ITB Konsisten dalam Penegakan Peraturan dan Norma Akademik dan Kemahasiswaan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id – Sebagai lembaga pendidikan tinggi, dan pusat kegiatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, Institut Teknologi Bandung (ITB) konsisten dalam menegakkan semua peraturan dan norma akademik dan kemahasiswaan yang berlaku di kampus. Hal tersebut sejalan dengan upaya mewujudkan visi-misi yang telah dicanangkan ITB. Penegakan peraturan dan norma akademik dan kemahasiswaan juga merupakan bagian dari upaya pengembangan karakter mahasiswa.



Ketua Komisi Penegakan Norma Akademik dan Kemahasiswaan ITB, Prof. Nanang T. Puspito, menjelaskan, bahwa peraturan dan norma akademik dan kemahasiswaan ITB bertujuan memberikan panduan pada mahasiswa tentang bagaimana beraktivitas dan berperilaku sesuai dengan apa yang ingin dicapai oleh institusi. Buku mengenai peraturan tersebut, yaitu Buku Peraturan Akademik dan Kemahasiswaan ITB, setiap tahun diperbarui dan disesuaikan agar sejalan dengan aturan dan kebijakan baru tentang akademik dan kemahasiswaan.

Mengenai sosialisasi, Prof. Nanang memaparkan bahwa aturan tersebut sudah diberikan dan disosialisasikan kepada mahasiswa baru pada setiap acara penerimaan mahasiswa baru. Dengan harapan setiap mahasiswa yang masuk ke ITB sudah sadar dan paham tentang apa yang mesti dilakukan dan tidak boleh dilakukan baik dalam ranah akademik maupun di luar akademik.

“Buku aturan tersebut sudah dibagikan, dan disosialisasikan kepada mahasiwa baru. Dan pada saat mereka mendaftar, mereka menandatangani form pernyataan bahwa akan mematuhi seluruh peraturan yang berlaku di ITB,” ujarnya.

Namun demikian, dalam praktiknya tidak sedikit mahasiswa melanggar aturan yang ada. Pelanggaran tersebut bisa dilakukan oleh individu mahasiswa ataupun organisasi kemahasiswaan. Prof. Nanang mengatakan, pelanggaran yang paling banyak disidang oleh Komisi Penegakan  Norma Akademik dan Kemahasiswaan adalah pelanggaran seputar akademik. Berdasarkan data tahun 2005-2018, ada beberapa kasus yang pernah disidangkan, di antaranya kasus penyontekan, pemalsuan (nilai, transkrip, tandatangan), joki ujian, plagiarisme, tawuran antar himpunan mahasiswa, perkelahian, pencurian, penyalahgunaan fasilitas kampus, pengrusakan fasilitas kampus, pelanggaran perijinan, penghinaan SARA, tindak asusila, intimidasi, kekerasan dalam Orientasi Studi, kekerasan dalam pacaran, dan penyalahgunaan akses e-journal.

Tingkat sanksi yang diberikan pada kasus-kasus tersebut bergantung pada jenis pelanggarannya, jika untuk perorangan maka sanksi yang diterapkan ialah peringatan keras secara tertulis, pemberian tugas sosial dan/atau tugas keprofesian, pembatasan jumlah SKS yang boleh diambil, penghentian sementara status sebagai mahasiswa dalam jangka waktu tertentu (skorsing), dan pencabutan status sebagai mahasiswa secara permanen (DO). Sementara untuk organisasi kemahasiswaan, sanksinya berupa peringatan keras secara tertulis, pembekuan sementara dalam jangka waktu tertentu sampai pembubaran.

“Semua pelanggaran tersebut bisa diproses oleh Komisi Penegakan Norma Akademik dan Kemahasiswaan jika ada laporan tertulis,” ucapnya. Namun tidak semua pelanggaran disidang di komisi, bisa juga dilakukan penyelesaian kasusnya di tingkat prodi maupun fakultas.

“Fakultas juga memiliki tim adhoc. Oleh fakultas akan dilihat kasusnya, lalu dibahas. Mereka diberi kewenangan untuk menangani, memeriksa semuanya. Lalu diputuskanlah oleh fakultas tersebut apakah mengusulkan sanksi atau tidak, dengan memberikan rekomendasi ke rektor,” katanya.

Dijelaskan Prof. Nanang, jika rekomendasi sanksi sampai ke komisi, maka komisi akan menyelenggarakan sidang apabila dibutuhkan pendalaman materi kasus. Turut diundang dalam sidang yaitu pelapor, kaprodi, dekan, perwakilan KM-ITB dan mahasiswa tersebut (terlapor). Di dalam sidang tersebut, anggota tetap dari komisi ditambah yang hadir yaitu wakil dari fakultas, prodi, dan dosen wali, diminta pertimbangan. Kemudian diklarifikasi mengenai kasusnya, dilihat motivasinya apa, dan ditanya apakah tahu konsekuensinya. Setelah semua mendengar, selanjutnya dilakukan musyawarah untuk mengambil keputusan mengenai kasus tersebut.

Setelah komisi memutuskan, maka akan dibuat rekomendasi sanksi untuk disampaikan ke Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WRAM) dan Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi (WRAAK) untuk diteruskan kepada Rektor ITB. “Rektor mempunyai hak sepenuhnya untuk setuju atau tidak atau memodifikasi usulan sanksi tersebut dan dibuatkan keputusannya,” ucap Prof. Nanang. 

Semua prosedur dan aturan tersebut dijalankan demi kebaikan ITB. Kepada mahasiswa baru nantinya, Prof. Nanang berharap agar dapat membaca dan memahami peraturan dan norma yang berlaku agar visi dan misi kampus yang telah dicanangkan bisa terlaksana dengan baik./AP