Tantangan Membentuk Mahasiswa Berkarakter di Era Digital
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Era digital menjadi tantangan tersendiri dalam membentuk mahasiswa yang berkarakter. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana, Muhammad Iqbal, M.Si. Ph.D., mengupas persoalan tersebut dalam Studium Generale KU-4078 Institut Teknologi Bandung, Rabu (12/2/2020) di Aula Barat ITB. Tema yang diangkat dalam Studium Generale tersebut adalah Tantangan Membentuk Mahasiswa Berkarakter Bangsa di Era Digital. “Era digital bukan persoalan siap atau tidak, dan bukan pula suatu opsi, namun sudah merupakan suatu konsekuensi. Teknologi akan terus bergerak ibarat arus laut yang terus berjalan di tengah-tengah kehidupan manusia. Maka tidak ada pilihan lain selain menguasai dan mengendalikan teknologi dengan baik dan benar agar memberi manfaat yang sebesar-besarnya," ujarnya.
Ia menyoroti, kehadiran teknologi di era sekarang seperti pisau bermata dua. Di satu sisi memiliki manfaat yang besar, di sisi lain bisa menimbulkan hal negatif. Salah satu dampak negatif tersebut ialah membentuk orang-orang menjadi anti sosial. “Permasalahan bangsa saat ini seperti kekerasan, kenakalan remaja, ancaman terorisme, penyalahgunaan NAPZA, korupsi, dan kejahatan siber dapat berasal dari akses informasi yang kini semakin mudah, terutama konten pornografi. Dampak pornografi ini membuat kerusakan otak sehingga tidak bisa membedakan salah dan rasa malu,” tambahnya.
Dipaparkan Iqbal, Presiden Soekarno pernah mengatakan, bahwa bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter. Bila hal tersebut tidak dilakukan maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli. Untuk itu, penguatan karakter sangatlah penting bagi bangsa ini. Karakter sendiri jika diartikan adalah watak atau sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, dan budi pekerti. “Lihat tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 Tahun 2003 salah satunya adalah membentuk peserta didik yang berkepribadian, memiliki akhlak, dan berbudi pekerti. Warisan dari para kita adalah nilai-nilai Pancasila," jelas seorang psikolog tersebut.
Ia menambahkan, tujuan dari pembangunan karakter bangsa yaitu untuk membentuk bangsa yang tangguh dan kompetitif, memiliki akhlak mulia, bermoral, toleran, berjiwa patriotik, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Namun yang menjadi permasalahan generasi saat ini diantaranya yaitu susah kerja sama dan sifat etnosentrisme, dengan menganggap suku/etnisnya yang terbaik. Padahal nilai karakter bangsa yang ada dalam Pancasila adalah gotong royong.
Iqbal menambahkan adanya skill yang dibutuhkan dalam revolusi industri 4.0 menurut World Economic Forum untuk bisa menghadapi perubahan pada 2020 dan seterusnya, terutama karena adanya Industri 4.0. Skill tersebut di antaranya pemecahan masalah yang kompleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen manusia, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan, berorientasi servis, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif.
“Nilai karakter kita adalah yang pertama nilai hubungan dengan Tuhan, nilai hubungan dengan sesama, nilai hubungan dengan diri sendiri, dan nilai hubungan dengan lingkungan. Di era digital sekarang, yang dibutuhkan adalah karakter yang tangguh dan tahan banting. Punya masalah besar jangan bersedih, keep smile dan berpikir positif,” ujarnya.
Reporter: Salsabila Mayang Febriana (Manajemen, 2020)