Wicara Karsa Loka: Menciptakan Pembangunan Desa Berkelanjutan Kolaboratif

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Desa memiliki peran penunjang masa depan Indonesia. Stereotip masyarakat perkotaan terhadap desa mungkin kebanyakan berupa kata-kata seperti udik, kumuh, jauh, dan kuno. Namun tanpa desa, kota tak akan hidup dengan lancar. Wilayah Indonesia, 91 persen merupakan perdesaan dan desa juga merupakan penunjang sektor pangan untuk perkotaan di Indonesia.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) menyelenggarakan webinar Karsa Loka yang kelima pada Jumat (19/3/2021). Webinar ini berjudul “Pembangunan Desa Berkelanjutan Kolaboratif”. Acara ini dipimpin oleh Denny Willy Junaldy, Ph.D., sebagai moderator dan diisi oleh Direktur Penyerasian Pembangunan Sosial Budaya dan Kelembagaan, Kemendes, PDTT yaitu Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng.

Narasumber mengawali materi dengan memaparkan tentang SDGs (Sustainable Development Goals) Desa. ”SDGs Desa merupakan pembumian SDGs (global) dengan menambahkan poin kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif,” ujar Bonivasius.

Sedikit berbeda dengan SDGs global yang memiliki 17 tujuan, SDGs Desa memiliki 18 tujuan. Satu tujuan yang berbeda adalah kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif. 17 tujuan lainnya memiliki isi pokok yang sama dengan SDG global namun dengan konteks yang disesuaikan dengan desa.

Selanjutnya, narasumber menjelaskan tentang pembangunan ekonomi berserta indikatornya. “Sebagai contoh, indikator untuk pembangunan adalah Gross Domestic Product (GDP). Indikator yang menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi pada suatu negara. Keberhasilan suatu negara juga kadang bisa dilihat dari GDP-nya,” ujarnya. Narasumber juga memaparkan berbagai informasi terkait tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia, metodologi kemiskinan, dan green GDP.

Bonivasius juga memaparkan dan menjelaskan berbagai isu terhadap pembangunan desa di Indonesia. Beberapa isu yang ada di antaranya adalah ego sektoral, program yang tidak selaras, keinginan berjalan sendiri-sendiri, dan lain-lain. Selain itu, untuk pembangunan desa terdapat indikator khusus yaitu indeks pembangunan desa dan indeks daerah tertinggal.

Program pembangunan desa ini pun mendapat arahan langsung dari Presiden Jokowi. Pada 20 Oktober 2019, Presiden Jokowi menyatakan bahwa dana desa harus mulai dirasakan seluruh warga desa terutama golongan terbawah dan dampak pembangunan desa harus lebih dirasakan melalui pembangunan desa yang lebih terfokus.

Dalam perencanaan pembangunan desa berkelanjutan ini pula, terdapat beberapa inovasi yang akan direalisasikan. Mulai dari rural supply chain, desa inklusif, green economic development, stakeholder relationship management, pengembangan sistem informasi desa terpadu, dan pengembangan digital CPFR yang merupakan singkatan dari Collaborative, Planning, Forecasting, dan Replenishment. CPFR berfungsi untuk menjadi sistem informasi desa, stranas pembangunan desa rencana aksi bersama, replenishment program kolaboratif, dan sistem monev yang berdasarkan SDGs desa.

Lebih spesifik lagi, dijelaskan Bonivasius, bahwa sistem informasi desa memiliki banyak kegunaan dan fungsi. Sistem informasi desa berfungsi untuk menerapkan kebijakan satu desa–satu peta–satu data, keterpaduan pembangunan desa berbasis aset, digitalisasi pembangunan desa, dan pendataan desa berbasis android.

Program pembangunan desa berkelanjutan ini juga didukung oleh berbagai lembaga besar seperti kementerian, stasiun televisi, perguruan tinggi seperti ITB, UGM, dan dukungan dari organsiasi dunia, serta berbagai pemerintah provinsi dan pemerintah negara lain seperti Australia dan China.

Reporter: Yoel Enrico Meiliano (TPB FTI, 2020)