Tim Mahasiswa ITB Juara 1 Nasional Plant Design MetalFest, Rancangkan Pabrik Alumina Terbaru bagi Indonesia
Oleh Raja Parmonang Manurung - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

BANDUNG, itb.ac.id - Tiga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam tim bernama PT Rekatama Alumina Refinery meraih juara pertama kompetisi Plant Design MetalFest 2024. Kompetisi bertema "Innovative Downstream Solutions for a Sustainable Metallurgical Industry" ini menekankan pentingnya inovasi dalam mendukung hilirisasi yang berkelanjutan di sektor metalurgi.
Kompetisi tingkat nasional ini bertujuan mendorong inovasi dan kreativitas dalam merancang pabrik pengolahan mineral yang efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Kompetisi ini menjadi wadah peserta untuk merancang solusi konkret bagi industri metalurgi di Indonesia, khususnya dalam konteks hilirisasi sumber daya mineral. Peserta diharapkan dapat menghasilkan desain pabrik yang inovatif, yang mampu mengintegrasikan penggunaan teknologi mutakhir, meminimalkan dampak lingkungan, serta mengoptimalkan penggunaan energi dan sumber daya.
Pada kompetisi ini, tim ITB yang berasal dari Program Studi Teknik Metalurgi ITB, berhasil merancang pabrik dengan baik dan menerima penganugerahan di Aula Timur ITB pada 13 Februari 2025.
Tim yang beranggotakan Revio Seviano Sasmito, Rahma Rizqi Alhayya, dan Muhammad Adzikra Nazhar mengusulkan pabrik hilirisasi bauksit menjadi alumina. Tim melihat aluminium memiliki urgensi yang lebih tinggi untuk diolah.
“Berdasarkan data ekspor Indonesia tahun 2021. Indonesia berhasil mengekspor bauksit sebanyak 23,2 juta ton per tahun dengan keuntungan yang dicapai sekitar 555,5 juta USD per tahunnya. Di sisi lain, alumina diekspor hanya sebanyak 574,1 ribu ton per tahun dengan keuntungan sebesar 245,3 juta USD per tahunnya,” tutur Adzikra.
Keuntungan yang didapat per ton dari penjualan alumina jika dibandingkan dengan penjualan bauksit jauh lebih besar. Dengan cadangan bauksit yang cukup besar, pemerintah belum cukup menaruh perhatian kepada hilirisasi aluminium ini jika disandingkan dengan komoditas lainnya, seperti nikel dan tembaga.

Pabrik yang didesain oleh tim cukup strategis. “Pabrik ini kami desain di Kabupaten Sanggau yang berada di Pulau Kalimantan dengan umur proyek adalah 30 tahun,” ujar Revio.
Revio mengatakan bahwa tim memilih menggunakan proses bayer dalam pengolahan bauksit menjadi alumina. Proses bayer adalah proses pemurnian bijih bauksit menjadi alumina.
Proses pemurnian bauksit dimulai dengan penghilangan silika reaktif dan dilanjutkan dengan pelarutan alumina dengan menggunakan caustic soda. Proses ini pun tetap berlanjut setelah alumina larut.
“Setelah alumina larut, solid dan liquid dipisahkan dengan penambahan flokulan. Liquid yang sudah dipisahkan dengan solid dipresipitasi sehingga terbentuk alumina hidrat. Alumina hidrat kemudian dikalsinasi untuk menghasilkan smelter grade alumina (SGA) dengan kadar alumina 98,7%,” ucap Revio. Adapun sisa hasil pengolahan (SHP) akan diolah lagi sehingga kaustik yang diolah dari SHP akan diambil untuk digunakan kembali pada proses digesti lagi.

Adapun mata kuliah Rancang Pabrik yang didapatkan sebagai capstone project selama perkuliahan sangat membantu. “Kita merancang pabrik dari awal, langkah demi langkah. Kita mencoba menuangkan ilmu yang telah kita pelajari selama perkuliahan ini dalam perancangan pabrik ini,” tutur Revio.
Dari proses panjang kompetisi, mereka mendapatkan banyak kesan. “Aku banyak belajar dari lomba ini bahkan mengenai kebijakan pemerintah dan pelaku usaha pertambangan,” ujar Adzikra.
Tim menyadari bahwa hilirisasi itu cukup luas tidak hanya sekadar hilirisasi nikel atau tembaga, tetapi juga hilirisasi bauksit yang cukup menakjubkan. “Hilirisasi komoditas harusnya bisa lebih merata agar negara ini dapat maju dan berkembang,” ucap Revio. Sementara itu, solusi dari lomba yang diajukan dapat menjadi referensi bagi pemerintah untuk kedepannya.
Reporter: Raja Parmonang Manurung (Teknik Pertambangan, 2021)