Hukum Sebagai Solusi dalam Kegiatan Pendidikan Tinggi
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Hukum bukanlah sebuah penghambat, tetapi hukum akan selalu memberi obat dan berperan sebagai solusi. Hal tersebut dipaparkan oleh Kepala Kantor Hukum ITB, I Wayan Gunada, S.H., M.H., dalam acara LPPM ITB Workshop Series Vol.3: Hukum Sebagai Solusi dalam Kegiatan Pendidikan Tinggi, Rabu (5/5/2021). Acara ini dipandu oleh Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB, Emilia Fitriana Dewi, S.H., M.A.B.
Pada kesempatan tersebut, ia memaparkan materi tentang peran hukum dalam organisasi, khususnya untuk ITB sebagai perguruan tinggi negeri berstatus badan hukum. Di awal, Wayan memaparkan definisi umum hukum sebagai solusi. Lex semper dabit remedium, yang berarti hukum akan selalu memberi obat. “Hukum bukanlah penghambat, tapi harus jadi solusi. Karena sejatinya hukum adalah alat,” ujarnya.
Wayan memaparkan bahwa hukum memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi, di antaranya adalah untuk menelaah rancangan regulasi organisasi, menelaah rancangan kontrak organisasi dengan pihak eksternal, memberikan konsultasi hukum, dan memberikan pendampingan serta bantuan hukum. “Orang hukum yang baik harus mampu memberi solusi untuk orang yang datang untuk mengonsultasikan masalah hukumnya dengan tegas. Orang hukum harus selalu jujur dan independen,” ujarnya.
Dalam organisasi, hukum juga berperan sebagai pengingat yang baik, pemberi solusi, mengawal pembentukan regulasi yang membumi, dan menyediakan inhouse lawyer yang idealis dan realistis. Mengenai regulasi, ia mengatakan bahwa regulasi yang baik adalah regulasi yang benar-benar dibutuhkan dan dapat mengatur pelaksanaannya dengan baik, bukan yang menyeramkan dan menjadi masalah ketika dilaksanakan.
Berikutnya, Wayan memaparkan tentang tiga alat untuk mengawal hukum di ITB yaitu hard level decision, compromise level decision, dan flexible level decision. Ia menjelaskan bahwa ada tiga jenis status hukum PTN di Indonesia yaitu PTN Satuan Kerja, PTN dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dan PTN Badan Hukum. ITB sendiri berstatus PTN Badan Hukum, berdasarkan Peraturan Pemerintah N0. 65 tahun 2013 tentang Statuta ITB.
Sebagai PTN Badan Hukum, ITB dapat menyusun berbagai regulasi internal berupa peraturan internal ITB yang meliputi peraturan MWA, peraturan rektor, dan peraturan senat akademik. Namun, cukup banyak orang yang masih belum bisa membedakan antara peraturan dan keputusan. “Singkatnya, peraturan merupakan norma hukum, sementara keputusan bukanlah norma hukum. Peraturan berfungsi sebagai pedoman, sementara keputusan adalah efek dari pelaksanaan peraturan.
Jenis-jenis keputusan yang ada di ITB di antaranya adalah keputusan MWA, keputusan senat akademik, keputusan rektor, keputusan dekan, dan keputusan kepala badan. “Adagium hukum sebagai strategi penyusunan aturan hukum di ITB adalah absolute sentienfia expositore nonindiget yang berarti sebuah dalil sederhana yang tak membutuhkan penjelasan lebih lanjut,” ujarnya.
Namun, di sisi lain ITB juga memiliki beberapa potensi permasalahan hukum seperti gugatan ke PTUN dari pegawai atau mahasiswa yang kurang puas dengan keputusan pejabat ITB, gugatan perdata atas pelaksanaan kontrak kerja sama antara ITB dan pihak eksternal, dan tuntutan pidana atas dugaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh sivitas akademika ITB.
Di penghujung acara ini, Wayan memaparkan berbagai tips untuk meminimalkan permasalahan hukum. Berbagai hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan permasalahan hukum di antaranya adalah menjalankan wewenang tanpa kepentingan pribadi, pengambilan keputusan strategis dilakukan secara kolektif, wajib mendasarkan tindakan jabatan pada keputusan peraturan perundangan yang memadai, dan menjadikan pendapat hukum sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Reporter: Yoel Enrico Meiliano (TPB FTI 2020)