Komitmen Memajukan Desa Tertinggal, ITB Gandeng Baitulmaal Muamalat

Oleh Ahmad Fadil

Editor Ahmad Fadil

BANDUNG, itb.ac.id – Selasa (21/11/17), telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara ITB dengan Baitulmaal Muamalat (BMM). Bertempat di Ruang Rapim A, Gedung Rektorat ITB, penandatanganan MoU tersebut dilakukan oleh Rektor ITB, Prof. Kadarsah Suryadi dan Direktur Eksekutif BMM, Bambang Kusnadi. Nota Kesepahaman Bersama antara ITB dan BMM tersebut memuat pasal-pasal mengenai pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin atau desa tertinggal sebagai penyaluran dana zakat, infaq, atau sodaqoh.

BMM merupakan yayasan pengelola zakat yang pada awalnya merupakan bagian dari Divisi Bank Muamalat hingga berdiri sendiri sebagai yayasan di tahun 2000. Berdirinya BMM setelah diberlakukannya undang-undang tentang zakat di Indonesia. “UU no 23 tahun 2011 mewajibkan semua lembaga zakat disertifikasi dan divalidasi ulang dan alhamdulilah Baitulmaal Muamalat berhasil mendapat pengesahan sebagai lembaga zakat”, ujar Bambang Kusnadi.

Lebih lanjut Bambang mengatakan bahwa BMM memiliki fokus untuk memberi manfaat secara luas kepada masyarakat. Banyak program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh BMM, dan dalam rangka menghadapi tantangan kedepan yang dirasa akan lebih berat, maka BMM merintis pendekatan dengan perguruan-perguruan tinggi. Kerjasama dengan perguruan tinggi sebagai pusat berbagai keahlian diharapkan dapat membantu pengembangan pengelolaan zakat agar bisa terimplementasi dengan lebih baik dan tepat sasaran.

Kadarsah Suryadi mengatakan bahwa pendistribusian zakat kepada mahasiswa ITB yang kurang mampu secara finansial selain dapat membantu meringankan pembiayaan seperti uang kuliah tunggal, juga sekaligus dapat memajukan desa tertinggal. “Berdasarkan statistik, jumlah mahasiswa ITB setiap tahun yang mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT) secara penuh adalah 30-40%, sisanya mendapat bantuan dari ITB melalui berbagai cara, salah satunya dengan pencarian beasiswa yang datang dari instansi pemerintah, masyarakat, maupun instansi lain” ujar Prof. Kadarsah di sela-sela sambutannya.  

Kadarsah juga mengatakan bahwa dalam hal memajukan desa tertinggal, ITB mengadakan berbagai program kegiatan, salah satunya dalam bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik. Di program tersebut, mahasiswa-mahasiswa ITB membangun fasilitas-fasiltas umum vital di perdesaan. Tahun 2017, KKN Tematik ITB diadakan di desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan. Program-program seperti KKN Tematik sejalan dengan peran ITB di Forum Perguruan Tinggi Desa (Pertides) yang dibentuk oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia di Tahun 2016. Rektor ITB sebagai Ketua Pertides dari sebelas Perguruan Tinggi di Indonesia, turut membantu desa-desa tertinggal melalui apa yang disebut dengan kesebelasan bersatu.

Prof. Budi Sulistiyanto, Wakil Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM-ITB) yang juga menjabat sebagai Ketua Pokja Pertides menyampaikan rasa bahagianya, dan optimis bahwa MoU ini dapat dikaitkan dengan program-program yang diamanatkan ke Pertides. “Alhamdulillah dengan adanya nota kesepahaman ini dan melihat isinya tadi, ya harapannya program-program yang diamanatkan ke Pertides khususnya desa binaan ITB dapat segera terwujud”, ujar Budi.

Sejauh ini ITB telah memilih lima desa binaan agar dapat terukur secara kuantitatif perkembangannya, yaitu : desa Nunukan di Kalimatan Utara yang berada di perbatasan dengan Malaysia, desa Maninjau Sumatera Barat yang sekaligus bertujuan untuk merevitalisasi danau maninjau, desa di Jepara, desa di Blora, dan desa di Majalengka Sumedang. “Memajukan desa-desa tertinggal khususnya di perbatasan  NKRI merupakan salah satu  poin dari nawa cita Presiden RI yang harus diperhatikan sehingga ITB memilih desa Nunukan”, demikian tutup Budi.