SITH ITB Galakan Pencerdasan tentang Perlindungan Ekosistem dari Spesies Invasif

Oleh Cintya Nursyifa

Editor Cintya Nursyifa

BANDUNG, itb.ac.id - Keanekaragaman hayati dan ekosistem Indonesia diwarnai berbagai flora dan fauna endemik. Namun seiring dangan perkembangan ekosistem yang dinamis, keanekaragaman tersebut terancam dengan masuknya tanaman invasif. Sebagai sosialisasi mengenai informasi tersebut, ITB melalui Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), mengadakan kuliah umum yang bertema"Pengelolaan Spesies Invasif Asing di Indonesia". Kegiatan yang terwujud atas kerjasama SITH ITB dengan Puslitbang dan FORIS (Forest and Invasif Alien Spesies) ini diselenggarakan pada hari Rabu (25/11/15) di ruang Auditorium Visual Lantai 4 Perpustakaan Pusat ITB. Pemaparan materi tersebut disampaikan oleh narasumber terkait yang berlatar belakang dosen, profesional, dan mahasiswa. Adapun narasumber yang hadir adalah Dr. Setyawati, Dr. Sukisman Tjitrosoedirdjo, Dr. Dian Rosleine, dan Aruna Pradipta (Biologi 2011).

Tumbuhan invasif umumnya tumbuh dominan pada suatu wilayah. Pertumbuhannya sangat cepat bahkan mampu menekan pertumbuhan jenis tumbuhan lain yang pada akhirnya merusak ekosistem di wilayah tersebut. Tumbuhan ini kemudian dapat merugikan baik ekonomi, ekologi, maupun lingkungan. Tumbuhan invasif berbeda dengan gulma, perbedaannya adalah objek dari ancaman yang ditimbulkan. Gulma mengancam aktivitas, keberadaan tanaman budidaya, hingga aktivitas manusia. Tanaman invasif mengancam ekosistem dan kestabilan lingkungan secara luas. Hal tersebut diakibatkan oleh oleh sifat-sifat yang dimilikinya, seperti laju pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat, produksi benih yang besar, kematangan benih lebih awal, penyebaran yang mudah, berkembangbiak tidak hanya dari biji, toleransi tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan, tidak memiliki musuh alami di tempat barunya, menghasilkan zat kimia penghambat tanaman jenis lain, dan memiliki tajuk pohon dan akar yang rapat. Tumbuhan invasif mampu menguasai ekosistem dan menyebabkan jenis tumbuhan asli kehilangan tempat tumbuh bahkan dapat pula mematikan jenis tumbuhan asli dengan cara menutupi tajuk pohon.

Penyebaran Tanaman Invasif di Indonesia


Keberadaan lautan, pegunungan, atau gurun menjadi batas alam yang berfungsi sebagai pembatas pergerakan makhluk hidup sehingga seara alami akan sulit mengalami perpindahan dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Pada kondisi ini mereka hidup normal dengan kondisi yang seimbang. Perkembangan peradaban manusia menyebabkan jenis-jenis tersebut berpindah dari tempat aslinya yang kemudian bersifat invasif di tempatnya yang baru. Perpindahan jenis tumbuhan invasif, khususnya jenis asing umumnya melalui dua cara yaitu sengaja dan tidak sengaja. Perpidahan secara sengaja melibatkan campur tangan manusia akibat tujuan ekonomi, penelitian, bisnis, hobi, pangan, dan perlindungan hutan (misalnya Taman Nasional dengan tanaman sebagai sekat bakar).

Perpindahan dengan tidak sengaja misalnya terbawa akibat kegiatan transportasi dan aktivitas wisata hingga akhirnya tanaman invasif tersebar di berbagai wilayah. "Kehadiran spesies invasif adalah ketika kita gagal me-manage suatu sistem dengan baik," ungkap Dr. Sukisman.
Selain hewan yang memakan tanaman invasif, masyarakat sekitar berperan dalam penyebaran spesies invasif dalam suatu ekosistem (taman nasional). Misalnya masyarakat menjadikan Acacia (invasif) sebagai komoditi. Seiring meningkatnya tuntutan lahan Acacia, lahan savana terancam terdegradasi. Terdegradasinya lahan dapat dilihat dari hasil penginderaan satelit, contohnya pemetaan penyebaran tanaman invasif terhadap Taman Nasional Baluran yang terdiri dari savana, hutan sekunder, hutan primer dan Acacia nilotica yang dipresentasikan oleh Aruna pada pemaparannya.


Perlindungan Ekosistem Lokal dari Ancaman Spesies Invasif Asing

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang memliki ekosistem yang khas dan unik. Keanekaragaman hayati dalam taman nasional memiliki banyak manfaat seperti untuk sandang, pangan, papan, kesehatan, keilmuan, keindahan, serta sebagai sumber plasma nutfah potensial. Masuknya tumbuhan  invasif dapat merusak lingkungan ekosistem taman nasional. Beberapa kasus tumbuhan invasif yang telah mengancam taman nasional antara lain: (i) akasia (Acacia nilotica) di Taman Nasional (TN) Baluran yang menganggu banteng dan rusa; (ii) Mantangan (Meremia peltata) di TN Bukit Barisan Selatan yang mengganggu harimau, badak, dan gajah; (iii) Eceng Gondok, Putri Malu dan Kirinyuh di TN Wasur yang menganggu flora dan fauna asli; (iv) Konyal, eklan, kecubung, kirinyuh, pisang kole di TN Gunung Gede Pangrango yang menganggu flora dan fauna asli; dan (v) Langkap (Arenga Obtusifolia) yang menganggu badak di TN Ujung Kulon.

Solusi mengenai hal tersebut adalah melalui penanganan tumbuhan invasif yang dapat terbagi ke dalam beberapa cara yaitu: (i) peraturan dan hukum, misalnya pencegahan penyebaran melalui
undang-undang karantina; (ii) cara mekanis, misalnya disiangi atau ditebang; (iii) cara kimiawi, misalnya menggunakan pestisida; (iv) cara biologi, menggunakan musuh alami; dan (v) pemanfaatan tanaman tersebut baik menjadi pupuk maupun biogas.