Trem Otonom Kolaborasi ITB-PT INKA: Solusi Transportasi Ramah Lingkungan dan Berteknologi Tinggi
Oleh Ahza Asadel Hananda Putra - Mahasiswa Teknik Pangan, 2021
Editor Anggun Nindita
Trem Otonom yang dilengkapi berbagai sensor diujicobakan di Jalan Slamet Riyadi, Solo.
SOLO, itb.ac.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan PT INKA berkolaborasi melahirkan inovasi berupa trem otonom bertenaga baterai yang berbasis AI yang memungkinkan menjalankan trem nir awak (tanpa pengemudi atau masinis). Trem otonom tersebut mulai diperkenalkan pada Sabtu (2/11/2024) dalam acara uji coba yang langsung dihadiri oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming di Stasiun Purwosari, Solo, Jateng.
Ketua Tim Peneliti ITB sekaligus Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB dan salah satu pendiri (co-founder) Pusat Artificial Intelligence ITB, Prof. Dr. Bambang Riyanto Trilaksono, menjelaskan trem otonom ini adalah proyek kolaborasi dalam riset yang berjudul “Pengembangan Sistem Otonom dengan Menggunakan Artificial Intelligence untuk Trem”. Inovasi ini mengembangkan dua sistem AI utama untuk sistem otonom trem yaitu Tram Driving Assistance dan Full Autonomous Tram. Keduanya memungkinkan trem melaju pada lintasan trem yang menyatu (berbaur) dengan kendaraan lain dan pejalan kaki di jalan raya, umumnya dikenal sebagai kondisi mixed-traffic, dengan aman dan nyaman.
Bagaimana Cara Kerja Trem Otonom?
Pertama, Tram Driving Assistance, merupakan sistem untuk membantu masinis yang dirancang untuk meningkatkan keselamatan operasi trem. Dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan kamera, sistem ini mampu mengenali wajah masinis, memantau kondisi kewaspadaan mereka, membatasi kecepatan trem secara otomatis pada segmen lintasan tertentu. Bilamana terdeteksi tanda-tanda kelelahan atau gangguan konsentrasi pada masinis, melalui kamera sistem akan memberikan peringatan berupa alarm.
Selain itu, sistem ini juga dapat mendeteksi potensi bahaya seperti jarak yang terlalu dekat dengan kendaraan lain dan secara proaktif mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya tabrakan.
Kemudian yang kedua adalah Full Autonomous Tram. Sistem otonom pada trem ini memungkinkan trem beroperasi tanpa menggunakan masinis. Sistem ini memerlukan sensor-sensor kamera, lidar, radar, agar trem awas mengenali lingkungan yang ada di sekitar secara otomatis, contohnya mengetahui adanya truk yang berjalan di depan atau agak kesamping pada suatu jarak tertentu, atau melakukan klasifikasi kendaraan yang ada di sekitar trem otonom.
Beliau menjelaskan bahwa sistem AI dapat mempersepsi lingkungan yang ada di sekitar kendaraan otonom, mengetahui jenis kendaraan, melakukan deteksi dan tracking, mengestimasi posisinya relatif terhadap trem otonom, melakukan penilaian risiko kondisi, dan mengambil keputusan dalam bentuk membunyikan horn (klakson) untuk memberi peringatan kepada kendaraan dan pejalan kaki, melakukan pengereman, maupun akselerasi kecepatan trem.
“Mirip seperti kita manusia, melalui indra mata kita, kita dapat memahami dan mempersepsi lingkungan dan objek-objek yang ada di sekitar kita, analogi dengan cara tersebut autonomous tram dapat mengenali objek disekitarnya," ujarnya.
Keunggulan lain dari trem otonom ini adalah menggunakan tenaga baterai, yang tentunya lebih ramah lingkungan.
Tantangan dan Proyeksi ke Depan
Setelah berhasil melakukan uji coba di Solo, trem otonom kolaborasi PT INKA dan ITB tidak secara otomatis akan langsung digunakan dan dioperasikan secara komersial di seluruh Indonesia, masih ada beberapa tantangan kedepan.
Prof. Bambang berkomitmen dirinya dan ITB akan semakin mengembangkan riset dan inovasi, terlebih dalam hal teknologi sistem otonom. Sementara itu, peran PT Inka dapat diperkuat untuk proses komersialisasi. Hal ini pun tentu tak lepas dari dukungan kebijakan pemerintah untuk menggunakan produk buatan dalam negeri.
"Secara realistis butuh waktu sekitar 1 hingga 3 tahun agar teknologi ini benar-benar matang dan siap digunakan hingga skala komersial. Sebagai contoh, jika sudah di coba di Solo, pada wilayah dan kota lain tentunya memiliki kontur dan karakteristik lalu lintas yang mungkin berbeda. Dengan demikian, perlu dilakukan penyesuaian," ungkapnya.
Dalam hal ini, dukungan pemerintah sangat krusial untuk mendorong adopsi trem otonom produksi dalam negeri di berbagai kota di Indonesia sebagai upaya mewujudkan sistem transportasi publik yang berkelanjutan dan berteknologi tinggi.
Meski begitu, terdapat beberapa tantangan dalam pengoperasian trem otonom ini. Salah satunya adalah belum adanya regulasi yang spesifik yang mengatur trem otonom. Pertanyaan mendasar seperti rambu lalu lintas yang akan digunakan, apakah mengikuti standar kereta api atau jalan raya masih perlu dijawab. Mengingat trem otonom beroperasi di lingkungan lalu lintas yang beragam, sangat diperlukan regulasi yang lengkap dan terperinci untuk mengatur penggunaannya.
"Kementerian Perhubungan, khususnya Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, perlu segera menyusun aturan yang jelas terkait operasional trem otonom. Jika tidak, pengembangan teknologi yang cepat dapat terhambat oleh kurangnya regulasi dan kerangka hukum yang memadai," paparnya.
Beliau juga berpendapat bahwa jika pemerintah berkomitmen pada penggunaan produk dalam negeri, teknologi trem otonom hasil kolaborasi PT INKA dan ITB layak dipertimbangkan untuk diterapkan di perkotaan. Hal ini mengingat kapabilitas teknologi tersebut yang sebanding dengan trem otonom buatan China yang baru-baru ini dilakukan penilaian PoC-nya di IKN.
“Teknologi trem otonom milik kita tidak kalah sebenarnya, bahkan bisa dibilang lebih baik dari trem otonom buatan China yang diuji-coba di IKN. Sebagai perbandingan di IKN trem otonom berjalan pada jalur yang spesifik (dedicated), belum bercampur dengan kendaraan lain dan pejalan kaki. Sementara trem otonom kami yang sedang diuji-coba di Solo bercampur dengan lalu lintas kendaraan lain dalam kondisi sebenarnya, melintas persimpangan jalan, melewati kepadatan lalu lintas, jadi lebih menantang dari aspek teknologi otonom-nya, dan sudah berhasil diuji-coba," pungkasnya.
Reporter: Ahza Asadel Hananda Putra (Teknik Pangan, 2021)