54 Tahun Teknik Lingkungan ITB: Membangun Lingkungan yang Berkelanjutan

Oleh Mega Liani Putri

Editor Mega Liani Putri

BANDUNG, itb.ac.id - Program studi Teknik Lingkungan ITB pada tahun 2016 ini menginjak usia 54 tahun tepatnya pada tanggal 10 Oktober yang lalu. Dalam momen tersebut, program studi Teknik Lingkungan mengadakan sebuah kuliah umum bertemakan "Zero Emission and Environmental Sustainability" dengan menghadirkan Prof. (em.) Paul Connett, Ph.D. Kuliah umum tersebut diselenggarakan pada Kamis (27/10/16) di Auditorium Campus Center Timur Kampus ITB Ganesa. Selain Prof. Paul Connett dari Amerika Serikat, hadir pula dua pembicara lain, yaitu Froilan Grate dari Filipina dan Dr. Ir. Dwina Roosmini, M.S., dosen program studi Teknik Lingkungan ITB.

Keberlanjutan Lingkungan dengan Pengurangan Limbah

Topik yang diangkat pada kuliah umum tersebut mengangkat upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh masyarakat secara umum, industri, maupun pemerintah. Pengurangan limbah adalah sorotan utama dalam upaya menuju lingkungan yang berkelanjutan tersebut. Teori circular economy pun dikenalkan pada sesi ilmiah tersebut. Maksud dari circular economy adalah perekonomian yang memanfaatkan sumber daya secara terus menerus dalam sistem tertutup sehingga sumber daya yang terbuang atau tersisa dapat diminimalkan.

Prof. Paul Connett: 10 Langkah Menuju Zero Waste

Prof. Paul Connett pernah menjabat sebagai direktur American Environmental Health Studies Project (AEHSP). Beliau telah menulis buku "The Zero Waste Solution" pada tahun 2013. Sepuluh tahapan menuju zero waste adalah source separation (pemilahan sampah), door to door collection (pengumpulan langsung ke tiap rumah), composting (pengomposan sampah organik yang mudah terdegradasi), recycling (daur ulang), reuse and repair center (pusat perbaikan dan penggunaan kembali), economic incentives (pemberian imbalan berupa keuntungan dari upaya reduksi sampah), waste reduction initiatives (inisiatif reduksi sampah), residual separation facility (fasilitas pemilahan sampah), better industrial design (desain industri yang lebih efisien), dan interim landfill (lahan urug untuk residu yang tidak dapat dimanfaatkan lagi).

Prof. Paul Connett adalah aktivis lingkungan yang sangat peduli akan pemanfaatan kembali sampah yang dihasilkan guna tercipnya circular economy. Salah satu cara untuk memanfaatkan kembali sampah adalah dengan pengomposan sampah yang mudah terurai oleh mikroorganisme. "Composting is the simplest way to fight global warming," ungkap Prof. Paul Connett. Menurutnya, pengomposan akan mengurangi timbulan sampah di lahan urug di mana proses yang terjadi di sana akan menghasilkan biogas dalam jumlah yang cukup besar. Selain itu, composting adalah alternatif pengolahan yang lebih direkomendasikan daripada pembakaran (combustion) yang juga menghasilkan gas rumah kaca.

"The environmental problem will not be solved with better technology, but better organization, education, better industrial design," tutur Prof. Paul Connett.

Berbagai Kasus Pencemaran yang Mengancam Keberlanjutan Lingkungan

Pembicara kedua, Froilan Grate, adalah aktivis dari Mother Earth Foundation dan GAIA Filipina. Froilan menyoroti kondisi laut di dunia yang menjadi tercemar akibat buruknya pengelolaan sampah di daratan. Sampah-sampah yang dibuang langsung ke badan air memberikan dampak yang amat buruk bagi biota laut. Pada tahun 2050 diprediksi adakan ada lebih banyak sampah dibanding ikan di lautan.

Dr. Dwina di sisi lain menjelaskan kondisi perairan Sungai Citarum yang menjadi sungai paling tercemar di dunia. Pencemaran disebabkan oleh erosi di daerah aliran sungai, penggunaan pestisida, dan sampah. Air sungai yang sangat tercemar tersebut merupakan sumber air baku bagi banyak aktivitas domestik. Regulasi telah ditetapkan untuk mengatasi pencemaran oleh industri, namun tidak berjalan dengan baik dari segi pengawasan dan penegakan hukum. Maka, Dr. Dwina menekankan bahwa sistem pengawasan lingkungan di DAS Citarum harus ditingkatkan demi menjaga kualitas lingkungan.


scan for download