Studium Generale ITB: Budaya Ilmiah Unggul ITB untuk Membangun Ekosistem Riset Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Institut Teknologi Bandung kembali menyelenggarakan Studium Generale (SG) KU 4078 pada Semester I Tahun Akademik 2022/2023. SG perdana di semester baru ini diselenggarakan pada Rabu (24/8/2022) dengan mengundang Sekretaris Bidang Penelitian LPPM ITB Dr.rer.nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc., untuk membawakan topik “Budaya Ilmiah Unggul ITB untuk Membangun Ekosistem Riset Indonesia”. Meskipun sebagian besar kegiatan perkuliahan di ITB sudah dilaksanakan secara luring, SG masih dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting dan Live YouTube.
Penanaman Budaya Ilmiah Unggul (BIU) menjadi salah satu misi penting ITB sebagai lembaga akademik. Seperti yang disampaikan oleh Rektor ITB pada Temu Awal Semester, BIU mencakup bagaimana kita sebagai insan akademik menekankan sikap yang mencintai ilmu, kebenaran dan kejujuran, serta semangat menghasilkan yang terbaik.
“Istilah ini (Perangai Ilmiah) merujuk kepada penguasaan sikap bagi setiap individu untuk lebih menjunjung tinggi pemikiran yang logis dan rasional,” jelas Dr. Rino di awal pemaparannya. Perangai Ilmiah adalah suatu sebutan lain dari Budaya Ilmiah Unggul yang dipopulerkan oleh Jawaharlal Nehru pada tahun 1946.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan pengalaman dari University of Glasgow, BIU dapat kita turunkan ke budaya riset yang ditumbuhkan dengan tiga langkah yakni memulai riset dari apa yang kita ketahui, lalu langsung mempraktikkannya (tidak hanya menjadi kebijakan semata), dan tetap memulainya meskipun belum bisa melihat bagaimana riset ini selesai dan apa yang akan dihasilkan.
“Penting untuk kita catat bahwa apa yang kita hasilkan (dalam penelitian) harus selalu dituliskan dalam sebuah artikel dan dipublikasikan di sebuah jurnal,” tegasnya.
ITB sudah mulai mempublikasikan artikel dalam sebuah jurnal sejak tahun 1952, meski saat itu masih menjadi bagian dari Universitas Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Laboratorium Bosscha tersebut menghasilkan hingga 3348 sitasi. Adapun artikel pertama yang dihasilkan ITB setelah berdiri sendiri dipublikasikan tahun 1961 pada Jurnal Science yang membahas tentang Katak Jawa. Seminar ini juga membahas sekilas mengenai topik-topik riset unggulan ITB dari berbagai fakultas dan dosen-dosen muda yang memiliki publikasi Q1 terbanyak.
Dalam 5 tahun terakhir, ITB berhasil untuk terus meningkatkan jumlah publikasi jurnal Q1. Hal ini berimbas pada kenaikan posisi ITB secara signifikan menurut QS World University Rankings yang kini menempati ranking ke-235. Walaupun ranking ini masih di bawah UGM, namun ITB masih menjadi perguruan tinggi paling unggul dalam publikasi jurnal Q1 yakni sebesar 36.3%. Selain itu, ITB juga berusaha mengejar ketertinggalan jumlah publikasi dari negara lain di ASEAN dengan cara berkolaborasi bersama NTU dan MIT, bahkan hingga menjadi top collaborator mereka di Indonesia.
Untuk memfasilitasi pengembangan Budaya Ilmiah Unggul di ITB, LPPM ITB menyediakan berbagai program riset yang dapat dimanfaatkan oleh dosen maupun mahasiswa, termasuk kolaborasi dengan peneliti dunia, serta acara diseminasi keilmuan dalam Workshop Series LPPM ITB 2022 yang direncanakan akan memiliki 30 episode pada akhir tahun ini. Di akhir pemaparannya, pembicara berharap agar Budaya Ilmiah Unggul ITB tetap dijaga karena memiliki fungsi untuk membangun ekosistem riset di Indonesia dan mendorong ITB untuk menjadi garda terdepan riset di Indonesia.
“Tujuan dari kuliah ini adalah memberikan wawasan dan inspirasi kepada mahasiswa, terutama hal-hal yang tidak ter-cover dalam mata kuliah di prodi masing-masing. Oleh karena itu, saya berharap para mahasiswa bisa memanfaatkan materi, inspirasi-inspirasi yang bisa diambil dari mata kuliah Studium Generale ini dan akhirnya bisa mewarnai semangat belajar selama di ITB. Khususnya, setelah lulus nanti sudah bisa membawa diri sebagai insan akademik yang tumbuh dari ITB ini,” ucap Direktur Kemahasiswaan ITB Dr. G. Prasetyo Adhitama, S.Sn., M.Sn., dalam sambutannya pada saat membuka acara.
Reporter: Ristania Putri Wahyudi (Matematika, 2019)