Melukis Keindahan Labuan Bajo dengan Batik Tamarind

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id—Selain keelokan lanskap wisatanya, Labuan Bajo rupanya menyimpan potensi budaya dan lingkungan yang luar biasa. Sejak tahun lalu, Program Studi Seni Rupa, FSRD ITB, telah melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat di SMK Negeri 3 Komodo, Labuan Bajo, sebagai upaya meningkatkan ekonomi kreatif dan pariwisata di sana. Mata acara yang dilakukan adalah pelatihan seni lukis batik tamarind (asam jawa) pada wastra guna.

Almira Belinda Zainsjah, M.Sn., anggota tim pengabdi dari KK Estetika dan Ilmu-ilmu Seni, menyampaikan bahwa media tersebut dipilih berdasarkan ketersediaan pohon biji asam yang melimpah dan tumbuh liar di Labuan Bajo. “Selain itu, pembuatan produk dengan teknik lukis batik tamarind dapat lekas dipahami serta dipraktikkan pada pelatihan dengan waktu relatif singkat.”

Tahun ini, mereka berencana untuk melanjutkan kembali pengabdian ini, namun dengan fokus pada pembuatan dan publikasi produk. Karya dikerjakan dalam pelatihan ini berupa bahan kain berbentuk persegi yang dipasangkan di spanram kayu. Peserta dibebaskan untuk memilih dan membuat bandana atau kipas. Untuk bandana, mereka dapat langsung masuk ke proses pembuatan motif, sedangkan untuk kipas, pola rangka harus disalin terlebih dahulu ke atas kain.

Pada tahap ini, tim instruktur mengarahkan peserta untuk menggambar outline yang tidak terputus karena akan ditimpa dengan guta tamarind. Guta tamarind berperan sebagai pemisah antara cat yang nantinya akan diaplikasikan ke motif dengan latar belakang. Apabila terputus, amat mungkin ketika diwarnai, cat akan merembes ke bagian lainnya.

Langkah selanjutnya adalah penjemuran kain agar guta tersebut kering. Berikutnya, peserta dapat masuk ke tahap pewarnaan yang disesuaikan dengan jenis kain. “Penggunaan medium yang tidak tepat dapat menyebabkan kurang melekatnya warna pada kain,” jelas Almira.

Kain bandana yang telah selesai diwarnai dan dijemur dapat langsung dilepas dari spanram, dicuci untuk menghilangkan guta tamarind yang keras, kembali dijemur, dan disetrika. Jika ingin lebih rapi, bagian samping kain dapat dijahit agar tidak berserabut. Sementara itu, untuk kipas, proses pembuatan perlu dilanjutkan dengan memotong kain sesuai pola, menjahit pinggiran kain, dan merekatkannya dengan lem pada rangka. Tahapan ini dapat memakan waktu yang cukup lama lantaran rangka kipas harus dibentangkan dan disusun terlebih dahulu dengan jarak yang sama agar rapi.

Menurut pengakuan tim pengabdian masyarakat, agenda pelatihan yang berlangsung pada 31 Mei – 2 Juni 2022 ini diikuti dengan sangat antusias oleh siswa dan guru SMK Negeri 3 Komodo. Para peserta diajak untuk mengikuti dua sesi setiap harinya, yaitu pemberian materi dan praktik pelatihan seni lukis batik tamarind. Seluruh kegiatan dijalankan dengan metode yang santai dan interaktif sehingga forum-forum diskusi yang menyenangkan pun tercipta.

“Semangat siswa dan guru memuncak pada hari kedua, pada sesi tambahan di bagian akhir. Sesi ini terbagi menjadi dua. Pertama, cara aplikasi lukis tamarind di atas benang tenun khusus untuk guru yang menenun. Berikutnya, ada sesi eksperimen teknik celup dengan tisu yang terbilang mudah dan praktik teknik ikat celup di atas tekstil,” jelas Almira.

Ia juga menceritakan hasil karya menarik yang berhasil dibuat para guru dalam pelatihan ini. Mereka memilih untuk melukiskan ilustrasi kisah rakyat dan legenda lokal yang dapat menjadi media edukasi dan bentuk pelestarian budaya setempat.

Pada hari terakhir pengabdian, seluruh karya pun didokumentasikan. Peserta mendapatkan kesempatan untuk menerima materi terkait teori fotografi dasar untuk memasarkan produk-produk kreatif dan mempraktikkannya menggunakan perangkat yang tersedia. Komposisi yang dipotret dibebaskan sehingga para murid dapat berkreasi dengan leluasa menggunakan karyanya sendiri.

Antusiasme peserta yang tinggi pada akhirnya bertahan hingga sesi penutupan. Mereka mengatakan masih ingin melanjutkan pelatihan dan menimba ilmu-ilmu baru. Dari karya yang dihasilkan, mereka juga tampak memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sehingga harapannya, teknik-teknik yang telah diajarkan dapat diberikan kepada generasi selanjutnya untuk menciptakan industri kreatif Labuan Bajo yang berkelanjutan.

*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id

Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)