Tantangan dan Peluang Industri Halal di Indonesia dan Dunia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini sebenarnya dapat menjadi potensi yang bagus bagi Indonesia dalam mengembangkan industri berbasis halal. Demikian disampaikan oleh Prof. Sukoso selaku Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama RI saat memberikan kuliah umum Studium Generale KU-4078, di Aula Barat ITB, Rabu (13/3/2019).
Halal dikatakannya tidak hanya terbatas pada bidang makanan dan minuman, tetapi juga dapat dikembangkan pada bidang jasa, produk, dan kesehatan. Produk yang jelas sertifikasi halalnya, tidak hanya memberikan rasa aman bagi penduduk muslim tetapi juga penduduk non-muslim. Sayangnya, potensi yang bagus ini kurang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, sehingga saat ini lebih banyak konsultan pengawasan produk halal yang berasal dari negara lain ujarnya.
Agar mampu bersaing dalam pasar indutri halal di dunia tentu jalannya tidak mudah, ia mengatakan terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi Indonesia. Salah satu kendala eksternal ialah Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada tahun 2015 dan bergabungnya Malaysia dan Brunei Darussalam sebagai Halal Hub, sehingga akan menambah panjang jalur ekspansi pasar Indonesia ke internasional.
Selain tantangan eksternal, Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan internal, diantaranya adalah kesadaran berkompetisi masyarakat yang lemah, tidak sadarnya masyarakat Indonesia akan standardisasi halal dan pemahaman hukum yang kurang.
Prof. Sukoso kemudian memaparkan, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia seharusnya mempunyai tempat yang strategis di industri halal dunia. Tetapi pada kenyataannya, Indonesia bahkan tidak masuk ke dalam 10 besar industri makanan, rekreasi, dan kosmetik dan obat-obatan halal global. Tetapi di sisi lain, Indonesia sudah mulai bisa bersaing di bidang keuangan syariah, wisata halal dan busana muslim di dunia.
Dalam rangka mendukung pengembangan industri halal Indonesia, Kementrian Agama membentuk Badan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang bertugas melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Dengan dibentuknya BPJPH ini diharapkan masyarakat atau pelaku usaha lebih mudah mengurus sertifikasi halal dan mengembangkan usaha mereka,” ucapnya.
Dalam proses penerbitan sertifikasi halal, dijelaskan Prof. Sukoso, setidaknya ada tiga komponen yang bekerja di dalamnya yaitu BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tahap pertama yang harus dilakukan oleh pelaku usaha adalah mengajukan permohonan kepada BPJH. Adapun yang harus diserahkan adalah dokumen, data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, dan proses pengolahan produk. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan dan pengujian produk oleh LPH dan jika kehalalan sudah terjamin maka selanjutnya adalah penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal MUI.
Kedepannya, pelaku usaha di Indonesia diharapkan lebih memanfaatkan peluang dan fasilitas yang disediakan pemerintah tersebut. Indonesia sendiri masih mempunyai banyak potensi yang belum dikembangkan secara maksimal baik itu dalam bidang sumber daya alam maupun jasa. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim yang besar seharusnya dapat menjadi penjamin produk halal terbaik di dunia kedepannya. “Kalian saudara semuanya harus luar biasa sekali bersyukur, dan semoga generasi nanti akan menguasai industri halal global, itu harapan kami,” tambahnya.
Kuliah umum Studium General ini merupakan mata kuliah pilihan yang diikuti lebih dari 500 orang mahasiswa Institut Teknologi Bandung. Bertujuan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa agar dapat berpikir kritis dan menempatkan diri sebagai bagian dari solusi atas berbagai persoalan bangsa, ITB telah mengundang tokoh-tokoh penting di Indonesia sebagai narasumber.
Reporter: Shafire Anjani (Desain Produk 2017)