Reverse Flow Reactor sebagai Upaya Efisiensi Pengolahan Emisi Gas Buang

Oleh Ahmad Fadil

Editor Ahmad Fadil

Reverse Flow Reactor

BANDUNG, itb.ac.id - Dosen teknik kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Yogi Wibisono Budhi, bersama tim baru-baru ini merampungkan penelitiannya untuk. Reaktor ototermal ini, berfungsi untuk mengolah emisi gas buang di pabrik kimia. Pembuatannya dilatar-belakangi biaya operasional dan investasi yang tinggi. Penelitiannya ini merupakan salah satu penelitian unggulan strategis nasional yang diluncurkan dan didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Republik Indonesia.


Tim yang terlibat dalam penelitian ini, selain Dr. Yogi, adalah Dr. Eng. Ferry Iskandar, M.Eng., dan Hary Devianto, ST., M.Eng., PhD. Dibantu oleh beberapa mahasiswa sarjana unggul dan doktor, penelitian ini dinilai berhasil menekan biaya operasional dan menghilangkan biaya investasi untuk pre-heater.


Mahasiswa yang turut dalam penelitian ini adalah Intan Clarissa Sophiana (mahasiswa program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul), Abdussalam Topandi (mahasiswa magister reguler Program Studi Teknik Kimia), Judistira (mahasiswa fast track Program Studi Teknik Kimia), dan Stephen Ariel (mahasiswa S1 Program Studi Teknik Kimia).

Cara Kerja Reverse Flow Reactor
Gas buang yang diolah pada reaktor ini merupakan gas berjenis Volatile Organic Compound (VOC) dengan konsentrasi yang rendah (<500 ppm), yang biasanya terdapat pada bensin, toluena, atau sisa-sisa karbon lainnya.Prinsip utama dari reaktor ini adalah membuat keadaan aliran menjadi tidak lunak dengan menciptakan aliran gas bolak-balik dan tercipta sistem ototermal. Penelitian yang telah dikembangkan selama kurang lebih dua tahun ini bekerja dengan mengubah VOC tersebut menjadi gas yang aman untuk dibuang ke lingkungan, yaitu CO2.


Pembakaran yang digunakan pada reaktor ini adalah pembakaran heterogen, yang hanya membutuhkan suhu sebesar 300o C. Walaupun diperlukan adanya katalis, pembakaran heterogen akan lebih efektif dibandingkan dengan pembakaran homogen.  Pada pembakaran homogen, suhu perlu dinaikan hingga mencapai 800o C. Untuk pemakaian dalam jangka waktu yang panjang, penggunaan katalis akan lebih menghemat biaya dibandingkan dengan menaikkan suhu hingga 800o C.
Emisi gas buang berupa VOC dengan suhu 130o C harus dinaikkan menjadi 300o C agar reaksi dapat terjadi. Setelah melewati katalis yang berupa Cu, akan terjadi reaksi eksotermis yang akan melepas panas. Agar panas yang dihasilkan aman untuk dibuang ke lingkungan, perlu dilakukan penurunan suhu terlebih dahulu. Dalam mencapai keadaan ini, material inert yang memiliki kapasitas panas yang besar digunakan pada sisi kanan dan kirinya.


Panas dari hasil reaksi akan disimpan di material inert sebelah kanan sehingga suhunya akan turun dan memenuhi kriteria untuk dilepas ke lingkungan. Sesuai dengan prinsip aliran bolak-balik, gas yang suhunya telah diturunkan akan berperan sebagai “umpan balik”. Umpan ini akan melewati katalis dan kembali mengalami reaksi eksotermis. Panas pada umpan ini akan diserap oleh material inert di sebelah kiri. Hal ini akan terus menerus terjadi sehingga menimbulkan heat trapped effect melalui aliran bolak-balik. Kondisi yang akan terjadi disebut dengan keadaan ototermal.

Meskipun konsentrasi VOC yang rendah, aliran bolak-balik yang terjadi terus-menerus akan membuat panas terakumulasi dan dapat dimanfaatkan nantinya. “Ibarat orang yang menabung satu hari dengan jumlah yang kecil, dalam setahun dapat menghasilkan sekian juta. Prinsip pada reaktor ini pun kira-kira begitu,” tutur Dr. Yogi Wibisono Budhi, ST., M.T saat diwawancara Senin (26/03/18) kemarin.

Penelitian lanjutan
Saat ini, masih dilakukan pengujian katalis berupa Cu nano oleh Intan, salah satu dari anggota tim. Jika penelitian katalis tersebut telah rampung, akan dilakukan percobaan pada tahap selanjutnya, yaitu pengaplikasian pada bidang industri. Sementara itu, Abdussalaam dan Judis pun mengembangkan aspek modelling-nya. Hal ini bertujuan untuk mempersingkat waktu antara pengaktifan dan pengoperasian. “Untuk langkah berikutnya, kami ingin melakukan skill up yang lebih besar lagi. Skill up harus dilakukan secara bertahap, dari skala kecil ke besar. Untuk penelitian ini, tahap penelitiannya masih ‘sedang’.” , lanjut Yogi. Setelah penelitian ini terbukti, reaktor akan mulai dikembangkan dalam skala besar untuk digunakan di industri.

Selain dapat menekan biaya operasional, reaktor ini pun dapat menghilangkan biaya investasi untuk pre-heater. Pencemaran udara dan air pun dapat dikurangi, karena gas emisi pabrik akan diubah menjadi senyawa yang aman untuk dibuang ke lingkungan.

Penulis: Sabrina Farah Salsabilla (Teknik Lingkungan 2016)

Dokumentasi: Dr. Yogi Wibisono Budhi