Mahasiswa Teknologi Pascapanen ITB Pelajari Pascapanen Kopi hingga Siap Dijual

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

SUMEDANG, itb.ac.id – Sebanyak 51 mahasiswa dari Program Studi Teknologi Pascapanen Institut Teknologi Bandung (ITB) melaksanakan kegiatan kuliah lapangan di Desa Nagarawangi, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Senin (20/11/2023). Kegiatan ini merupakan bagian dari mata kuliah Pengetahuan Pascapanen Tradisional yang diampu oleh Dr. Anne Hadiyane, S.Hut., M.Si. dan Dr. Ir. Mustika Dewi, M.Si.

Kegiatan ini sejalan dengan tujuan Program Studi Teknologi Pascapanen untuk memberikan pemahaman mendalam kepada mahasiswa mengenai teknologi pascapanen di berbagai komoditas, salah satunya kopi. Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di lapangan untuk mendukung pengembangan sektor pertanian di Indonesia.

Kegiatan dimulai dengan mengunjungi Kafe Boehoen Nagarawangi yang dikelola Kelompok Tani Maju Mekar. Kelompok tani ini beranggotakan 50 orang. Setiap anggota dapat menghasilkan 36 kg-50 kg kopi per musimnya.

Dari Kafe Boehoen, mahasiswa melanjutkan perjalanan ke kebun kopi arabika dan robusta untuk memahami teknik pascapanen yang dilakukan kelompok tani setempat.

Perwakilan dari kelompok tani, Sulaiman, menjelaskan setiap proses pascapanen kopi. “Dari satu bahan baku kopi dapat dihasilkan berbagai produk kopi dengan cita rasa yang berbeda,” ujarnya. Terdapat lima jenis produk kopi yang dihasilkan, antara lain full wash, semi wash, honey, natural, dan wine. Setiap jenis memiliki metode pengolahan tersendiri sehingga memberikan variasi rasa yang khas.

   

Untuk menjadi produk kopi full wash, biji kopi dicuci bersih dan dijemur selama dua pekan hingga kadar air sekitar 13 persen. Berbeda dengan produk semi wash, biji kopi dijemur sebanyak dua kali. Produk kopi honey memiliki rasa manis yang didapatkan setelah melalui proses pencucian dan perambangan, diikuti dengan penjemuran selama 15 hari. Sementara itu, kopi natural perlu dijemur dengan periode yang lebih panjang, yakni sekitar satu bulan. Adapun produk kopi wine dihasilkan melalui proses fermentasi selama satu bulan.

Sulaiman juga memperkenalkan kopi lanang, sebuah inovasi dalam pengolahan kopi. Meskipun awalnya dianggap tidak memenuhi standar pasar karena hanya memiliki biji tunggal, namun kopi lanang dapat diolah menjadi produk dengan keunikan tersendiri. Dari total 100 kg buah kopi, hanya sekitar 3 kg yang merupakan kopi lanang.

Melalui kegiatan ini, mahasiswa melakukan pengamatan dan diajarkan tentang teknik budi daya tanaman kopi, peralatan yang digunakan dalam pemanenan, dan gejala buah kopi yang terserang hama.

Umumnya, kelompok tani menjual kopi dalam bentuk green bean dan kopi bubuk. Petani memanen buah kopi yang sudah matang yang ditandai dengan kulit berwarna kemerahan. Selanjutnya, petani melakukan pemilahan dengan teknik perambangan. Teknik ini dilakukan dengan merendam biji kopi. Biji yang tenggelam adalah biji yang memiliki kualitas baik.

   

Setelah itu, kopi akan dikupas kulitnya menggunakan pulper. Kopi dibersihkan secara mekanik dengan demucilager, lalu dikeringkan dengan cara dijemur di rumah pengering. Selanjutnya, kulit tanduk kopi dikupas dengan huller dan dipilah untuk kedua kalinya menggunakan ayakan. Pada tahap akhir, kopi akan dipilah berdasarkan ukuran dan kualitasnya.

Kemudian, biji kopi disimpan di dalam karung bersih untuk didistribusikan ke pasar. Di sisi lain, petani menggunakan roaster untuk memanggang biji kopi dengan tujuan mengeluarkan aroma dan rasanya. Sementara itu, biji kopi yang digiling menggunakan grinder akan dijual dalam bentuk kopi bubuk.

Salah seorang mahasiswa, Putri Safina Jasmine, mengaku banyak belajar dari kuliah lapangan tersebut.

"Menurut saya kuliah lapangan ini sangat bermanfaat. Mahasiswa belajar tidak hanya berdasarkan teori saja tetapi juga berdasarkan praktik, melihat secara langsung pengolahan kopi di lapangan. Jadi tahu juga dari bahan baku cherry kopi jadi berbagai produk olahan kopi," ujarnya.

Jasmine berharap kegiatan semacam ini dapat diperluas ke berbagai komoditas pascapanen lainnya. "Harapannya bisa lebih banyak mengenal pengolahan pascapanen komoditas lain," ucapnya.

Dengan kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya mendapatkan wawasan mengenai teknologi pascapanen, tetapi juga memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang peran dan potensi kelompok tani dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Selain itu, kerja sama antara perguruan tinggi dan kelompok tani menjadi langkah nyata dalam mendukung pemberdayaan masyarakat pertanian di daerah.

Reporter: Ardiansyah Satria Aradhana (Rekayasa Pertanian, 2020)

Editor: M. Naufal Hafizh