Bioteknologi untuk Solusi Pencemaran Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id--Kita tidak bisa menampik bahwa setiap hari terdapat kegiatan yang menghasilkan polutan sehingga berdampak buruk bagi lingkungan. Polutan yang dihasilkan oleh berbagai industri seringkali tidak hanya menurunkan kualitas lingkungan melainkan juga membahayakan makhluk hidup. Salah satu contohnya adalah tumpahan minyak di laut.

Akibat tumpahan minyak yang mencemari laut, dapat membahayakan biota serta makhluk hidup yang mengonsumsi biota dari laut tersebut. Beberapa peristiwa tumpahan minyak tersebut adalah tumpahan minyak Exxon Valdez (1989), Montara (2009), Deepwater Horizon (2010), Pipa Pertamina di Balikpapan (2018), dan kebocoran minyak Pertamina di Karawang (2019). Pencemaran skala besar tersebut akan sangat merugikan lingkungan dan makhluk hidup apabila dibiarkan begitu saja.

Umumnya tragedi tumpahan minyak membutuhkan waktu bertahun-tahun supaya wilayah yang tercemar kembali pulih. Durasi pemulihan tersebut bervariasi tergantung tingkat keparahan pencemaran yang terjadi. Penerapan bioteknologi di bidang lingkungan atau yang disebut grey biotechnology, dapat dimanfaatkan untuk menangani pencemaran lingkungan baik pencemaran yang terjadi di tanah, air, udara, ataupun sedimen. Melalui pemilihan mikroorganisme dan metodologi yang tepat, pencemaran lingkungan dapat diatasi. Selain ramah terhadap lingkungan, grey biotechnology juga relatif lebih murah daripada menggunakan bahan kimia.

Kamis (23/7/2020), Kelompok Keilmuan Rekayasa Air dan Limbah Cair dari Fakultas Teknil Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB menyelenggarakan webinar yang ke-3, dalam rangkaian webinar yang dilaksanakan untuk memperingati 100 tahun ITB dan PTTI. Webinar tersebut mengusung tema “Peran Bioteknologi dalam Pengelolaan Lingkungan”.

Materi webinar disampaikan oleh dua pembicara yakni Ir. Edwan Kardena, Ph.D., dan Dr. Qomarudin Helmy, S.Si., M.T. Kedua pembicara ini merupakan ahli yang telah malang-melintang di bidang bioteknologi lingkungan serta telah memiliki beberapa paten di bidang tersebut. Moderator webinar adalah Nisa Maissa Zakiyya, S.T., M.T. Selain dilaksanakan melalui ZOOM, webinar tersebut juga ditayangkan secara langsung dalam kanal Youtube KK RALC.

Edwan memaparkan materi mengenai peran bioteknologi dalam teknologi pemulihan fungsi lingkungan hidup. Ia menjelaskan, bioteknologi lingkungan didefinisikan sebagai cabang dari bioteknologi yang mengatasi permasalahan lingkungan. Ilmu ini juga diartikan sebagai ilmu multidisiplin yang memanfaatkan ilmu pada bidang sains dan teknik dalam menggunakan potensi mikroorganisme bagi lingkungan.

Definisi lain untuk bioteknologi lingkungan adalah pengembangan, penggunaan, dan regulasi sistem biologi untuk remediasi terhadap lingkungan yang terkontaminasi. Lingkungan yang dimaksud bisa berupa tanah, udara, air, maupun sedimen.

*Edwan Kardena. Dok.ITB

Edwan menambahkan, mikroorganisme memiliki karakteristik yang unik. pH normal untuk pertumbuhan mikroorganisme di lingkungan adalah 6-8 sedangkan suhu normalnya adalah 25-35ºC. Akan tetapi, terdapat beberapa jenis mikroba yang dapat hidup di lingkungan ekstrem. Lingkungan ekstrem yang dimaksud bisa berupa pH tinggi pH rendah, suhu tinggi, dan suhu rendah. Ada pula mikrooorganisme yang resisten terhadap merkuri. Karakteristik unik ini merupakan sesuatu yang potensial untuk mendetoksifikasi pencemaran yang ada di lingkungan.

Salah satu karakteristik mikroorganisme yang dimanfaatkan oleh para peneliti adalah petrofilik. Mikroorganisme petrofilik memanfaatkan hidrokarbon dalam petroleum sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme jenis ini seringkali digunakan untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak. Keuntungan bagi lingkungan adalah bersihnya lingkungan yang sebelumnya terkontaminasi oleh minyak karena hidrokarbon dalam minyak didegradasi oleh mikroorganisme.

Qomarudin Helmy, atau yang akrab disapa Helmy, menjelaskan bahwa upaya mengatasi pencemaran di lingkungan menggunakan bioteknologi ini disebut dengan bioremediasi.
Bioremediasi sendiri merupakan optimasi kontak antara mikroorganisme dengan pencemar. Pencemar tersebut dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Terdapat empat tahap utama yang harus dilalui dalam bioremediasi. Tahap tersebut ialah treatibility study dan site characteristic, persiapan dan proses bioremediasi, sampling dan monitoring, dan post treatment (revegetasi).

Helmy memberikan contoh penerapan bioremediasi yang digunakan untuk mengatasi tumpahan minyak yang terjadi di Balikpapan. Proses bioremediasi area tersebut berlangsung pada tahun 2019 dan 2020. Mikroorganisme yang digunakan memiliki kemampuan menghasilkan biosurfaktan sehingga mengurangi tegangan permukaan pada tumpahan minyak. Karena tegangan permukaan berkurang maka kelarutan tumpahan minyak tersebut meningkat sehingga mikroorganisme petrofilik lebih mudah mencerna hidrokarbon dalam minyak.

Reporter: Restu Lestari Wulan Utami (Biologi, 2017)