Transformasi Perkotaan di Era Digital, Peran IKN dalam Mengintegrasikan Sektor Formal dan Informal

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

BANDUNG, itb.ac.id - Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) mengadakan Seminar Perencanaan Wilayah dan Kota yang bertajuk "Dual-Morphology Cities: Tantangan dan Peluang Integrasi Sektor Formal dan Informal dalam Perencanaan Kota", Senin (12/8/2024) di Ruang Seminar, Gedung Labtek IX A, ITB Kampus Ganesha.

Dalam kesempatan ini turut hadir Utusan Khusus Presiden untuk Kerja Sama Internasional Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Prof. (H.C.) Ir. Bambang Susantono, MCP., MSCE., Ph.D., Dekan SAPPK Prof. Dr. Sri Maryati, S.T., MIP., Ketua Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) Adiwan Fahlan Aritenang, S.T., M.GIT., Ph.D., Deputi Bidang Perencanaan dan Pertanahan Otorita IKN Mia Amalia, S.T., M.Si., Ph.D., Anggota Bidang Kebijakan Strategis Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) Dr. Enoh Suharto Pranoto, S.E., M.A., perwakilan dari ASPI-ITB Ninik Suhartini, S.T., MURP., Ph.D., perwakilan ASPI-Universitas Gadjah Mada Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D., dan perwakilan ASPI-Universitas Diponegoro Dr. Ir. Rina Kurniati, M.T.

Proses urbanisasi telah melahirkan dua morfologi kota yang berbeda, yakni kawasan perkotaan formal yang terencana dan kawasan informal yang tumbuh secara spontan. Seminar ini bertujuan untuk mendiskusikan kompleksitas dalam mengintegrasikan kedua sektor ini, serta mencari solusi untuk menciptakan kota yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Perkotaan modern merupakan sistem kompleks yang terdiri atas berbagai elemen saling terkait, termasuk sistem sosial, ekonomi, dan fisik. Dalam sistem ini, kita sering menemukan interaksi antara berbagai bentuk organisasi dan aktivitas, yang dapat dikategorikan sebagai formal, informal, dan hybrid. Pemahaman yang mendalam tentang ketiga sistem ini sangat penting dalam merancang dan mengelola kota yang berkelanjutan dan inklusif.

Dalam sambutannya, Prof. Bambang membahas pentingnya transformasi kota di Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan era digitalisasi. Beliau pun menyoroti pentingnya belajar dari pengalaman pembangunan kota di masa lalu.

"Kita sudah punya banyak pengalaman, seperti Kota Tigaraksa yang diproyeksikan nantinya sebagai ibu kota Kabupaten Tangerang. Pengalaman-pengalaman ini bisa kita jadikan acuan untuk pembangunan kota-kota lain," ujarnya.

Selain itu, beliau pun menekankan bahwa digitalisasi telah mengubah lanskap perkotaan secara signifikan. "Dulu kita hanya mengenal ojek pangkalan, sekarang ada ojek online. Ini contoh nyata bagaimana sektor transportasi informal bertransformasi menjadi formal," ujarnya.

Perubahan serupa juga terjadi pada sektor lainnya, seperti perdagangan dengan munculnya tukang sayur daring. Fenomena ini menunjukkan bahwa adaptasi terhadap perubahan teknologi menjadi sangat penting dalam perencanaan kota.

IKN Sebagai Role Model

Ibu Kota Nusantara (IKN) disebut sebagai salah satu proyek ambisius yang dapat menjadi katalisator perubahan bagi perkotaan di Indonesia. Konsep smart city, green city, dan forest city yang diusung dalam pembangunan IKN diharapkan dapat menginspirasi kota-kota lain untuk menerapkan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

"IKN ini bisa menjadi salah satu pemicu bagi kita untuk retaking lagi. Ada dua hal lagi yang saya tambahkan yakni inklusif dan resilience," ujarnya.

Sementara itu, Ninik Suhartini, S.T., MURP., Ph.D., dari Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, SAPPK ITB mengungkapkan pentingnya kolaborasi dalam membangun kota yang lebih baik. Beliau menyoroti pentingnya inklusivitas dalam perencanaan dan pembangunan kota.

"IKN layaknya dapat dijadikan pembelajaran untuk kota-kota di dunia. Bahwa sistem inklusif ini mulai bisa dilakukan untuk perkotaan," katanya.

Beliau juga memberikan contoh Kota Batam yang berhasil mengintegrasikan sistem formal dan informal dalam pembangunan kotanya. Namun, beliau mengingatkan bahwa tantangan terbesar terletak pada implementasi di lapangan.

Dalam diskusi tersebut dibahas pula mengenai konsep sistem hybrid yang menggabungkan elemen formal dan informal. Sistem hybrid dianggap dapat memberikan fleksibilitas dan adaptasi yang lebih baik dalam menghadapi dinamika perkotaan.

"Sistem hybrid ini penting karena bisa mengakomodasi berbagai kebutuhan masyarakat, baik yang formal maupun informal," ungkap Ninik.

Seminar ini menegaskan bahwa transformasi kota merupakan suatu keharusan dalam menghadapi tantangan masa depan. Diharapkan kolaborasi antara berbagai pihak, inovasi dalam perencanaan, dan pembelajaran dari pengalaman masa lalu menjadi kunci keberhasilan dalam membangun kota yang lebih baik, inklusif, dan berkelanjutan.