Teknologi Deteksi Dini Penyakit dengan Biosensor Elektrokimia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Perawatan yang tepat untuk jenis penyakit tertentu hanya dapat dilakukan dengan diagnosis yang tepat dan sedini mungkin, sehingga dapat meminimalkan gejala yang timbul. Kemampuan diagnosis dini ini dapat menawarkan solusi yang memberikan perbedaan signifikan demi pemulihan pasien. Contoh konkret pentingnya diagnosis dini adalah pada penularan virus Covid-19, dengan banyaknya kasus tanpa gejala yang bisa menularkan ke manusia lainnya.

Sayangnya, keterlambatan diagnosis yang menghambat penanganan maksimal masih banyak terjadi karena sulitnya akses, terbatasnya waktu, serta biaya yang harus dikorbankan untuk melakukan diagnosis.

Maka dari itu, penelitian dan pengembangan teknologi biosensor yang terjangkau, cepat, dan sederhana menjadi sangat penting dalam dunia medis untuk mendukung upaya pencegahan keterlambatan diagnosis. Biosensor yang digunakan di masyarakat saat ini, yaitu alat yang dapat mendeteksi virus dan mikroorganisme lainnya dalam tubuh, makanan, dan lingkungan, belum dapat memenuhi kriteria-kriteria yang disebutkan di atas.

Di samping faktor kenyamanan pasien, biosensor yang dikembangkan dalam beberapa waktu ke depan juga sebaiknya memiliki sensitvitas yang lebih baik dan limit deteksi yang lebih rendah daripada yang beredar sekarang ini. Sensor yang lebih sensitif berarti sensor yang dapat memberikan perubahan respons yang lebih besar untuk perubahan jumlah molekul dalam sampel yang sama. Sementara limit deteksi yang lebih rendah berarti sensor dapat mendeteksi konsentrasi molekul sekecil mungkin sehingga memberikan hasil yang lebih akurat. Pengembangan dalam dua faktor ini dapat meminimalisir kesalahan diagnosis karena infeksi ringan, sehingga meminimalkan pula peluang penularannya.

Salah satu kategori biosensor yang dapat memenuhi semua kriteria tersebut adalah biosensor elektrokimia, yang memanfaatkan proses pengenalan atau penangkapan target dengan molekul atau protein tertentu, sehingga memberikan keluaran berupa perubahan aliran listrik maupun kerapatan muatan listrik pada rangkaian. Biosensor jenis ini telah dikembangkan oleh Laboratorium Material Fungsional Maju ITB, yaitu di antaranya adalah alat pendeteksi glukosa, dopamin, dan protein Hepatitis B.

Dr. Shofarul Wustoni (FMIPA), Dr. Veinardi Suendo (FMIPA), dan Prof. Brian Yuliarto (FTI) mengembangkan biosensor elektrokimia untuk deteksi dini penyakit.

Ke depannya, pengembangan teknologi biosensor dapat mencakup jenis material yang bisa diproduksi secara massal dan stabil baik dari proses produksi hingga penggunaan. Selain itu, pengembangan perangkat dan desain yang user friendly juga dapat meningkatkan kualitas biosensor yang diproduksi di Indonesia, khususnya biosensor elektrokimia. Harapannya, biosensor elektrokimia dapat menjadi solusi untuk mengupayakan diagnosis yang lebih cepat dan tepat.

Selengkapnya: https://research.lppm.itb.ac.id/information/biosensor_elektrokimia_untuk_deteksi_dini_penyakit

Reporter: Luisa Carmel (FTI,2021)