Terbang Tinggi: Kisah Mahasiswa ITB Faza Marpaung di Coventry University, Berjuang Mengukir Prestasi di Aerospace Engineering
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Mahasiswa International Undergraduate Program Aerospace Engineering angkatan 2020, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD), Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Faza Abel Jonggara Marpaung, menimba ilmu di Coventry University, Inggris. Dia mengikuti program studi Applied Mechanical Engineering melalui program double degree.
Faza mengikuti International Double Degree Program dari Program Studi Aerospace Engineering dan Mechanical Engineering di FTMD ITB. Program ini merupakan kerja sama FTMD dengan mitra perguruan tinggi di luar negeri. Melalui program tersebut, Faza berkesempatan mendapatkan gelar ganda dari FTMD ITB dan Coventry University.
Banyak pengalaman yang Faza bagikan selama menjalani perkuliahan dan kehidupan di luar negeri. Di tempatnya tinggal, dia merasakan sejumlah perbedaan. Salah satunya tidak ada azan yang kerap dia dengarkan saat di Indonesia. Masjid terdekat untuk Salat Jumat berjarak 3 km dari apartemennya. Biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit untuk menuju masjid. Oleh karena itu, Salat Jumat kerap dilakukan di basketball court.
Selain itu, dia dapat menikmati berbagai fasilitas transportasi publik sehingga dapat bepergian ke kota lain. Faza memberikan saran kepada teman-temannya yang akan datang ke Inggris untuk membeli Railcard agar bisa mendapatkan diskon hingga 50 persen untuk perjalanan kereta. Dia pun menyampaikan kerap adanya keterlambatan maupun pembatalan perjalanan menggunakan kereta di Inggris. Hal ini perlu menjadi perhatian jika kelak akan melanjutkan pendidikan di sana.
Dia juga menyampaikan bahwa di tempatnya tinggal, cuaca sangat dingin. "Di sini (Coventry) dingin banget, hanya 7 derajat Celsius sekarang," ujarnya saat diwawancara secara daring pada Jumat (1/3/2024).
Selain itu, dari segi budaya, dia bersyukur karena sebagai seorang muslim berdarah Jawa Batak, dia belum pernah mengalami rasisme. “Justru orang Inggris itu ternyata toleran juga. Tidak selalu buruk seperti yang diberitakan,” tuturnya. Dia bahkan sempat akrab dengan owner kafe yang sangat ramah di Stasiun Inverness.
Dari segi bahasa, Faza mengakui terkadang sulit menangkap sejumlah aksen yang berbeda di Inggris. Diketahui, terdapat lebih dari 40 aksen yang digunakan di Inggris, seperti dilansir dari studysmarter.co.uk. Meski begitu, berbagai hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk mendapatkan pengalaman berharga selama tinggal dan belajar di Inggris.
Di tengah kesibukannya, Faza yang telah meraih berbagai penghargaan di bidang aviasi ini tetap fokus pada tugas akhirnya yang bertema "Simulation of Aircraft Safety Strategies for Vicinity Drone Operations". Melalui penelitiannya, dia berusaha membuat solusi pencegahan terjadinya intrusi drone ke daerah terlarang di bandara. Research ini bukanlah hal baru baginya karena Faza telah sukses memublikasikan dua paper bertajuk "Evaluation of Wing Gap Variation on Box Wing UAV with Computational Fluid Dynamics” dan “CFD-Based Evaluation of Wingtip Device by Trailing Edge Curve Variation on Low Reynolds UAV” yang dipublikasikan di IEEE International Conference on Aerospace Electronics and Remote Sensing Technology (ICARES) 2022 dan 2023.
Dengan dedikasi dan semangatnya, Faza menjadi teladan bagi mahasiswa lain di ITB dan di seluruh Indonesia. Pengalaman yang dia dapatkan di Coventry University tidak hanya memperkaya pengetahuannya dalam bidang teknik mesin dan dirgantara, tetapi juga mengasah keterampilan adaptasi dan ketahanan dalam menghadapi berbagai tantangan di lingkungan internasional.
Dengan berbagai pengalaman dan pembelajaran yang didapatkannya, Faza siap untuk kembali ke tanah air dan berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Semangatnya dalam mengejar impian dan menghadapi tantangan menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Reporter: Syabina Er Said (Teknik Dirgantara, 2020)