Diskusi Panel: Meningkatkan Produksi Minyak Indonesia (1)

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Hari terakhir Simposium IATMI 2005 dipungkasi dengan diskusi panel dengan tema serupa dengan simposium, Meningkatkan Produksi Minyak Indonesia. Hadir sebagai panelis lima pakar di dunia minyak yang mewakili, pembuat keputusan, pengawas, wakil rakyat, pengamat, dan praktisi. Mewakili pembuat keputusan sekaligus pemerintah ialah Novian M. Thaib, Direktor Jendral Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mewakili dari pengawas ialah Trijana Kartoadmodjo dari Badan Pengawas Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Selain itu, hadir pula Bur Maras, anggota komisi VII DPR RI sebagai panelis wakil rakyat dan T.N. Mahmud sebagai pengamat dunia perminyakan nasional yang telah bekerja 38 tahun di industri migas sampai dengan pensiunnya tahun 1994 lalu. Terakhir, hadir pula Karsani Aulia, dari Bumi Siak Pusako, mewakili praktisi langsung di dunia perminyakan langsung. Diskusi panel ini berlangsung sangat menarik, selama nyaris empat jam. Diwarnai oleh setidaknya lima pandangan mengenai jatuhnya perminyakan nasional, posisi dan peluang Indonesia, serta jalan keluar dari tragedi 'net importir' ini. Memang perlu diakui betul, yang dikatakan Mahmud bahwa pembicaraan ini memang sedikit terlambat -menurutnya terlambat 10 tahun. Semenjak tahun 1990-an banyak perusahaan minyak yang sudah mulai meramalkan "doom's day" ini. Novian banyak mengungkap usaha pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan produksi minyak nasional ini, baik jangka pendek, menengah, dan panjang. Intinya memang meningkatkan eksplorasi. Cara lain adalah pengembangan lapangan marjinal serta pemberian insentif. Tugas pemerintah, melalui ditjen migas sekarang adalah melakukan roadshow, pameran, dan berbagai usaha lain yang dapat menundang investor untuk melakukan eksplorasi di Indonesia. Dasar kejatuhan stigma Indonesia eksportir disepakati oleh kelima panelis oleh karena 70 persen sumur minyak di Indonesia adalah sumur minyak tua (brownfields). Ke-70 persen ini padahal, bertanggungjawab terhadap 80 persen produksi minyak nasional. Baik Novian maupun Trijana mengeluarkan grafik yang memperlihatkan bahwa baseline produksi nasional menurun dengan sangat tajam. Namun Novian kemudian memberikan skenario optimis pemerintah untuk meningkatkan produksi nasional minyak mencapai 1,3 juta barrel/hari. Target pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak yang sekarang -menurut Mentri ESDM- 1,07 juta barrel/hari menjadi 1,3 juta barrel/hari pada tahun 2009. Mahmud adalah salah satu yang pesimis dengan target itu dan ia mampu menjelaskannya dengan runtut. Salah satu sebab utama pesimismenya adalah pola pikir industri minyak nasional yang masih konvensional, birokratis. Menurutnya jalan keluar dari lingkaran setan ini hanya satu, yaitu eksplorasi. Mengingat biayanya yang sangat tinggi dan hanya mampu bergantung dari pembiayaan oleh investor, maka Mahmud menekankan perlunya membangun kembali trust (kepercayaan) dengan investor. Iklim birokratis harus dipungkas habis, sementara itu, pemikiran entrepreneurial serta out-of-the-box harus segera ditanam dalam pola pikir pemimpin Indonesia dan pemimpin di industri minyak nasional. Mahmud juga memberikan pendapat bahwa yang dilakukan 'Ibnu Sutowo' tidak bisa lagi dilakukan untuk zaman sekarang. Pertama karena pemerintahan sekarang tidak lagi bercorak diktatoris -demokrasi sudah berkembang. Yang kedua, juga karena penerapan otonomi daerah yang -di samping berbagai sisi positifnya- juga membuat usaha peningkatan produksi migas lambat. Bahkan ia pun menyinggung 'gedung bundar' (Mahkamah Agung) sebagai salah satu sumber ketakutan yang membuat banyak praktisi industri minyak tidak mengembangkan solusi yang inovatif. "Harus ada perubahan pola pikir, harus inovatif," tuturnya, "Tapi inovatif itu biasanya bertentangan dengan aturan." Sebagai solusi untuk meningkatkan produksi minyak nasional, Mahmud mengusulkan dibentuknya tim krisis yang tugasnya, mendapatkan dengan investor, memperbaiki pola pikir industri migas nasional, serta segera melaksanakan eksplorasi.