ITB Ajak Masyarakat Degayu untuk Adaptif dengan Bencana Banjir Rob

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


PEKALONGAN, itb.ac.id—Perubahan iklim yang terjadi di seluruh belahan dunia memberikan pukulan keras bagi negara kepulauan seperti Indonesia. “Bumi kita sudah tidak sama lagi karena adanya perubahan iklim. Sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang fenomena meteorologi-oseanografi akan lebih beragam dan ekstrem. Kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah yang berjalan beriringan berimbas pada tenggelamnya pulau-pulau kecil dan banjir rob yang melanda pesisir,” ungkap Dr.rer.nat. Rima Rachmayani, S.Si., M.Si., dosen Oseanografi ITB.

Hal tersebut ia sampaikan dalam acara pengabdian masyarakat ITB untuk masyarakat pesisir di Kelurahan Degayu di Kecamatan Pekalongan Utara. Lokasi tersebut merupakan salah satu wilayah yang menjadi langganan banjir rob. Banjir rob merupakan peristiwa banjir yang tidak berkaitan dengan curah hujan, melainkan oleh pasang surut air laut.

“Keadaan ini dapat diperparah saat permukaan tanah di suatu wilayah itu turun. Berdasarkan riset yang sudah dilakukan, penurunan tanah di Pekalongan mencapai 7 cm/tahun,” kata Sella Lestari Nurmaulia, S.T., M.T., dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.

Kegiatan talkshow yang bertajuk “Edukasi dan Sosialisasi Adaptasi Masyarakat dalam Menangani Banjir Rob di Kecamatan Pekalongan Utara” merupakan inisiasi Tim Peduli Pesisir ITB. 12 mahasiswa yang terlibat dalam program tersebut melakukan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa di bawah naungan Direktorat Kemahasiswaan ITB.

Selain menghadirkan dua dosen ITB, acara tersebut juga menghadirkan Dimas Arga Yudha selaku Kepala Seksi Kesiapsiagaan Bencana BPBD Kota Pekalongan. “Harapannya, masyarakat Degayu mampu meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan dalam menghadapi bencana banjir rob sehingga cakap mempersiapkan diri dan mengantisipasi kerugian seminimal mungkin,” tutur ketua Tim Peduli Pesisir ITB, Riyadi Zakia (OS 20).

Sella menyebutkan bahwa bencana merupakan kerentanan karena adanya ancaman namun kapasitas untuk bertahan rendah. “Kapasitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan pengetahuan kebencanaan. Perlu dibuat tim penanggulangan bencana di level kelurahan. Pemetaan wilayah harus dilakukan, termasuk potensi bencana terbesar di Degayu, potensi yang bisa menguranginya, termasuk titik kumpul dan evakuasi,” terangnya.

Dosen pembimbing pengabdian masyarakat oleh mahasiswa tersebut menerangkan bahwa kesadaran masyarakat harus dipupuk terlebih dulu. “Masyarakat harus sadar hidup di lingkungan bencana dan memiliki keinginan untuk beradaptasi. Infrastruktur yang dibangun tidak mudah dan instan, jadi pertama harus dari kesadaran masyarakat,” katanya pada Jumat.

Skenario terburuk harus dibayangkan agar rencana terbaik bisa disiapkan. Mitigasi struktural yang bisa diupayakan untuk melindungi wilayah ini adalah pembuatan tanggul laut, penataan permukiman di Kali Gambus, peninggian jalan, pembuatan rumah pompa, dan penanaman bakau. Salah satu tokoh masyarakat Degayu, Burhan, mengapresiasi kegiatan tersebut dan turut mengajak masyarakat untuk turut mengiringi upaya-upaya adaptasi bencana banjir rob tersebut dengan doa.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)