatkan melalui filter fisik, lalu dialirkan ke dalam tandon penampungan. Cara tersebut membuat kualitas air buruk karena beberapa parameter fisika-kimia seperti amonium, nitrit, dan nitrat, yang toksik tidak difiltrasi terlebih dahulu.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, tim SITH ITB membangun instalasi teknologi biofilter yang disesuaikan dengan luas kolam reservoir sebelum dialirkan menuju kolam budidaya. Biofilter dibuat dari beton berlapis atau fiberglass yang kuat dan tahan lama. Setelah itu, dilakukan inokulasi bakteri nitrifikasi yang mampu mengkonversi senyawa toksik menjadi nitrat. Pengkondisian biofilter ini dilakukan selama satu minggu. Selanjutnya, kualitas air dan komunitas mikroba dianalisis untuk mengetahui kinerja alat dalam memperbaiki kualitas sumber air budidaya. Sampling tersebut dilakukan pada beberapa titik, yakni inlet, tangki biofilter, dan outlet.

Menurut hasil pengukuran, biofilter terbukti dapat meningkatkan kualitas air budi daya dan berada pada rentang optimal untuk dipakai pada tambak udang vannamei.

*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB.

Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)