Torehkan Tinta Emas, ITB Juarai Kembali ASHRAE International Competition 2016
Oleh Cintya Nursyifa
Editor Cintya Nursyifa
BANDUNG, itb.ac.id - Menjadi perguruan tinggi yang unggul, membuat ITB kembali mengangkat nama baik Indonesia. Melalui prestasi taraf global sebagai Juara 2 Applied Engineering Challenge, ITB lagi-lagi menorehkan tinta emas dalam ajang bergengsi ASHRAE International Competition (AIC) 2016. ITB dalam kesempatan ini diwakili oleh tim yang beranggotakan Bernard Tristian (Teknik Mesin 2013), Avip Noor Yulian (Teknik Mesin 2013), Daniel Christopher (Teknik Mesin 2013), Dennis Setiawan (Teknik Mesin 2014), dan Victorina Arif (Arsitektur 2013). American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) sendiri merupakan asosiasi keprofesian dari Amerika di bidang keinsinyuran. Kali ini khusus untuk kategori Applied Engineering Challenge, ASHRAE mengangkat tema "Think Globally, Act Locally". Dengan topik yang tidak ditentukan secara spesifik, ternyata sangat sesuai untuk mengoptimalkan kreativitas mahasiswa ITB.
Jawaban Permasalahan Kalangan Urban
Karya berbentuk paket desain dengan judul "Low-Energy Paddy Vertical Farming Concept" sangat layak diapresiasi. Di bawah bimbingan dosen FTMD, Dr.Eng. Pandji Prawisudha (Student Advisor of ASHRAE ITB Branch) dari KK Konversi Energi dan M. Agus Kariem, Ph.D., karya ini menghantarkan pertanian Indonesia pada arah pemanfaatan ruang dan energi yang lebih efisien. Berawal dari masalah pangan, putera-puteri ITB mencanangkan pertanian padi di dalam gedung bertingkat khususnya di kota Jakarta. Sudah menjadi tuntutan kaum urban untuk mencukupi kebutuhan pangan dengan lahan terbatas. Motivasi yang kuat tersebutlah yang menempa semangat berkarya.
Dengan latar belakang mahasiswa yang berasal dari ibukota, inovasi pun muncul dari permasalahan nyata yang ada. Solusi berupa sebuah gedung berlahan pertanian yang dirancang dengan 10 lantai ditawarkan dengan berbagai detail hasil pemikiran bersama. Tim ITB harus pintar memutar otak agar sistem pencahayaan berjalan optimal. Hal ini akibat seluruh tanaman padi harus mendapat pasokan cahaya matahari sebaga sumber energi yang sama baik di lantai 1 maupun di lantai 10. Sehingga bangunan ini dilengkapi lorong cahaya, solar dome (prisma) yang diatur sedemikian rupa agar sudut dan arah sesuai dengan ukuran dome. Pengukuran intensitas cahaya sangat penting pula dalam hal ini. Beberapa detail yang diperhatikan adalah ukuran lumen per hari, ventilasi, air, dan solar cell.
Memastikan ketersediaan air di lantai 10 menjadi tantangan sendiri, belum lagi menyesuaikan ventilasi dan intensitas cahaya yang dioptimalkan bagi atmosfer berpopulasi padat perkotaan.
Dibandingkan pertanian konvensional, penghematan energi dan ruang tetap manghasilkan produktivitas padi yang sama, tidak memerlukan pasokan listrik tambahan. Selain itu sistem ini diharapkan akan memperpendek rantai distribusi yang berimbas pada penekanan biaya produksi dan menurunkan harga jual.
Pentingnya Detail dalam Disain
Tergabung dari berbagai disiplin ilmu yang tidak familiar dengan pertanian, ternyata tidak memadamkan semangat meneliti dari para mahasiswa ITB ini. Dengan kemampuan yang mumpuni secara personal maupun tim, kelompok ini mampu menguasai materi secara proporsional. Banyaknya detail yang perlu dipertimbangan memerlukan kontribusi dari berbagai disiplin ilmu. Sejak tahun lalu, inisiatif mahasiswa ITB menjadi suatu pendahulu bagi prestasi yang bermunculan dari ajang ini. Suatu kebanggaan pula bahwa ITB menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia yang mendapatkan predikat juara. "Tentunya mereka (ASHRAE, red) punya kriteria penilaian dan seterusnya tentang pesertanya, kriterianya ada unsur kreativitasnya, ada unsur originalitasnya (karya tim ITB, red) yang tidak biasa yang dinilai bagus baik dalam segi akademik dan engineering," ujar Ari Darmawan (Presiden ASHRAE Indonesia 2015) dari KK Konversi Energi.
Menurut Pandji, dalam masalah disain terdapat hal-hal yang perlu diperhitungkan. Mulai dari seberapa mungkin ide tersebut menjawab permasalahan, apakah bisa direalisasikan, hingga bagaimana perhitungan ekonomi yang dihasilkan. "Mahasiswa Indonesia itu pintar-pintar, idenya tuh brilian, cuma baru sampe ide, disain itu tahapan yang sedikit lebih maju sebenarnya, lalu setelah disain, (tahapan, red) membuat, setelah membuat ada lagi tahapan selanjutnya, memasarkan menjual, kalau kita mau menghubungkan dengan visi entrepreneurial ITB, ini baru tahap awal. Ketika masuk tahap disain kita membutuhkankemampuan teknis, menggunakan standar, dan selanjutnya melakukan verifikasi," ungkap Pandji saat di wawancarai di Laboratorium Termodinamika PAU ITB. Predikat Juara 2 membuat tim ITB merebut kesempatan untuk mempresentasikan karya terbaiknya dalam ASHRAE Winter Conference 2017 pada hari Sabtu hingga Rabu (28/01-01/02/2017) di Las Vegas, Amerika Serikat.