Kolokium Astronomi ITB Menyingkap Kosmologi Supernova dengan Teleskop Nancy Grace Roman

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

Dr. Tri L. Astraatmadja saat memberikan materi di Ruang Seminar Gedung CAS, ITB Kampus Ganesha, Bandung.

BANDUNG, itb.ac.id—Kelompok Keahlian Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali mengadakan kelas kolokium astronomi pada Jumat (23/2/2024).

Pada agenda kali ini menghadirkan astronom dari Indonesia sekaligus Senior Staff Scientist di Space Telescope Science Institute (STScI) Baltimore, Maryland, Amerika Serikat, Dr. Tri L. Astraatmadja.

“Sebagai astronom, kami mengamati bahwa alam semesta memuai. Kecepatan pemuaian alam semesta dinyatakan oleh bilangan yang dinamakan Konstanta Hubble (H0). Konstanta ini berubah berdasarkan waktu dan dapat diukur dari jarak supernova," ujarnya.

"Perumpamaan pemuaian alam semesta ini seperti kumpulan kismis di dalam oven, seiring berjalannya waktu mereka akan memuai dan menjauh satu sama lain. Kami meyakini bahwa alam semesta memuai dengan laju semakin lambat,” lanjutnya.

Dalam penelitian mengenai parameter perlambatan itu, para astronom menemukan energi gelap. Dr. Tri mengatakan energi gelap merupakan energi tak dikenal yang melawan efek gaya gravitasi.

“Energi gelap ini dibuktikan dari pengamatan supernova tipe Ia. Supernova tersebut merupakan salah satu objek astronomis yang diketahui kecerlangannya atau disebut “lilin standar”. Menentukan jarak dari suatu objek dalam astronomi akan sulit dilakukan tanpa menggunakan lilin standar," katanya.

"Pengamatan ini mendapati sejenis energi misterius yang memiliki persamaan keadaan yang negatif, kami menyebutnya energi gelap. Keberadaan energi gelap ini justru membuat ekspansi alam semesta semakin cepat,” sambungnya.

Untuk menjawab teka-teki itu, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), merancang teleskop antariksa Nancy Grace Roman yang mencoba menjawab pertanyaan krusial ilmu kosmologi dan mengungkap energi gelap di alam semesta.

Dr. Tri menyebutkan keunggulan teleskop mata-mata ini memiliki badan pandang yang luas. Jika teleskop Hubble memerlukan 180 pengamatan, teleskop Nancy Grace Roman bisa merekamnya dalam satu kali pengamatan saja.


“Teleskop ini debekali dengan 6 filter pencitraan dan prisma untuk spektroskopi nircelah. Cahaya lain akan terblokir sehingga spektrum yang dihasilkan benar-benar didapatkan dari objek yang tengah diamati,” terang Dr. Tri.

Teleskop ini juga ditunjang dengan detektor Wide Field Instrument (WFI) yang memiliki kemampuan untuk mengukur cahaya dari satu miliar galaksi selama 5 tahun waktu operasinya. Hal itu akan menyokong misi utama teleskop Nancy Grace Roman dalam penyelidikan energi gelap.

“Instrumen bidang luas di ini akan membantu astronom dalam memetakan distribusi materi di seluruh alam semesta. Ia juga akan meneliti kecerahan dan jarak supernova, melacak jejak pertama eksistensi energi gelap, memeriksa objek di tepian tata surya, dan mengukur proses pengembangan alam semesta sejak berumur sekitar 500 juta tahun, sekitar 4 persen dari umurnya saat ini,” tuturnya.

Peluncuran teleskop Nancy Grace Roman akan dijadwalkan pada akhir 2026. Ia beroperasi dalam panjang gelombang inframerah antara 5.000-20.000 Angstrom. Sebagai informasi, nama teleskop itu diambil dari nama ilmuwan perintis asal Amerika, Nancy Grace Roman, perempuan pertama yang mengepalai astronom NASA dan menciptakan teleskop Hubble.

Repoerter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)