Ciptakan Rumah Angklung Bagi Anak Jalanan, Mahasiswa ITB Raih Penghargaan di Korea Selatan
Oleh Bangkit Dana Setiawan
Editor Bangkit Dana Setiawan
BANDUNG, itb.ac.id - Menjadi agen perubahan merupakan salah satu peranan penting milik mahasiswa. Selaku generasi muda yang terpelajar, mahasiswa diharapkan mampu menuangkan ide kreativitasnya untuk membawa perubahan sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada di negeri ini. Mahasiswa ITB bernama Lydia Ignacia (Teknik Kimia 2011) bersama dengan seorang temannya, Andika, mahasiswa ITS menuangkan ide kreativitasnya dalam bentuk konsep rumah angklung yang dinamakan "House of Angklung Surabaya".
Konsep rumah budaya House of Angklung (HoA) Surabaya inilah yang telah menghantarkan Lydia meraih penghargaan di ajang Social Venture Challenge (SVC) 2015 yang dilangsungkan di Goyang-City, Korea Selatan pada Maret 2015. Kompetisi SVC yang digagas oleh sebuah Organisasi Non-Pemerintah di Amerika Serikat bernama Resolution Project merupakan bagian terintegrasi dari rangkaian acara Harvard World Model United Nations 2015 yang diikuti oleh 2400 mahasiswa dari 118 negara. Selain sebagai mahasiswa ITB, Lydia juga membawa nama Djarum Foundation selaku sponsor dan mentor dalam kompetisi ini.
"HoA Surabaya berkompetisi dengan 200 ide lainnya di SVC 2015 ini, kemudian disaring hingga 16 tim pada babak semifinal, dan pada akhirnya hanya lima tim yang lanjut ke tahap final," jelas Lydia. Konsep yang dibawa HoA Surabaya ini selain mengedepankan aspek kepedulian sosial, juga memiliki sisi kewirausahaan untuk menjangkau aspek jangka panjang dan sustainable seperti yang diharapkan oleh Resolution Project. "Konsep Sociopreneur yang diterapkan pada HoA Surabaya inilah yang mengantarkan kami mendapatkan penghargaan Resolution Fellowship, serta uang senilai 3000 USD yang akan digunakan untuk melaksanakan proyek ini," tambah Lydia.
Mengenai House of Angklung Surabaya
Berawal dari rasa cinta terhadap alat musik tradisional Jawa Barat, yakni angklung, Lydia bersama temannya mulai menginisiasi HoA Surabaya. HoA Surabaya ini adalah bentuk sanggar ekspansi dari komunitas angklung Surabaya yang didirikan pada 2013 lalu. Dengan mengusung tema "Spread the Culture, Leverage the Education" diharapkan HoA Surabaya bukan hanya dapat menyebarkan kesenian Jawa Barat di daerah lain, melainkan turut menyumbangkan kontribusi positif bagi dunia pendidikan anak. "HoA Surabaya adalah sebuah wadah bagi mereka yang mencintai angklung sekaligus memiliki niatan untuk berbagi kepada sesama, mengingat target utama dari angklung adalah anak jalanan yang putus sekolah untuk diajarkan supaya dapat bermain dan sekaligus menjadi pengajar angklung," jelas Lydia.
Lydia menerangkan bahwa sekarang ini sudah lebih dari 60 anak jalanan yang aktif dalam HoA Surabaya ini. "Baru-baru ini HoA Surabaya melangsungkan dua acara, yakni FTI Fun days ITS serta ASEAN Youth Collaboration Festival (AYCF) 2015 di Mojokerto," jelas Lydia. Selain upah yang diterima dari pertunjukan yang ditampilkan di Universitas, anak-anak di HoA Surabaya juga dapat berinteraksi secara langsung dengan mahasiswa dan rektor dengan tujuan untuk menumbuhkan motivasi untuk terus melanjutkan studinya hingga tahap perguruan tinggi. Berbeda dengan luaran pada acara AYCF yang juga mengikutsertakan partisipan dari luar negeri, selain untuk empowering anak-anak, acara ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan angklung ke warga luar Indonesia.
"Dalam HoA Surabaya juga kami berusaha menerapkan aspek wirausaha dengan cara menjual angklung dalam bentuk alat musik maupun souvenir yang dihiasi dengan desain batik," tutur Lydia. Keunikan lain dari HoA Surabaya dibandingkan rumah angklung lainnya adalah sekarang ini HoA Surabaya sedang mengembangkan website serta aplikasi pada smartphone untuk memudahkan konsumen dalam membeli produk-produk yang diproduksi pada HoA Surabaya. "Nantinya keuntungan yang diperoleh hasil manggung, proyek, dan penjualan akan digunakan untuk beasiswa anak-anak yang terlibat di HoA Surabaya ini supaya mereka dapat tetap mengenyam pendidikan yang layak sehingga walaupun kegiatan ini terbilang simpel namun tetap impactfull," jelas Lydia.
"Belajar mengembangkan diri, terbuka terhadap hal-hal baru, dan berkontribusi bagi sekitar memang merupakan sebagian dari target saya. Saya percaya bahwa kepuasaan dan kebahagiaan yang utama adalah bersumber dari membantu orang lain," jelas Lydia Lydia. HoA Surabaya ini adalah bukti bahwa generasi muda Indonesia dapat berkontribusi untuk perubahan dalam bentuk apapun. "Penghargaan yang diterima HoA kemarin adalah bukti bahwa kita bisa bersaing dengan mahasiswa luar negeri. Kita sebagai generasi muda di Indonesia harus mulai berani untuk speak up, tidak usah takut untuk salah, karena apabila salah dapat menjadi pembelajaran tapi syukur kalau betul sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak," tutup Lydia
Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi Lydia Ignacia
"HoA Surabaya berkompetisi dengan 200 ide lainnya di SVC 2015 ini, kemudian disaring hingga 16 tim pada babak semifinal, dan pada akhirnya hanya lima tim yang lanjut ke tahap final," jelas Lydia. Konsep yang dibawa HoA Surabaya ini selain mengedepankan aspek kepedulian sosial, juga memiliki sisi kewirausahaan untuk menjangkau aspek jangka panjang dan sustainable seperti yang diharapkan oleh Resolution Project. "Konsep Sociopreneur yang diterapkan pada HoA Surabaya inilah yang mengantarkan kami mendapatkan penghargaan Resolution Fellowship, serta uang senilai 3000 USD yang akan digunakan untuk melaksanakan proyek ini," tambah Lydia.
Mengenai House of Angklung Surabaya
Berawal dari rasa cinta terhadap alat musik tradisional Jawa Barat, yakni angklung, Lydia bersama temannya mulai menginisiasi HoA Surabaya. HoA Surabaya ini adalah bentuk sanggar ekspansi dari komunitas angklung Surabaya yang didirikan pada 2013 lalu. Dengan mengusung tema "Spread the Culture, Leverage the Education" diharapkan HoA Surabaya bukan hanya dapat menyebarkan kesenian Jawa Barat di daerah lain, melainkan turut menyumbangkan kontribusi positif bagi dunia pendidikan anak. "HoA Surabaya adalah sebuah wadah bagi mereka yang mencintai angklung sekaligus memiliki niatan untuk berbagi kepada sesama, mengingat target utama dari angklung adalah anak jalanan yang putus sekolah untuk diajarkan supaya dapat bermain dan sekaligus menjadi pengajar angklung," jelas Lydia.
Lydia menerangkan bahwa sekarang ini sudah lebih dari 60 anak jalanan yang aktif dalam HoA Surabaya ini. "Baru-baru ini HoA Surabaya melangsungkan dua acara, yakni FTI Fun days ITS serta ASEAN Youth Collaboration Festival (AYCF) 2015 di Mojokerto," jelas Lydia. Selain upah yang diterima dari pertunjukan yang ditampilkan di Universitas, anak-anak di HoA Surabaya juga dapat berinteraksi secara langsung dengan mahasiswa dan rektor dengan tujuan untuk menumbuhkan motivasi untuk terus melanjutkan studinya hingga tahap perguruan tinggi. Berbeda dengan luaran pada acara AYCF yang juga mengikutsertakan partisipan dari luar negeri, selain untuk empowering anak-anak, acara ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan angklung ke warga luar Indonesia.
"Dalam HoA Surabaya juga kami berusaha menerapkan aspek wirausaha dengan cara menjual angklung dalam bentuk alat musik maupun souvenir yang dihiasi dengan desain batik," tutur Lydia. Keunikan lain dari HoA Surabaya dibandingkan rumah angklung lainnya adalah sekarang ini HoA Surabaya sedang mengembangkan website serta aplikasi pada smartphone untuk memudahkan konsumen dalam membeli produk-produk yang diproduksi pada HoA Surabaya. "Nantinya keuntungan yang diperoleh hasil manggung, proyek, dan penjualan akan digunakan untuk beasiswa anak-anak yang terlibat di HoA Surabaya ini supaya mereka dapat tetap mengenyam pendidikan yang layak sehingga walaupun kegiatan ini terbilang simpel namun tetap impactfull," jelas Lydia.
"Belajar mengembangkan diri, terbuka terhadap hal-hal baru, dan berkontribusi bagi sekitar memang merupakan sebagian dari target saya. Saya percaya bahwa kepuasaan dan kebahagiaan yang utama adalah bersumber dari membantu orang lain," jelas Lydia Lydia. HoA Surabaya ini adalah bukti bahwa generasi muda Indonesia dapat berkontribusi untuk perubahan dalam bentuk apapun. "Penghargaan yang diterima HoA kemarin adalah bukti bahwa kita bisa bersaing dengan mahasiswa luar negeri. Kita sebagai generasi muda di Indonesia harus mulai berani untuk speak up, tidak usah takut untuk salah, karena apabila salah dapat menjadi pembelajaran tapi syukur kalau betul sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak," tutup Lydia
Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi Lydia Ignacia