Kuliah Tamu FSRD ITB: Mitigasi Bencana di Bandung dengan Pendekatan Desain
Oleh Ahmad Fauzi - Mahasiswa Rekayasa Kehutanan, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

BANDUNG, itb.ac.id — Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) menggelar kuliah tamu bertajuk “From The Mountain To The River To The Sea” di Gedung LFM, ITB Kampus Ganesha, Jumat (11/4/2025). Kuliah tamu ini menghadirkan pemateri M. Adi Panuntun, S.Ds., M.A., Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF) dan CEO Sembilan Matahari.
Beliau menjelaskan bahwa umumnya warga Kota Kembang tidak mengetahui karakteristik dari Bandung itu sendiri. Banyak masyarakat yang belum menyadari potensi bahaya dari sesar Lembang.
“Isu sesar Lembang sebagai sebuah fakta bahwa tanahnya bergerak, pergerakan sesar Lembang bisa mencapai 4 mm per tahun. Namun, yang dikhawatirkan adalah ketidaksadaran kita, masyarakat yang hidup di atasnya. Pada akhirnya, menebang pohon yang seharusnya menjadi resapan air dan menggantinya dengan bangunan yang tidak berstandar anti gempa,” ujarnya.
Adapun pada tahun 2025, Bandung akan memperingati sebagai kota desain (City of Design) dengan dua key event, yakni BDG LIGHTS dan Bandung Design Biennale yang akan dilaksanakan pada September dan Oktober 2025. Menurutnya, saat ini para pelaku kreatif mulai mengarah kepada pelibatan mitigasi bencana terutama terkait dengan isu sesar Lembang. “Sesar Lembang merupakan fenomena yang dinyatakan peneliti bahwa pasti terjadi, tetapi waktunya tidak pasti. Cara terbaik yang bisa dilakukan adalah melakukan mitigasi. Namun, isu mitigasi sesar Lembang belum terkoneksi sepenuhnya dengan bidang kreatif, padahal Bandung merupakan City of Design,” ujarnya.
“Pada masa Hindia-Belanda, pembangunan masih (dilakukan secara) sadar, tetapi pada masa setelah kemerdekaan terjadi kegagapan terkait acuan pembangunan sehingga banyak bangunan yang seharusnya berbasis tanah yang bergerak, tidak terjadi,” tuturnya.
Beliau menjelaskan bahwa cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan mendesainnya. “Design thinking bukan hanya tentang bagaimana kita selamat dari bencana, tetapi bagaimana mencegah potensi kerusakan akibat bencana,” katanya.
Adapun From The Mountain To The River To The Sea merupakan visi gerakan kultural yang berkomitmen menuju keberlanjutan-mengalir seperti siklus air yang menyatukan ekosistem dari gunung, ke sungai, hingga laut. Membawakan kehidupan bagi kota, dan memberi manfaat bagi lingkungan serta komunitas di sekitarnya.
Gerakan ini melalui pendekatan lintas disiplin (desain, seni, sains, sosio-teknologi), bersama semua komunitas kreatif Bandung berkolaborasi mengaktifkan kampanye mitigasi bencana menjadi gerakan kalcer Sesar Lembang dengan tagar #SesarLembangKalcer.
Gerakan ini juga selaras dengan ekologi, sejarah, dan kultur kreatif, dari gunung ke sungai, hingga ke laut. Geliat ekonomi/industri kreatif yang terkoneksi kepada inisiatif mitigasi bertujuan untuk menginspirasi wawasan, membangun resiliensi, sekaligus berdampak ekonomi yang berkelanjutan.
Menurutnya, terdapat tiga prinsip utama dalam gerakan ini, yakni An Act for The Planet, Empower People, dan Drive Prosperity.
Beliau menjelaskan bahwa gerakan ini merupakan “seni meninggalkan jejak” bagi bekal perjalanan generasi masa depan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Mapping the Future: Visualizing the Revitalization. Kegiatan ini terdiri atas empat macam, yakni: 1) Immersive Historical Tunnel: Gua Belanda; 2) Musikal x Video Mapping Show; 3) Mini Museum Sesar Lembang; dan 4) Curug Dago - Cikapundung River’s Design Intervention.

Tujuan gerakan ini adalah untuk memberikan edukasi sekaligus rekreasi bagi masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana di Bandung. “Gerakan ini menyuntikkan ke titik-titik yang perlu diintervensi secara desain,” ujarnya.
Reporter: Ahmad Fauzi (Rekayasa Kehutanan, 2021)