Bidikmisi Fair 3.0, Empowering Millennials for Indonesia 2045

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id -- Dalam rangka pembinaan kepada seluruh mahasiswa penerima program bidikmisi, Forum Bidikmisi Institut Teknologi Bandung (FBM-ITB) menyelenggarakan acara Bidikmisi Fair 3.0 untuk mahasiswa penerima bidikmisi dari seluruh Indonesia dengan agenda utamanya talkshow inspiratif nasional dan pameran karya mahasiswa bidikmisi.


Bertempat di Aula Timur Kampus ITB Jalan Ganesha no. 10, Bandung, Sabtu (23/3/2019), BM Fair 3.0 mengundang para pembicara yang menginspirasi dan ahli dalam bidangnya seperti Panji Pragiwaksono, Pidi Baiq, Kartini F. Astuti, dan Salman Subakat untuk membagikan wawasan bagaimana menghadapi tantangan dalam generasi milenial.

Ketua BM Fair 3.0 M. Mahrus Ali menyampaikan, acara tersebut bertujuan untuk membuat mahasiswa bidikmisi lebih percaya diri dan mampu berprestasi serta menjadi pemimpin. Selain itu juga menjadi wadah pengenalan prestasi mahasiswa bidikmisi oleh massa kampus yang dibuktikan dengan dihadirkan pameran karya mahasiswa bidikmisi yang tak kalah menariknya.

Menurutnya, terdapat 2200 mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi di ITB terhitung dari sejak tahun 2015 hingga 2018, 25% diantaranya lulus dengan predikat cumlaude dan 50% diantaranya aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Ia pun menekankan tujuan Forum Bidikmisi ITB yang telah berdiri selama tujuh tahun ini sebagai wadah informasi, karya, dan pembinaan, serta ruang mengembangkan diri untuk mahasiswa bidikmisi sehingga bisa menggali potensi yang sama dengan mahasiswa lain.

Beasiswa bidikmisi didirikan sejak tahun 2010. ITB sendiri menerima sekitar 500 mahasiswa baru penerima bidikmisi tiap tahunnya dan akan terus bertambah untuk kedepannya. Menurut Ketua Lembaga Kemahasiswaan ITB, Dr. Eng. Sandro Mihradi, ada hal yang patut dibanggakan oleh para penerima beasiswa bidikmisi. Berdasarkan data, rata-rata mahasiswa Bidikmisi meraih IPK 3,28 selama masa studinya di ITB, 10% hingga 15% memanfaatkan bantuan biaya hidup mereka untuk menopang tumpuan kehidupan bagi keluarga, 65% mencari penghasilan tambahan seperti menjadi asisten dosen dan membuka bimbingan belajar untuk bisa survive setelah menjadi alumni. “(Setelah lulus) 68% dari mereka bekerja, 10% melanjutkan S2, dan sisanya berwirausaha,” jelasnya. 

Permasalahan ekonomi kini tidak lagi menjadi hambatan untuk anak bangsa dalam menuntut ilmu. Wakil Rektor Bidang Akademik & Kemahasiswaan, Prof. Ir. Bermawi Priyatna Iskandar, M.Sc.,Ph.D., dalam sambutannya menekankan bahwa kualitas akademik mahasiswa bidikmisi dan nonbidikmisi hampir sama dalam kurun waktu delapan tahun terakhir yang dapat dibuktikan melalui IPK. 

Prof. Bermawi mengatakan, dalam menjawab tantangan dan permasalahan kompleks yang terjadi saat ini, skill yang harus dibutuhkan oleh mahasiswa adalah complex problem solving, critical thinking dengan tidak hanya pandai mencari kelemahan suatu sistem tapi juga memiliki gagasan dan solusi yang ditawarkan, dan creativity karena menggerakkan ekonomi bangsa sangat bergantung pada kreativitas pemudanya untuk menghasilkan suatu invensi.

Dalam sambutannya, ia mencontohkan negara Singapura yang tidak memiliki area regional yang besar, namun memiliki sumber daya manusia yang besar. “Dari SD mereka sudah diajarkan programming, artificial intelligence dan benefitnya. Kreatif menghasilkan invensi, invensi disalurkan dalam startup,” ujar Prof. Bermawi. Untuk itu berharap, para mahasiswa dapat merintis startup yang lebih dari unicorn, melainkan decacorn dan research-based and opportunity-based.

Dalam sesi talkshow, Pandji Pragiwaksono memaparkan tentang perjalanannya menuju dunia industri kreatif di era generasi milenial. Menurut seorang alumni mahasiswa desain produk industri ini, industri kreatif adalah industri di mana kita dituntut untuk selalu berkarya. Tantangan yang dihadapi oleh generasi milenial adalah keraguan dalam berkarya karena banyak pilihan. Menurutnya, sebenarnya orang yang ragu adalah orang yang berpikir. “Mulai dulu aja, jangan takut jelek hasilnya. Semua karya harus kita anggap keren. Kuncinya adalah karya selanjutnya. Make it happen, make it better,” ujar stand-up comedian itu.

Salah satu karya mahasiswa bidikmisi yang berhasil di-highlight dalam Bidikmisi Fair 3.0 ini ialah Automaxil, mesin penyaring gas buang kendaraan bermotor secara otomatis sebagai penunjang keselamatan dan kesehatan kerja para mekanik bengkel. Karya oleh tiga mahasiswa bidikmisi, diantaranya Rio Dwi (Teknik Mesin ‘16), Kresna Rahayu (Mikrobiologi ‘16), dan Wawan Adi (Teknik Informatika ‘15) ini berhasil menjuarai Program Kreativitas Mahasiswa - Karsa Cipta (PKM - KC) dan didanai sepenuhnya oleh Kemenristekdikti. Karya mereka telah berhasil menemukan solusi atas permasalahan pengelolaan gas emisi kendaraan bermotor yang belum tertata baik sehingga menyebabkan lingkungan kerja yang tidak sehat bagi mekanik bengkel.



Pada acara tersebut juga diterbitkan buku cerita inspiratif bidikmisi berjudul "Rangkaian Titik Kehidupan" yang berisikan 30 kisah pilihan dari para penerima bidikmisi dari berbagai kampus. Masih ada banyak lagi karya-karya mahasiswa bidikmisi lain yang luar biasa, hal ini membuktikan bahwa kini semua mahasiswa di berbagai kalangan ekonomi dan sosial dapat memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya demi memberikan kontribusi kemajuan bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan Indonesia.

Reporter: Salsabila M Febriana (Magang IJA 2019)