Menelusuri Jejak Evolusi Bintang Lewat Pengamatan Virtual Langit Malam Observatorium Bosscha

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Observatorium Bosscha, Institut Teknologi Bandung menggelar acara Pengamatan Virtual Langit Malam (PVLM) pertama kalinya di tahun 2022 pada Sabtu (27/8/2022) dengan objek pengamatan utama gugus bintang.

Pengamatan gugus bintang tersebut dilakukan dengan teleskop STEVia (Survey Telescope for Exoplanet and Variable Star). Pengamatan tersebut dipandu oleh Dosen Astronomi ITB, Dr. rer. nat. Mochamad Ikbal Arifyanto dan Denny Mandey, M.Si., selaku astronom Observatorium Bosscha.

Mengutip penjelasan Denny Mandey, rasi bintang dan gugus bintang merupakan dua hal yang berbeda. Rasi bintang terbentuk akibat arah pandang manusia sehingga sekumpulan bintang seakan-akan saling berdekatan membentuk suatu pola. Padahal kenyataannya, bintang-bintang tersebut bisa saja saling berjauhan dan saling menempati ruang yang luas jika dilihat dari arah pandang lain. Sedangkan gugus bintang merupakan sekumpulan bintang yang secara fisik saling berdekatan dan menempati ruang yang relatif sempit di angkasa.

“Ada tiga jenis gugus bintang. Gugus yang bintangnya paling banyak dan paling kompak, kebanyakan bintangnya tua adalah gugus bola. Lalu ada gugus terbuka yang anggotanya dalam orde ribuan dengan umur yang bervariasi. Terakhir adalah gugus yang anggotanya jauh lebih sedikit, disebut gugus asosiasi,” Denny menjelaskan.

Salah satu gugus bintang yang paling jelas diamati dari bumi adalah gugus M45 (Pleiades). Gugus ini terlihat seperti sekumpulan tujuh bintang terang yang saling berdekatan di langit. Menurut Mochamad Ikbal, gugus Pleiades termasuk gugus yang masih sangat muda karena baru berusia 100 juta tahun. Oleh karna itu di sekitar gugus Pleiades terdapat nebula refleksi berwarna kebiruan yang merupakan sisa-sisa gas pembentuk bintang anggota gugus. Berdasarkan fakta tersebut, para ilmuwan menduga bahwa bintang dalam satu gugus pada mulanya terbentuk dari awan gas yang sama.

Foto ilustrasi, sumber freepik.com

Mochamad Ikbal menjelaskan, “Bintang-bintang tertentu lahir dari satu awan yang membentuk banyak bintang. Dalam masa hidupnya, awan ini akan terhempas oleh angin bintang sehingga ia akan menghilang dan hanya tersisa bintangnya saja. Banyak juga gugus bintang yang relatif tua hanya menyisakan bintangnya saja karena gasnya sudah bersih akibat tertiup panasnya angin bintang.”

Salah satu tantangan terbesar para ilmuwan dan astronom adalah menentukan apakah kumpulan bintang yang bergerombol membentuk suatu gugus atau tidak. Metode penafsiran gugus ini ditentukan dengan menghitung kecepatan tangensial terhadap bidang langit. Dengan metode ini kecepatan bintang diproyeksikan sesuai arahnya. Bintang-bintang disebut terletak pada gugus yang sama apabila arah kecepatannya sama.

Untuk memahami skema evolusi pada gugus bintang, Mochamad Ikbal mendemonstrasikannya lewat H R diagram yang memuat sumbu x sebagai temperatur bintang dan sumbu y sebagai energi. Bintang-bintang dalam satu anggota gugus membentuk deret utama dalam diagram tersebut yang digambarkan sebagai garis lurus dari kiri atas ke kanan bawah.

“Bintang dalam satu gugus akan lahir bersamaan. Mereka akan mengalami evolusi yang dipengaruhi oleh massanya. Bintang yang lebih besar cenderung boros energi di bagian inti sehingga ia akan berevolusi lebih lanjut menjadi fase raksasa, keluar dari deret utama, hingga akhirnya meledak dan menjadi katai putih,” ungkap Mochamad Ikbal.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)