IPA Convex Goes to Campus ITB: Empowering Future Energy Leaders, Shaping the Future of Energy Industry
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - IPA Goes to Campus ITB sukses digelar di Aula Gedung Energi, Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan topik “Empowering Future Energy Leaders, Shaping the Future of Energy Industry”, Rabu (6/3/2024).
Kegiatan tersebut merupakan pemaparan materi mengenai isu perkembangan energi di masa depan. Tiga pembicara dalam acara ini, antara lain IPA Board, Greg Holman, Chairman of IPA Exploration Committee, Rina Rudd, dan IPA Convex Chairperson, Krishna Ismaputra.
Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex merupakan acara konvensi energi tahunan yang membahas seputar industri minyak dan gas. Kegiatan ini dihadiri banyak pihak terkait, seperti perwakilan pemerintah, investor, asosiasi industri, insinyur, dosen, serta terbuka untuk mahasiswa.
Tema untuk tahun ini “Gaining Momentum to Advance Sustainable Energy Securtity in Indonesia and The Region”. Pada gelarannya yang ke-48, IPA Convex akan diselenggarakan pada 14-16 Mei 2024 di Indonesian Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang.
Kegiatan IPA Goes to Campus ITB ini diawali dengan sambutan dua dosen Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB, dilanjutkan oleh Greg Holman.
Kegiatan dilanjutkan dengan paparan materi oleh Rina Rudd yang membahas isu perkembangan energi transisi di global, khususnya Indonesia setelah Perjanjian Paris disepakati oleh negara-negara di dunia. Beliau juga membahas mengenai pertanyaan yang selalu ditanyakan ketika membahas energi transisi, yaitu posisi migas di perkembangan energi bersih.
“Landscape energi di seluruh dunia mulai berubah diawali oleh Paris Agreement yang mempengaruhi perkembangan energi secara keseluruhan. Pada tahun 2045, kita berharap akan keluar dari middle class dan hopefully akan bertransformasi menjadi negara first class, yang dibutuhkan salah satunya adalah energi. Kita ketahui bahwa terdapat konsep trilema energi: affordability, sustainability, dan security. Posisi Indonesia sebagai negara berkembang memang seharusnya fokusnya adalah mengenai affordability dan security, tetapi masalah sustainability juga harus dikejar. Pertanyaan saat ini adalah apakah industri migas masih dibutuhkan dan sampai kapan? Berdasarkan data terlihat bahwa kebutuhan energi dari migas kita masih di sekitar 60 persen,” ujarnya.
Beliau pun menjelaskan, berdasarkan Perjanjian Paris, Pemerintah Indonesia menetapkan target penurunan emisi karbon dari semua sektor pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri atau sampai 41 persen dengan bantuan pendanaan dari luar negeri.
Perusahaan sektor migas sebenarnya sudah memiliki inisiatif sendiri untuk mencapai Net Zero Emission (NZE), bahkan lebih cepat dibandingkan target pemerintah. Usaha-usaha perusahan migas terkait kontribusi pada perkembangan energi transisi di Indonesia, di antaranya:
1) Reduce emission in operations;
2) Reduce flaring;
3) Coal to gas switch;
4) Investment in renewable;
5) Carbon capture, utilisation and storage; dan
6) Clean hydrogen.
Pemaparan dilanjutkan oleh Krishna Ismaputra yang membahas mengenai konvensi yang diselenggarakan oleh IPA. Beliau mengatakan, ajang tahunan yang diselenggarakan selama tiga hari ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa berdialog langsung dengan praktisi di bidang energi, baik produsen maupun services. Selain itu, mahasiswa dapat belajar mengenai teknologi baru di sektor energi dan mendapatkan networking.
Di sesi akhir, peserta diberikan kesempatan bertanya kepada para pemateri. Peserta yang bertanya diberikan tiket menghadiri kegiatan IPA Convex ke-48. Antusiasme peserta dalam bertanya sangat tinggi. Salah seorang peserta menanyakan terkait apa saja yang harus dipersiapkan mahasiswa untuk menghadapi perkembangan teknologi di bidang energi yang bergerak sangat cepat. Para pemateri menjelaskan bahwa kemampuan dan pengetahuan dasar mengenai ilmu yang dipelajari di bangku perkuliahan, khususnya rumpun keilmuan mengenai energi, sangat penting dalam menunjang karier di sektor energi.
Reporter: Muhamad Ramdhani Husaini Fikri (Teknik Kimia, 2020)